Sukses

Parenting

Kisruh Cerai Semakin Perih Karena Berebut Gono-Gini

Pembagian kekayaan oleh sepasang suami-istri yang bercerai seringkali berubah menjadi perebutan harta, bahkan pertikaian penuh konflik yang berkepanjangan. Hal ini biasanya terjadi karena masing-masing merasa lebih berhak untuk menguasai harta tersebut atau merasa lebih memiliki andil dalam cara mendapatkannya. Yang diatur dalam hukum tentang perceraian di negeri ini adalah harta gono-gini adalah harta yang didapatkan dan dimiliki bersama semenjak pasangan suami-istri menikah. Tetapi harta warisan atau harta bawaan masing-masing pihak sebelum menikah, yang tak disertakan dalam harta bersama dalam sebuah kesepakatan, tidak termasuk dalam kategori harta gono-gini. Walau begitu masih saja sering terdengar, pertikaian antara sepasang mantan suami isteri tentang perebutan harta gono gini yang sebenarnya tak patut dan tak perlu untuk terjadi. Dalam menjalani mahligai perkawinan, sepasang suami-istri memiliki kewajiban dan haknya masing-masing. Rumah tangga yang dipertautkan dengan cinta dan komitmen semestinya menjadi hubungan yang spesial, memiliki makna sakral dan diharapkan akan abadi selamanya. Namun saat keseimbangan antara kewajiban dan hak antar keduanya tak tercapai dan tak didapatkan, perjalanan pernikahan menjadi tersendat-sendat. Bak mengarungi jalan berbatu, berkerikil tajam dan bergelombang. Akhirnya? Perjalanan terpaksa harus dicukupkan dan terjadilah perceraian. Perceraian pun memiliki berbagai macam wajah dan bermacam bentuk dari sudut pandang setiap mata yang menyaksikan, yang masing-masing memiliki pemahamannya sendiri sendiri. Ada yang berkata, “Perceraian ibarat amputasi, kamu mungkin selamat namun ada bagian darimu yang hilang tak akan kembali." Ada juga yang malah menganggapnya suatu parodi seperti, “Perceraian itu seperti tertabrak truk sampah, tetapi selamat dan tetap hidup. Setelahnya kamu akan lebih berhati-hati saat menyeberang jalan dan akan selalu menengok kanan dan kiri.”Berbagai pandangan dan pemahaman tentang perceraian dari setiap orang memang akan selalu berbeda, terlebih dari orang-orang yang mengalaminya. Perbedaan ini wajar jika dikaitkan dengan berbagai macam sebab, proses menuju perceraian, hingga kehidupan tiap orang setelah perceraian terjadi. Pembagian harta gono-gini hanyalah salah satu permasalahan di seputar perceraian yang menjadikan perceraian memiliki definisinya masing-masing.Sebut saja Pak N yang justru bercerai setelah pensiun dari dinas kepolisiannya sejak lebih dari 5 tahun yang lalu. Hingga kini masih berkutat dengan pembagian harta gono-gini dengan sang mantan istri. Pak N merasa lebih berhak atas sebuah rumah yang dibangun bersama karena berada di atas tanah warisan orang tuanya. Sedangkan sang mantan istri merasa berhak juga karena turut andil dalam membantu pembangunan rumah dengan gajinya sebagai seorang guru di sebuah SMP negeri. Jadilah pertikaian atas rumah ini menjadi duri dalam kehidupan mereka hingga kini. Banding yang dilakukan sang mantan istri setelah kalah di Pengadilan Tingkat I, masih berlangsung alot. Tak menutup kemungkinan, kisruh rumah tangga ini akan dilanjutkan di tingkat berikutnya hingga Mahkamah Tertinggi. Melihat intriknya sepertinya masalah pembagian gono-gini dan perebutan rumah sudah bergeser menjadi pertaruhan harga diri. Sekelumit cerita di atas adalah salah satu contoh dari ribuan perceraian yang terjadi di negeri ini. Gono-gini hanyalah salah satu permasalahan saja yang ada dalam masalah perceraian karena masih banyak lagi hal yang harus diselesaikan dengan tuntas di antara mereka berdua kelegaan dan keikhlasan tercapai. Namun setidaknya satu permasalahan tentang harta gono-gini ini bisa menunjukkan kepada semua manusia bahwa ‘kaulah segalanya’, ‘milikku adalah milikmu’, ‘kupersembahkan segalanya pada dirimu’, bisa berubah menjadi ‘kaulah serigalanya’, ‘milikku tetap milikku, milikmu bagilah denganku’, atau ‘kupermasalahkan segalanya yang ada padamu’. Karena saat perceraian terjadi, masing-masing akan kembali menjadi pribadi dengan segala sifat dan karakternya yang asli.Untuk mencapai kata sepakat, setiap pasangan melewati tahapan yang berbeda-beda pada setiap kasusnya. Kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak tidak terjadi begitu saja seperti membalikkan tangan. Pertanyaannya pun bukan lagi sampai kapan keduanya mencapai kesepakatan, namun mungkinkah lega dan ikhlas menjadi kenyataan?Akhirnya, jalan yang paling aman adalah jangan sekali-kali berpikir untuk bercerai jika kesedihan dan kemarahan serta kompromi dan negosiasi antara suami-istri masih bisa diselesaikan secara indah berlandaskan cinta. Sebelum memutuskan untuk bercerai, tanyakan pada diri sendiri, siapkah mengalami tahapan-tahapan kesedihan, kemarahan dan berbagai macam kompromi dan negosiai antara dua anak manusia yang menggenggam ego dengan emosi, mengesampingkan cinta dan komitmen yang pernah dimiliki.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/.

(vem/wnd)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading