Sukses

Lifestyle

Saudara Tiri Ini Bertemu Berkat Facebook

Danielle Pergament dan Kate berterima kasih atas keberadaan Facebook di dalam hidup mereka. Awalnya, keduanya tidak saling mengenal, namun saudara tiri ini akhirnya dapat berkumpul untuk berbagi cerita mengenai ayah mereka.

Hari itu, sekitar pertengahan tahun 2011, Danielle sampai di kantor dan menyalakan komputernya. Masih enggan menyentuh pekerjaan, ia iseng membuka akun Facebooknya. Banyak message yang datang di dalam inboxnya, termasuk mantan kekasih yang memberitahukan perihal reuni SMA yang akan dihelat dalam waktu dekat ini.

Mata Danielle tertuju pada sebuah nama, Kate, sosok yang tak pernah dikenal sebelumnya. Click.

"Hi Danielle,

Namaku Kate. Usiaku 51 tahun. Aku telah membaca sebuah artikel yang kau tulis tentang ayahmu. Tulisanmu sangat indah dan mudah dimengerti..."

Aku berhenti sejenak. Aku teringat pada cerita ibu saat duduk di bangku SMA dulu. Ayah memang pernah bertemu dengan seseorang sebelum bertemu ibu. Apakah ini adalah dia?

"Ayahmu Henry Pergament, bukan?" lanjut pesannya.

Aku terdiam. Membisu. Mengulang dan membaca pesan tersebut dari awal untuk memahaminya. Di dalam pesan yang tak terlalu panjang itu, ia bercerita bahwa ia adalah saudara tiriku. Kami terikat darah karena terlahir dari ayah yang sama. Apa?

Ya. Kejutan tersebut ternyata belum berakhir. Dan masih berlanjut...

***

Ayahmu berusia 61 tahun saat aku lahir. Ia meninggal pada 1998, saat usianya menginjak 85 tahun. Adan aku telah berusia 24 tahun saat itu.

Orang-orang boleh berkasak kusuk soal kehidupan ayahku, tetapi aku memahami ceritanya dari ibu, dan ternyata hidup ayahku sangatlah rumit. Ia tak pernah mengenal siapa orang tuanya, ia dibesarkan di sebuah panti asuhan dan hidup dalam kemiskinan sejak usia kecilnya.

Tak dibekali pendidikan yang cukup, tak ada sanak keluarga, ayahku berjuang keras demi kelangsungan hidupnya. Saat usianya 50 tahun, ayahku mulai produktif dan kehidupan perekonomiannya mulai membaik.

Ditinggalkan orang tua di usia 18 bulan, mempengaruhi psikologis ayah sejak kecil. Ia begitu mendambakan kasih sayang dari wanita yang melahirkannya, sayangnya ia tak pernah mendapatkan kasih sayang itu. Akhirnya, karena kondisi psikologisnya, ia selalu mencari kenyamanan dan kasih sayang dari wanita yang ditemuinya.

Istri pertamanya memberikan tiga anak. Hubungannya kemudian berlanjut dengan seorang wanita yang hanya sampai menjadi kekasihnya saja. Setelah itu, ia bertemu dengan ibuku, dan memiliki empat anak termasuk aku yang bungsu.

Saat ayah masih hidup, ia banyak memberikan pelajaran berharga bagiku. Ia mengajarkanku untuk menjadi wanita yang penuh kasih sayang dan memperhatikan anak-anakku. Ia mengajariku menjadi wanita dewasa yang tahu bagaimana cara bersikap. Aku bersyukur, sempat menikmati waktu-waktu mengagumkan saat ia masih hidup, dan menemaninya saat ia sakit.

Saat ayahku meninggal, kami merasa kami lebih tegar karena beliau seperti telah mempersiapkan mental kami sebelumnya. Aku sendiri tak pernah melupakannya, tak pernah berhenti bercerita tentang dirinya. Hingga akhirnya aku seringkali menulis artikel-artikel tentang dirinya. Sebagian adalah artikel yang penuh dengan sarkasme, jujur, tetapi selalu ada sisi lain di setiap gambaran tentang ayah. Aku melihat kerumitan itu sebagai sesuatu yang berbeda darinya.

Dan kini, setelah 12 tahun kematiannya. Aku justru dihadapkan oleh sebuah kejutan yang tak pernah diceritakan sebelumnya padaku.

***

Tak tahan menyimpannya sendiri, aku menceritakan hal tersebut pada suamiku. Bukan malah membantuku, ia memberondongku dengan berbagai pertanyaan yang bahkan aku tak tahu jawabannya. Aku mencoba bercerita pada kakak pertamaku, tetapi seperti biasanya, ia selalu sibuk dengan urusan keluarganya. Kakak keduaku hanya tertawa mendengar cerita ini, dan menganggap bahwa ini hanyalah sebuah kerjaan orang iseng saja. Lantas, aku bercerita kepada kakak terakhirku, di mana kami saling menghitung usia dan menelusuri sejarah ayah untuk memastikan bahwa wanita itu bukan penipu.

Akhirnya, aku memberanikan diri bercerita pada ibu. Aku berpikir, hanya dialah harapanku saat itu.

Atas restu ibu, aku akhirnya membuat sebuah janji pertemuan dengan Kate. Kami berjanji di sebuah coffee shop.

Aku sangat gugup, aku datang terlebih dahulu dan memutuskan memesan kopi. Setiap ada wanita usia 50 tahunan, aku langsung menebak-nebak. Akankah ini saudara tiriku?

Hingga akhirnya seorang wanita dengan tubuh yang bugar dan wajah ceria masuk. Memperkenalkan diri sebagai Kate, kakak tiriku.

Lewat ceritanya, aku tahu ia sedang mengidap sebuah penyakit kanker lama. Kami segera akrab dan larut dalam cerita soal ayah. Aku tak pernah menyangka sebelumnya, bahwa ia jauh lebih mirip dengan ayahku dibandingkan anak-anak dari ibu kandungku. Aku seperti melihat wujud ayah dalam sosok wanita.

Aku yakin, ayahku turut andil dalam pertemuan mengharukan ini. Dari Kate, aku seperti masih bisa melihat kehadiran ayah lagi.

Kamipun cepat akrab, dan demikian pula keluarga yang lain. Kami saling menyayangi, dan merasakan keterikatan serta kasih sayang yang sempurna karena pertemuan kami.

Berdasarkan kisah nyata, Danielle Pergament.

Source: Redbookmag.com

(vem/bee)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading