Sukses

Beauty

Kanker Payudara: Peruntuh Fisik, Penghancur Ekonomi Keluarga

Ladies, kalau bicara soal kanker payudara tidak ada habisnya. Kanker ini merupakan jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di Indonesia dengan 12.014 orang. Kanker payudara juga adalah peringkat pertama dalam lima jenis kanker tertinggi di Tanah Air.

Kanker yang berakar dari keganasan sel pada jaringan payudara ini tak pandang bulu dalam memilih korbannya. Mereka yang sudah terkena biasanya bukan hanya menderita secara fisik, tapi juga secara ekonomi. Sebanyak 70 persen pasien mengalami kematian atau kesulitan keuangan dalam 12 bulan setelah terdiagnosis kanker. Sementara 40 persen yang bertahan hidup, mengalami kesulitan keuangan dalam 12 bulan.

Biaya terapinya saja (belum termasuk biaya dokter, obat, dan ongkos ke fasilitas perawatan) memakan 24 persen biaya rumah tangga. Dengan kata lain, kanker juga meruntuhkan ekonomi keluarga.

"60 persen penderita kanker mengalami kesulitan keuangan. Ada yang sampai jual rumah, pinjam dari keluarga, sampai jual aset," papar Prof.dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, saat ditemui di acara 'Bulan Peduli Kanker Payudara, Forum Diskusi: Mari Bersama Kalahkan Kanker Payudara,' di Jakarta, Kamis, 20 Oktober.

Forum Diskusi Ayo Lawan Kanker Payudara/Vemale.com/Zika Z

Tak salah jika kemudian kanker masuk peringkat empat besar dalam belanja Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tahun 2014-2015. Data dari ASEAN Cost in Oncology (ACTION) bahkan lebih miris lagi. Ditemukan bahwa dalam penelitian terhadap 2.355 kasus dari 12 rumah sakit, mayoritas kematian terjadi pada kaum yang miskin.

"Lebih miskin, angka kematiannya lebih tinggi karena akses, terapi, dan pengobatannya jauh lebih murah," ujar dr.Hasbullah 

Hal senada dikatakan Ketua Perhimpunan Dokter Onkologi Indonesia, DR.dr.Aru Wicaksono Sudoyo. Bahwa dalam beberapa kasus yang terjadi di daerah terpencil, penderita kanker payudara lebih memilih pulang ke desa daripada menjalani pengobatan. Alasannya karena tidak ingin memberatkan anak/sanak famili dengan biaya berobat yang tinggi.

Ilustrasi kanker payudara/Pixabay

Selain itu pusat penanganan kanker di Indonesia hanya ada di kota-kota besar. Jumlah dokter spesialis dan peralatannya pun terbatas. "Kadang ada ketidacocokkan antara manusia dengan alatnya. Sebagai contoh di Banda Aceh, di mana ada spesialis radioterapinya, tapi tak ada alatnya," kata dr.Aru.

Jangan sampai kamu dan keluarga terbelit "gurita" kanker payudara. Mulai sekarang rajin-rajinlah memeriksa sendiri payudara kamu ketika datang bulan. Waspadai jika ada benjolan atau penebalan pada jaringan kulit payudara. Jangan juga malu bertanya karena saat ini sudah banyak pusat informasi mengenai kanker payudara. Ayo Ladies, lawan bersama kanker payudara!

 

(vem/zzu)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading