Sukses

Lifestyle

Biarkan Anakku Lahir!

Kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Surat untuk Ibu ini mengingatkan kita kembali soal perjuangan dan pengorbanan ibu saat mengandung kita. Benar-benar luar biasa keteguhan dan kekuatan seorang ibu.

***

Jika engkau bertanya seperti apakah sosok ibuku. Sungguh, tinta tidak pernah cukup untuk menguraikannya dalam rangkaian kata-kata indah. Lidah pun terasa begitu kelu, mengingat begitu banyak cerita yang terurai di setiap detik waktu. Biarlah Tuhan sendiri yang akan menayangkan setiap perjuangan dan pengorbanannya dalam layar kesaksian di keabadian masa.

Izinkan aku mengingat beberapa tahun yang lalu, di mana ibu memperjuangkanku agar selamat dan bisa merasakan setiap lini kehidupan yang tersurat dalam lampiran-lampiran takdir.

Awal pernikahan, bukanlah hal yang mudah bagi sepasang kekasih. Apalagi saat titipan berharga merengkuh kehangatan dalam dinding rahim seorang ibu. Kenyamanan, kesehatan, finansial, dan kebutuhan seakan harus terpenuhi demi keselamatan sang buah hati.

Siapa yang tahu gambaran masa depan? Tak satu pun, bukan? Begitu pula dengan kejadian ini, saat ibu harus mengalami pendarahan di usia kandungannya yang memasuki 6 bulan. Aku tak tahu pasti mengapa pendarahan bisa terjadi. Tetapi, jika boleh aku tebak semua itu pasti ada benang merahnya dengan perjuangan ibu membantu ayah. Ibu lelah, ibu banyak pikiran, ibu banting tulang demi terpenuhinya keperluan.

Ibu memutuskan mempertahankanku./Copyright pexels.com

Kabar buruk itu pun datang bagai petir menyambar. Ibu harus menelan mentah kenyataan pahit perihal kandungannya. Kata bidan, tak ada tanda-tanda kehidupan janin. Ia menyarankan agar digugurkan saja, karena jika tidak maka nyawa ibu menjadi  taruhannya.

“Pandangan Tuhan lebih luas, melebihi prediksi seorang bidan.” Paling tidak seperti itu motivasi ibu untuk tetap mempertahankan kandungannya. Meski berkali-kali bidan bilang, jika bayi itu telah mati, dan jika masih hidup maka kemungkinan akan mengalami cacat fisik atau cacat mental. Namun, tetap saja Ibu tak mengubah pendiriannya. Keinginannya bulat, benteng pertahanannya sangat kokoh.

“Apapun yang terjadi dengan calon anakku jika Tuhan berkenan memberinya kesempatan untuk hidup, maka ia tetap pinjaman dari-Nya, yang harus kujaga dengan sebaiknya!”

Hingga sampai di mana usia kandungan mencapai sembilan bulan, bidan merasa sangat kesulitan mengeluarkan jabang bayi dari rahim ibuku. Sadar dengan fasilitas yang kurang memadai, bidan merujuk ibu ke rumah sakit kota. Ajaib, saat mobil ambulans tiba, ibu mulai kontraksi sampai lahirlah aku dengan tangisan sekeras mungkin. Keluarga menangis bahagia, ayah sujud syukur. Semburat fajar yang mulai terlihat mungkin menjadi salah satu inspirasi ayah untuk memberiku nama.

Aku pun lahir dengan nama yang begitu indah./Copyright pexels.com

Relung Fajar Sukmawati. Tiga susunan nama yang indah, berharap agar anaknya kelak menjadi seseorang yang empati pada sesama, memberi kehangatan di sekelilingnya, dan juga tegar dalam menghadapi setiap ujian kehidupan yang benar-benar nyata.

“Santriwati terbaik keempat, diraih oleh Relung Fajar Sukmawati. Kepada Ibu atau Ayah dari Ananda dipersilakan maju ke depan untuk bersama meraih penghargaan!”

Kalimat itu masih terngiang sampai sekarang, kalimat yang membuat air mata bahagia ibu mengalir membasahi kedua pipinya. Ibu menciumku, memelukku penuh kasih. Ah, itu belum seberapa dibanding semua pengorbananmu Ibu. Kau mampu menggendongku selama berbulan-bulan sementara aku tak mampu. Kau tak menghiraukan nyawamu demi mempertahanku, kau rela empat bulan terakhir sebelum kelahiran menahan sakit saat bercak-bercak darah mengotori celanamu, kau mendidikku sedari kecil agar menjadi seorang wanita yang jauh dari apa yang diperkirakan oleh bidan.

Selamanya, hanya kaulah yang terbaik, Ibu!




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading