Sukses

Lifestyle

Resign Sebagai Bu Guru & Memilih Menjadi Petani, Aku Tak Menyesal

Keputusan besar itu diawali dengan sangat berat, namun tak ada penyesalan setelahnya. Kisah ini adalah salah satu kisah yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis: My Life, My Choice.

***

Jam menunjukkan pukul 06.30 terlalu dini untuk memulai hari. Aku kembali tertidur setelah melakukan ritual salat subuh. Tak ada yang mesti aku lakukan tiap pagi. Aku telah melalui hariku setiap pagi setelah subuh untuk tidur lagi. Aku tak tau harus melakukan apa sepagi ini. Dan tak tau hendak kemana setelah salat subuh! 

Itu terjadi setelah aku resign kantor. Aku tak peduli apa kata orang yang jelas this is my life, so aku berhak memutuskan apapun dalam kehidupan. Awalnya memang berat melepaskan sebuah pekerjaan yang membesarkan namaku tapi apa boleh buat keadaan yang membuatku harus pergi dan meninggalkan sejuta kenangan terindah yang berakhir duka.

Kisahku tak semulus sinetron ataupun FTV. Hidupku penuh coba. Apalagi disaat teman seusiaku sudah menikah dan juga sedang mencari pekerjaan. Sedangkan aku sudah mendapatkan kehidupan yang layak dengan penghasilan yang lumayan tapi aku melepaskan. Ya merelakannya begitu saja. Memang begitu banyak ejekan dan juga bisikan kasar dari para tetangga menanyakan tentangku dan juga keluarga dekat.

Waktu itupun tiba, sebuah kerelaan..

Aku sudah cukup lelah dan terlalu lelah untuk mempertahankan statusku sebagai karyawan. Aku sudah lelah untuk selalu berpura-pura kuat di depan semua orang. Aku sudah lelah untuk membohongi diri. Berat rasanya melepaskan yang sudah terlanjur kita cintai. Berat juga rasanya berpisah dengan partner kerja yang kompak. Tapi pemberontakan hati sungguh tak bisa tertahan lagi.

Tepat 25 Januari 2016 aku melayangkan surat resmi pengunduran diri. Walau jujur aku masih belum penuh ikhlas meninggalkannya. Setelah sebelumnya aku melakukan istikharah selam dua bulan berturut tanpa jeda. Aku merasa harus berdamai dengan hati dulu dan meminta petunjuk sang Ilahi kemana sebaiknya langkah kakiku berikutnya. Meminta pendapat kedua orang tua. Dan meyakinkan mereka untuk tidak khawatir berlebihan. Dengan berat hati aku memalingkan wajahku dari tempat yang telah menimpa diri ini menjadi dewasa., tempat belajar bertanggung jawab.


Awalnya sangat sulit..

Aku merasa keputusanku sudah benar, keputusanku kali ini adalah yang paling tepat. Dan inilah waktu tersulit bagiku. Pengambilan keputusan terbesar yang membutuhkan waktu selama hampir dua bulan untuk menetapkan hati pada keputusan yang berimbas kepada masa depanku. Awalnya aku bingung kemana hendak kakiku melangkah lagi, apakah aku akan mendapatkan pekerjaan yang baru. Apalagi saat berhadapan dengan orang tua yang selalu mendukungku. Awalnya aku juga sulit untuk beradaptasi hidup di rumah, melihat mata kedua orangtuaku yang selalu menatapku dengan sedih.

Walaupun aku telah meyakinkan mereka. Ini keputusanku, jangan khawatir. Dan sejujurnya aku galau. Sudah menjadi pengangguran dan jomblo pula. Tetangga dan kerabat dekatku selalu mengatakan aku ini adalah orang terbodooh yang mereka jumpai. Karena aku berani keluar dari zona amanku sebagai seorang guru dan beralih menjadi seorang petani.

My life, my choice!

Aku selalu mengatakan kepada mereka, jangan terlalu mengkhawatirkan orang lain karena diri kita sendiri belum sepenuhnya sempurna. Aku menikmati keputusan dan aku menikmati pilihan hidupku. Terbukti setelah resign kantor aku bisa melakukan hobiku yang dulu sempat tersendat, aku bisa mengejar impianku yang sempat terhenti, aku bisa berkumpul kembali bersama sahabat-sahabatku, aku bisa mengunjungi tempat favoritku secara gratis karena aku telah menemukan passionku, menikmati setiap keindahan alam tanpa ada yang mengganggu. Dan aku juga bisa menentukan apa yang akan aku lakukan. Aku menikmati kehidupanku dan aku menikmati perjalanan hidupku. Menikmati liburanku setiap harinya

Aku menemukan dunia baruku, aku menemukan pengalaman baruku. Aku bisa bertemu dengan teman-teman baruku. Dan aku bisa melakukan perjalanan tanpa mengingat tanggung jawab ku sebagai seorang pegawai. Sekali lagi ini kehidupanku dan ini pilihanku. Kemana hati membawaku selagi tujuan untuk kebaikan dan kesadaran diri bahwa kita ini milik orang tua kita. Dan jangan melupakan indentitas serta asal kita. Dan satu lagi pesan orang tuaku saat berpergian adalah:

Sejauh apapun kau pergi ingatlah untuk apa kamu diciptakan dan janganlah melupakan kewajibanmu terhadap agamamu. Seberapa jauhpun kami bisa melindungi, kalau kamu sendiri tidak sayang akan dirimu untuk apa nasehat dan bimbingan dari kami, karena rusaknya pergaulan tergantung pada dirimu sendiri, tugas kami hanya mendidikmu sesuai kemampuan kami. Jagalah baik-baik nama kami (kedua orangtuamu).

Dan sekarang aku telah membuktikan bahwa pilihan hidup kadang kala sangat sulit untuk diputuskan. Perlu perjuangan ektra untuk bisa bertahan dalam kebimbangan hati. Baik bagi kita belum tentu baik dimata orang. Tetaplah yakin dengan pilihanmu dan berpegang teguhlah dengan keyakinan serta bisa bertanggung jawab apapun keputusan yang telah kita ambil.

(vem/yel)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading