Sukses

Parenting

Tanyakan 7 Hal Ini Saat Hati Dilanda Bimbang Untuk Berpisah

Bahagia adalah hal yang selalu ingin dimiliki oleh semua manusia. Setiap upaya, kerja dan aktivitas sehari-hari didasari oleh keinginan untuk memiliki rasa bahagia di dalam hati. Segala macam cara ditempuh untuk menjamin bahwa rasa bahagia adalah satu-satunya rasa dinikmati setiap saat sepanjang usia. Yah, itu adalah sebuah cita-cita yang tak selalu terwujud. Terlebih jika bahagia harus diupayakan dalam 'teamwork' bersama dalam sebuah biduk rumah tangga. Keseimbangan peran dan fungsi jadi pertaruhan yang tak gampang untuk diseimbangkan sesuai porsi masing-masing secara setara.

Dalam perjalanannya, muncullah kejadian-kejadian luar biasa di tengah perjalanan saat mengarungi samudera kehidupan dalam bahtera perkawinan. Beda pendapat, kesulitan menyatukan prinsip dan pandangan, tak juga menemukan kesamaan cita- ita dan tujuan, hadirnya 'pilihan lain' sebagai godaan, pertikaian demi pertikaian yang berujung kekerasan, semua itu bisa menjadi cikal bakal hubungan sepasang suami istri menuju jurang kehancuran. Masing-masing merasa berhak untuk menghindar, meninggalkan yang lain untuk mencari keselamatan. Demi meneruskan hidup mencari kebahagiaan sendiri, tanpa pasangan.

Pada akhirnya, jika masalah sudah terlalu kusut, perceraian lah yang menjadi alternatif jalan yang dipertimbangkan. Walau hidup selalu memberikan banyak pilihan, namun saat hati beroleh keyakinan, tak mudah untuk meyakinkan diri bahwa perkawinan masih bisa diselamatkan. Sebelum lari menyelamatkan diri sebaiknya carilah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dalam hati masing-masing:

Masihkan ada cinta dan kasih sayang yang layak dipertahankan?
Masihkah ada setitik kebaikan dari pasangan yang bisa dijadikan gantungan nasib perkawinan di hari-hari kemudian jika diteruskan?
Benarkah bercerai adalah satu-satunya keinginan atau justru hanya sebuah ancaman?
Benarkah kesadaran dan pemahaman diri yang mendasari keinginan untuk bercerai dan bukannya api kemarahan?
Yakinkah diri sendiri tentang motivasi terjujur untuk mengakhiri perkawinan
Sudahkah pertimbangkan resiko terburuk, kondisi terpuruk dan situasi negatif yang bisa muncul karena diakibatkan perceraian?
Setelah perceraian terjadi, bisakah bersikap, berperilaku dan berpikir secara dewasa di masa depan?

Pertanyaan ini sebenarnya hanyalah 7 pertanyaan awal untuk pertanyaan pamungkas, terutama bagi pasangan 'siap cerai' yang terlanjur telah memiliki anak dalam perkawinannya. Dan pertanyaan yang terakhir ini seharusnya justru bisa menjadi bahan pertimbangan paling utama di atas berbagai alasan dan dalih yang ada. Pertanyaan itu adalah:

"Sudahkah bertanya kepada anak-anak, mendengar pendapat, suara hati atau sekedar membaca bahasa tubuh atau gelagat, sebagai tanggapan mereka atas perceraian yang akan terjadi pada ayah-ibunya?"


Jika sudah yakin bahwa perceraian harus dijalani, cobalah berempati dengan mengandaikan diri sendiri sebagai mereka. Andaikan diri sendiri melihat dan menjadi saksi perceraian ayah-ibunya. Ayah-ibunya yang disayangi dan konon saling mencintai. Jika sudah dan tetap yakin untuk bercerai, ya silakan. Tapi jangan menyesal di hari-hari kemudian, karena penyesalan yang timbul tak akan mengobati trauma dan luka hati anak-anak yang selalu akan menjadi korban tak berdosa sebuah perceraian yang terjadi.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/

(vem/wnd)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading