Sukses

Fashion

Bule Hunter: Kisah Cinta Perempuan Indonesia Yang Berburu Bule

Menjadi kebanggan tersendiri ketika kita bisa mendapatkan pasangan yang berasal dari luar negeri. Namun, ada banyak masalah yang dihadapi ketika berhubungan dengan bule. Seperti yang dikisahkan dalam sebuah buku Bule Hunter.

Bule Hunter: Money, Sex and Love adalah sebuah catatan yang diadopsi dari kisah nyata yang menyuarakan kisah-kisah perempuan-perempuan Indonesia yang mendambakan laki-laki dari ras kaukasoid (bule) sebagai pendampingnya baik pacar maupun suami, sebagai klien dalam bisnis prostitusi atau hanya sekedar sebagai teman kencan. Sayangnya hanya karena keinginan menjalin dengan laki-laki barat alias bule, perempuan-perempuan Indonesia tersebut kerap dicap sebagai bule hunter yang cenderung berkonotasi negatif.

Kisah dan cerita tentang cinta
Ditulis oleh Elisabeth Oktofani, seorang wartawan penikmat isu sosial dan gender, Bule Hunter: Money, Sex and Love berbagi cerita tentang Anastasia Stefanie Febrianti, seorang bule hunter yang gemar menipu kawan-kawannya; Yanti Fatmawati dan Halimun Nurmali, dua orang pekerja seks yang memiliki kisah berbeda; Anilla Chandra dan Ira Nitisara, dua orang perempuan muda modern pecinta laki-laki bule dan seks; Sri Dewi Utari, yang menemukan cintanya dalam seorang laki-laki Perancis dan juga Imelda Luluah, pasien hepatitis B yang gagal menjalin pernikahannya dengan seorang laki-laki Belanda. (Seluruh nama narasumber telah disamarkan demi privacy mereka).

Tanpa ingin menggurui atau menghakimi, Oktofani mencoba memberi ruang kepada perempuan-perempuan tersebut untuk berbagai cerita tentang mereka yang kerap disebut sebagai bule hunter. Selama penulisan dan penelitian, Oktofani bertanya apa sih istimewanya para bule tersebut? Apakah fisik mereka yang tinggi, putih, hidung mancung dan bibir merah jambu alias pink? Apakah mereka lebih pandai dibandingkan laki-laki Indonesia? Apakah mereka lebih romantis daripada laki-laki Indonesia? Atau dompet mereka yang terlihat lebih tebal daripada dompet laki-laki Indonesia sehingga mereka bisa hidup nyaman di Indonesia? Melalui Bule Hunter: Money, Sex and Love, Oktofani mencoba menjabarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Titik persinggungan antara perempuan Indonesia dan bule
Sebelum Bule Hunter: Money, Sex and Love terbit, Oktofani meminta pendapat dari beberapa pihak seperti akademisi dan sesama penulis tentang bukunya tersebut. Wisnu Adihartono, Kandidat PhD sosiologi EHESS (Marseille, Prancis) berpendapat bahwa sebagai sebuah jurnal, buku ini seakan terbebas dari rumitnya teori-teori sosial, dan dikemas dalam bagian-bagian cerita yang sangat mengalir bebas namun terkendali. Masalah cross-cultural relationships seakan dibawa oleh penulisnya untuk melihat titik persinggungan antara perempuan Indonesia dan bule. Perempuan Indonesia tidak selamanya whore di mata bule, dan tidak selamanya bule dapat di cap sebagai bajingan, sehingga terjadi simbiosis mutualisme dalam isu siapa yang didominasi dan siapa yang mendominasi.

Tidak selalu manis memang, ada yang merasa direndahkan, merasa dimanfaatkan, merasa terjebak dalam kondisi yang tidak menguntungkan walau tidak sedikit juga dari perempuan pemburu yang akhirnya memiliki akhir cerita yang menyenangkan alias happy ending.” Dengan riset dan observasi yang mendalam, Cetta berhasil meramu kumpulan cerita yang eye opening, tidak berjarak, membangkitkan simpati serta menahan kita untuk tidak segera menghakimi karena pada akhirnya, terlepas dari apapun

Bule Hunter sendiri sudah beredar di pasaran sebelum peluncuran ini diadakan pada tanggal 10 September mendatang. Salah satu pembaca Bule Hunter: Money, Sex and Love adalah Geraldo Latumahina (Singkawang, Kalimantan Barat). Dalam emailnya yang dikirimkan oleh Geraldo, dia menuliskan “Interesting stories! Saya akui, terkadang masih sering menganggap wanita pribumi yang bersama pria asing adalah gold digger, tapi buku ini membuka pandangan baru. We don’t need to know people before judging them, instead we don’t have any right to make any judgment on them. Thanks for writing this book”

“Bule Hunter adalah buku yang enak dibaca karena bahasanya ringan, seperti membaca tulisan dari seorang teman. Isinya berani, karena jujur dan blak-blakan: tidak ada yang ditutupi, tidak ada ketakutan untuk melawan apa yang sering ditabukan oleh masyarakat. Yang aku suka dari buku ini, adalah ia memberikan sudut pandang dari berbagai orang dengan berbagai cerita. Sebagai mahasiswa yang pernah sekolah di Eropa, tak jarang aku dapat pertanyaan: “Lu ga cari pacar bule?” seakan-akan punya pacar bule dari Eropa itu paling keren. Membaca Bule Hunter akan memelekkan mata orang yang berpandangan seperti itu," terang Fransiska Citra dari Balikpapan.

Penasaran dengan keseluruhan cerita dari Bule Hunter? Sabar menunggu hingga sampai di toko buku terdekat di kota Anda ya Ladies!

(vem/riz)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading