Sukses

Parenting

Saat Anak (Tak) Belajar Toleransi dan Empati di Sekolah

Masih segar dalam ingatan saya, teman saya, laki-laki menceritakan pengalamannya dengan raut wajah yang susah dijelaskan. Campur aduk, terlihat jelas dari wajahnya. "Tadi, si X, tiba-tiba pulang sekolah duduk di sebelahku, terus bilang, 'Aku nggak mau main sama Om, soalnya Om kafir'."

X, yang diceritakan oleh teman saya adalah anak dari teman kami yang masih duduk di kelas TK B.

"Dia kenal kata-kata itu dari sekolah, katanya."

Cerita seperti ini sebelumnya pernah saya lihat viral di social media. Hampir sama masalahnya, menanggapi hidup berdampingan dengan orang-orang yang "berbeda". Mungkin dalam cerita saya di atas, yang menjadi 'korban' adalah teman saya yang notabene sudah dewasa. Cerita-cerita lain yang beredar justru menempatkan sesama anak-anak dalam pembicaraan yang sangat sensitif seperti ini.

Yang membuat hati semakin miris adalah beberapa kali kejadian terjadi di dan dari lingkungan sekolah. Saya yakin seyakin-yakinnya, di semua sekolah yang ada di Indonesia ini tidak akan lupa mengajarkan makna Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan, saya masih ingat pelajaran PPKn kelas 4 SD saya dulu menuliskan cerita yang sangat indah tentang 3 orang anak yang bersahabat akrab meski mereka berasal dari suku dan agama yang berbeda: Acong, Joko, Sitorus. Tapi mengapa belasan tahun setelah berbagai keragaman penduduk Indonesia dirajut dengan begitu indah, akhir-akhir ini seolah benangnya ditarik hingga terlepas uraiannya satu per satu?

Fondasi terbaik dari pelajaran soal toleransi adalah berasal dari rumah. Tetapi itu saja tak cukup. Saat anak sudah mengenal bersosialisasi, sudah memasuki usia sekolah, layerkedua yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana sekolah dan pergaulannya di lingkungan sekolah membentuknya. Anak-anak bagaikan spons yang bisa menyerap segala informasi dengan begitu cepat. Apa yang mereka dengar akan mereka mengendap di ingatannya, bahkan sampai mereka dewasa.

Toleransi tak bisa dipelajari hanya lewat text bookatau soal pilihan ganda di lembaran kertas ujian. Bertoleransi terhadap perbedaan dan keragaman, memahami orang-orang yang tak berjalan di "sepatu" yang sama dengannya dan berempati terhadap perasaan dan kondisi orang lain. Toleransi akan seumur hidup dipelajari anak dan orang dewasa sampai dia meninggalkan dunia ini.

Alangkah mirisnya saat sekolah hanya mengajarkan toleransi, bukan mendidik anak untuk menerapkan toleransi dan empati, setidaknya dari lingkungan terkecilnya. Bayangkan jika hari ini kita terus mentoleransi kejadian-kejadian intoleran yang terjadi di sekitar kita, generasi anak-anak kita nggak akan menjadi generasi 'waras' yang bisa memahami setiap orang yang melintas di depannya punya "sepatu" yang mereka kenakan masing-masing untuk menjalani kehidupannya 'kan?

Pekerjaan rumah yang luar biasa besar bagi kita para orang dewasa, terlebih orang tua dan guru yang saat ini hidup di masa yang cukup rentan "gesekan" bernuansa SARA yang akhir-akhir ini memanas di Indonesia. Berikan pengertian pada anak tentang pentingnya toleransi dan empati, tekankan pada anak tentang pentingnya "keras terhadap diri sendiri, tapi tidak dengan melemparkan batu kepada orang lain" dan yang terpenting adalah bagaimana kita sebagai orang dewasa mampu memberikan contoh yang baik tentang toleransi di lingkungan kita sendiri. Bangun komunikasi yang baik dengan anak dan minta anak bercerita tentang apapun yang mereka alami di sekolah sehingga orang tua tahu issue-issue apa yang sedang berkembang.

Mengutip kata-kata Evelyn Beatrice Hall yang mengilustrasikan kepercayaan Voltaire, "I disapprove of what you say, but will defend to the death your right to say it."(Aku tidak setuju dengan apa yang kamu katakan, tetapi aku akan mengusahakan sampai mati hakmu untuk menyampaikannya.)

"Children must be taught how to think, not what to think." -- Margaret Mead

Tulisan ini merupakan opini pribadi Winda Carmelita. Kenali lebih jauh Winda Carmelita di www.windacarmelita.com

(vem/wnd)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading