Sukses

Lifestyle

Belenggu KDRT: Jika Memang Cinta, Tak Semestinya Berbuah Duka dan Luka

Setiap perempuan di dunia ini, pasti menginginkan kisah cinta yang bahagia. Membangun mahligai pernikahan dengan orang yang dicintai, dan bisa berjalan berdampingan hingga maut memisahkan, siapa yang nggak berharap rumah tangganya seperti itu?

Mungkin ketika harapan itu diutarakan, akan ada orang-orang yang berkomentar, "Jangan ngimpi dong! Pernikahan itu pasti ada naik-turunnya. Mustahil pernikahan berjalan mulus-mulus aja." Well, saya pun sepakat. Walau belum terikat dalam lembaga pernikahan (dan masih menanti my "Are-You-Strong-Enough-To-Be-My-Man"), tapi apa yang orang-orang katakan tidak saya tampik.

Tiap pernikahan tentu ada ujian, cobaan dan bahagianya masing-masing. Sam Pek dan Eng Tay pun harus menguras hati, sebelum bisa bersama-sama dalam bahagia. Tetapi, Ladies, bukankah sebuah hubungan akan berhasil jika 'diperjuangkan' oleh keduanya?

Menarik benang merah belenggu KDRT

Pasti ada sebabnya/Copyright shutterstock.com

Di dunia ini memang tak ada manusia yang sempurna. Bukan cuma sekali saya mendengar kisah orang-orang ternama, atau bahkan teman-teman yang saya kenal, terbelenggu dalam KDRT bahkan saat mereka masih berpacaran. Bagaimana dua insan yang tampak begitu mencintai, akhirnya berakhir saling menyakiti?

Bagi kita yang tak mengalaminya, bersyukurlah. Tetapi tak semudah mengatakan, "Let it go," kepada mereka yang mengalaminya. Dari cerita-cerita sahabat Vemale, sesungguhnya tak mudah melepaskan diri dari jerat KDRT. Keduanya membawa "emotional baggage" yang tak terselesaikan. Jika mau ditarik benang merahnya, tentu sikap manipulatif ini tak hanya terbentuk dalam semalam.

Semua orang yang hidup di dunia ini, membawa kisah hidup dan preferensinya masing-masing. Perlakuan kasar di masa kecil, orang tua yang tak harmonis atau terpaan kondisi lingkungan yang tidak bisa menghargai satu sama lain, menjadi beberapa faktor yang melatar belakangi pembawaan seseorang menjadi manipulatif. Faktor-faktor inilah yang membuat seseorang tumbuh menjadi pribadi yang manipulatif dan agresif.

Lalu, kenapa masih ada orang yang tak bisa lepas dari belenggu KDRT?

KDRT emosional seringkali tak disadari/Copyright thinkstockphotos.com

Ladies, KDRT itu tak hanya berupa kekerasan secara fisik. KDRT juga bisa berupa kekerasan emosional. Banyak orang yang mengalami KDRT jenis kedua, tanpa menyadarinya. Karena, yah, KDRT secara emosional mengikis pelan-pelan harga diri seseorang. Misalnya, dengan mengacuhkan, mengecilkan peranannya dalam sebuah hubungan, atau pun memainkan 'peran' seolah tersakiti dan berjuang lebih keras daripada yang lain.

Banyak orang memilih untuk tidak mengungkapkannya, karena seringkali perlakukan yang menguras emosi ini dianggap hal remeh oleh orang lain atau ... 'baper'? Padahal para korban KDRT secara emosional ini kehilangan self-esteemnya, dan mereka benar-benar butuh ditolong. Beware of labellingya, Ladies ;)

Para korban KDRT ini sedang dalam posisi yang riskan. Tak menutup kemungkinan, karena harga diri yang terus dikikis, mereka menjadi orang yang tertutup, merasa tak berharga bahkan depresi. Tetapi, banyak para korban yang selalu berpegang teguh bahwa, "Dia pasti bisa berubah ..."

(Baca Juga: Belajar dari Nilam Sari: Berani Bicara Lawan Kekerasan Emosional)

Mengakhiri lingkaran KDRT

Melepaskan diri dari KDRT/Copyright thinkstockphotos.com

Mungkin terdengar klasik (bahkan sulit dilakukan, pada awalnya), bahwa hal yang harus kamu lakukan adalah melepaskan dia. Saat kebohongan, pengingkaran dan kekerasan tak mampu lagi kamu atasi, lepaskan dia. Tak ada seorang pun di dunia ini yang berharap merajut kisah di sepanjang sisa hidupnya dengan orang-orang yang bahkan tak mampu menghargai keberadaanmu sebagai manusia. Jika ia tak mau putus, kamu lah yang harus berani pergi.

Yakinlah, kamu layak mendapatkan orang yang lebih baik. Segala apa yang telah dilakukannya padamu, ibarat kursi lama yang telah rusak. Sekuat apapun kamu memperbaikinya, nggak akan pernah sama dengan saat di awal. Kamu tak layak menghabiskan waktu dengan orang yang salah. Siapa tahu, 'kursi' yang sebelumnya didudukinya (dengan paksa) sebetulnya adalah kursi miliki orang lain yang layak menghabiskan hidup bersamamu?

Baik kamu laki-laki atau perempuan yang membaca ini dan sedang ada dalam belenggu hubungan yang tak sehat, you must know that the pain will not last forever. Time, people and new experience will heal you.Lepaskan perasaan sakit hati dan dukamu. Menangis bukan berarti lemah kok. Jangan 'memaksa' diri melawan perasaan sedih, tetapi beri batasan waktu dan jangan beri masuk perasaan-perasaan buruk di masa lalu datang kembali ke kehidupanmu.

Taking back control begins with you, Guys!

(Baca Juga: Menikah Berkali-kali, Apa Yang Kau Cari Hai Andika Kangen Band?)

(vem/wnd)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading