Sukses

Lifestyle

Saranghamnida, Leon...

Oleh: Agatha Yunita

Mendengarkan lagu yang didendangkan Astrid dan Tim Hwang, hatiku terasa teriris. Teringat pada sebuah kejadian di masa lalu, beberapa tahun silam, saat aku masih duduk di bangku SMA.

Leon, namanya. Bukan seorang kapten basket, bukan juga sosok yang populer di sekolah. Ia adalah sosok yang terkesan biasa saja, tetapi pandangan matanya sangat lembut, dan senyumnya sangat hangat. Diam-diam dia mencuri hatiku...

Cinta kamipun bersemi layaknya remaja pada umumnya, pergi ke manapun kami mau, menghabiskan seluruh waktu duduk di cafe dan hanya memesan semangkuk ice cream. Bergandengan tangan dan menyusuri jalan demi memiliki waktu bersama lebih lama. Semuanya indah, hingga kami harus berpisah karena harus kembali melanjutkan kuliah di kota yang berbeda. Raga kami mungkin berpisah, namun cinta kami tidak usai sampai di situ.

***

Tak pernah ada kabar dari Leon, dan sekejap kami seperti tenggelam dalam kehidupan masing-masing. Aku mulai menjalin hubungan dengan 2 orang pria, dan yang terakhir saat ini menjadi pasangan resmiku saat ini. Dia adalah pria yang baik, bertanggung jawab, mapan, namun terkadang aku tak dapat mengerti hatiku, entah mengapa tak bisa utuh kuberikan kepadanya.

Senyuman hangat Leon, masih sangat membekas di hatiku.

Ya...ya...ya... aku menyadari itu semua adalah masa lalu, tak dapat kembali, dan bahkan kami sudah kehilangan contact satu sama lain. Mana mungkin cinta seperti itu dipertahankan? Bukankah buang-buang waktu saja?

Inginnya, aku menjalani kehidupanku saat ini dengan tenang. Tapi, serasa Leon mengisi seluruh hati dan pikiranku, membuatku serasa sepi sekalipun aku sudah memiliki segalanya saat ini.

Perasaan ini... aku tak dapat menjelaskannya dengan rasional...

***

Suatu sore di Coffee Shop, kakiku melangkah ke sebuah coffee shop kecil yang sebenarnya aku tak pernah mengunjunginya. Aku hanya ingin sekali ke sana, dan sekedar duduk menghabiskan secangkir kopi. Itu saja, awalnya, sederhana.

Dan semuanya menjadi complicated, saat setelah 10 menit aku menikmati kopi di cangkirku, sosok yang pernah kukenal beberapa tahun silam begitu saja muncul di depanku. Masih mengumbar senyum yang hangat, mata yang ramah dan lembut. Menghampiriku dan mengulurkan tangannya padaku. "Apa kabarmu?"

Detak jantungku serasa berhenti saat itu. Apakah aku sudah mati?

Tapi dapatkah kau berikan senyum untukku

Walau itu bukan cinta, tapi aku memohon

Tidak. Ini benar, ini nyata. Leon, berdiri dengan gagah dan hangat mengulurkan tanganku. Bukan sebuah angan-angan yang selama ini selalu kubayangkan di benakku.

Diapun duduk dan perbincanganpun dimulai. Yang kutahu sekarang ini, ia juga sudah memiliki keluarga, anaknya bahkan sudah dua. Aku menceritakan juga bagaimana setelah kami lulus dan berpisah, kuceritakan bagaimana suamiku yang sangat baik, bagaimana keceriaan dan rumah tangga kami yang semuanya baik-baik saja.

***

Mengapa engkau tega mencuri hatiku

Tanpa seijin aku lebih dulu

Memaksaku membuatku lemah tak berdaya

Geu dael saranghamnida

Leon, Leon, dan Leon. Masih namanya yang terngiang di telingaku saat ini. Apalagi aku bertemu kembali dengannya, punya contactnya, dan kamipun berjanji bertemu lagi di akhir minggu nanti.

Perasaanku tak karuan. Siapa coba yang bisa tenang saat akan bertemu dengan orang yang dicintainya? Tentunya jantung berdegup kencang, inginnya lekas di hari itu. Namun, saat tiba harinya gugupnya nggak karuan. Akupun mulai membayangkan yang indah-indah, hal-hal yang pernah kami lakukan dulu terbayang kembali di ingatanku. Semuanya manis, dan tak akan pernah aku lupakan. Bahkan mungkin, akan kubawa mati nantinya.

***

Tibalah hari itu pertemuan kami. Sengaja kami mengambil waktu weekend agar bisa berbincang lebih lama. Sebuah lokasi di cafe yang indah dan romantis, Leon memesan sebuah meja di balkon. Dengan sebuah lilin menyala di meja.

Hari itu, tak ada perbincangan tentang pasangan dan kehidupan kami masing-masing. Yang ada hanyalah canda tawa dan pujian, serta tatapan dalam. Aku terlarut dalam kehangatan tatapan matanya. Senyumku tak pernah tersimpul dan selalu mengembang di setiap detik hari itu.

Tiga jam lamanya kami bercanda tawa, iapun menggandengku berjalan ke arah balkon. Menikmati setiap kerlip lampu di bawah sana. Indah. Dan aku tak ingin semuanya ini berakhir.

"Aku tahu, aku juga tak ingin semuanya berakhir hari ini... tapi... kau tahu kan tanpa harus aku bilang," katanya lembut memelukku dari belakang. Aku mengangguk. Seketika hatiku pedih, tapi pedih itu tak kubiarkan lama. Aku hanya ingin menikmati setiap detik bersamanya. Setiap detik yang mungkin menjadi yang terakhir dalam hidupku bertemu dengannya. Tak akan kusia-siakan detik-detik itu, detik di mana aku bertemu cinta sejatiku, sekalipun untuk terakhir kalinya.

Birok sarangeun anirado

(Walaupun bukan cinta...)

Eonjenga hanbeonjjeumeun dolahbwajugetjyo

Kelak kita akan bertemu lagi, setidaknya sekali lagi...

(vem/bee)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading