Sukses

Lifestyle

Pelaminan Kita Telah Siap, Tapi Allah Punya Rencana Lain Untukmu

Kisah berikut ini merupakan kiriman sahabat Vemale, Hikmah, untuk mengikuti Lomba Kisah Ramadan 2016. Ia menceritakan kisahnya yang sudah hampir melangkah ke gerbang pelaminan tapi takdir berkata lain.

***

Kupandang rinai hujan dari jendela kamar pagi ini. Udara dipenuhi aroma tanah yang basah. Aroma yang menyenangkan, terasa akrab. Bukankah kelak kita akan menghabiskan masa penantian akan datangnya kehidupan akhirat bersama aroma yang sama? Kita berasal dari tanah dan akan kembali kepadanya saat kematian menjemput.

Pagi yang basah di bulan Ramadan seperti saat ini memaksa ingatanku kembali pada Ramadan setahun silam. Ramadanku setahun lalu cukup menguras tenaga. Aktivitasku tidak berkurang, justru semakin bertambah di bulan puasa karena aku tak ingin kehilangan kesempatan mereguk pahala sebanyak-banyaknya di bulan yang mulia ini. Kutetapkan jadwal aktivitas harian agar tidak terlewat melaksanakan berbagai amal shalih. Tapi, selain itu aku juga disibukkan dengan persiapan pernikahanku. Ya, alhamdulillah pertemuan orang tuaku dengan orang tua Mas Alif, calon suamiku beberapa hari menjelang Ramadan berbuah penetapan tanggal pernikahan kami. Insya Allah, sebulan setelah lebaran aku resmi menjadi Nyonya Alif.

(vem/nda)

Awal Perkenalanku dengan Mas Alif

Sahabatku Shofi yang menjadi jalanku mengenal Mas Alif. Suaminya adalah teman dekat Mas Alif. Kami menjalani proses  ta’aruf yang syar’i. Sebelumnya kami bertukar biodata via email. Aku membaca biodatanya perlahan, usianya lebih muda dariku setahun. Ini mungkin akan jadi masalah baginya, meskipun aku sendiri tidak keberatan dengan itu. Akan kutanyakan hal ini nanti jika proses kami berlanjut. Pekerjaannya belum mapan, tapi aku sudah bertekad tidak akan menjadikan kemapanan sebagai ukuranku menentukan calon pendamping hidupku. Seorang laki-laki yang memahami agama akan bersungguh-sungguh mencari nafkah karena itu merupakan kewajiban dari Allah, kurasa hal itu sudah cukup menenteramkanku. Selebihnya tidak ada masalah. Aku secara khusus terkesan dengan aktivitasnya mengajarkan al-Quran dan riwayat pendidikannya yang berbasis Islam. Selain itu, ia ternyata juga aktif di organisasi Islam yang sama denganku. Apakah kami sering bertemu? Sepertinya tidak, karena organisasi kami bergerak secara terpisah laki-laki dan perempuan. Tapi, itu artinya kami memiliki kesatuan paham dalam menjalani kehidupan ini. Bahwa sesungguhnya hidup adalah untuk meraih ridha-Nya. Bukankah ini yang sepatutnya menjadi ukuran saat memilih calon imam?Tak lama aku mendapat sebuah pesan singkat darinya menanyakan kesediaanku meneruskan proses ini. Bismillah, kukirimkan jawaban positifku. Begitulah, kami melanjutkan proses pengenalan ini melalui pesan singkat, telepon ataupun email. Berbagai hal harus dipastikan agar kita benar-benar mengenal calon pendamping kita. Tentu saja pada perkara yang mendasar, misal visi pernikahan, model pendidikan dan pengasuhan anak, serta karakter-karakter dasar kami berdua. Selain bertanya secara langsung padanya, aku juga mencari informasi kepada Umar suami sahabatku Shofi, melalui Shofi pastinya. Ada batas-batas pergaulan Islami yang harus kita jaga jika kita menginginkan keberkahan dalam pernikahan. Aku benar-benar berhati-hati agar tidak melanggar batas-batas itu. Komunikasiku dengan Mas Alif hanya sebatas itu, kami tak pernah berjumpa secara langsung kecuali saat ia datang ke rumah menemui orang tuaku dan sekali saat kami berpapasan di tempat parkir di suatu agenda pengajian. Kami memang bertukar foto, hanya saja foto itu langsung kami hapus setelah selesai melihatnya. Kami hendak memilih calon pasangan, bukan artis. Karenanya, pertimbangan agama dan akhlaknya harus lebih diperhatikan dibandingkan dengan tampilan fisiknya. Selain itu untuk menghindari agar kami tidak mengambil keputusan berdasar nafsu dan syahwat.

Kami Berdua Mantap Menikah

Alhamdulillah, Allah memberi kemudahan. Istikharahku dan Mas Alif berbuah kemantapan. Mas Alif datang ke rumah menemuiku dan orang tuaku. Cukup lama ayah menginterogasinya, menanyakan berbagai hal. Cukup banyak pula yang ditanyakannya kepada orangtuaku mengenai kehidupan dan karakterku. Hari itu, ayah dan Mas Alif berangkat shalat Ashar dan Maghrib bersama di masjid dekat rumah kami. Aku tersenyum-senyum sendiri di rumah setelah melihat kedua lelaki itu berjalan bersama. Merasa bersyukur, dua orang yang tidak pernah bertemu itu ternyata bisa dekat dengan mudahnya. Seminggu kemudian, Mas Alif menyampaikan pinangan secara resmi bersama kedua orang tuanya dan beberapa kerabatnya. Dan saat itulah tanggal pernikahan kami ditetapkan. Ramadanku tahun lalu menjadi tahun yang sibuk. Komunikasiku dengan Mas Alif beralih pada percakapan teknis, dalam rangka menyiapkan pernikahan. Sepuluh hari terakhir Ramadhan, aku bahkan tidak berkomunikasi dengannya sekalipun karena aku tinggal berkoordinasi dengan keluarga di rumah. Kukira begitupun Mas Alif, karena nomor HP yang selalu dipakainya saat menghubungiku sering tidak aktif. Pasti dia sibuk menghubungi keluarganya di Sumenep, Madura dengan nomor lamanya. Maklum, karena beda operator, Mas Alif akhirnya membeli nomor khusus agar tidak boros saat berkomunikasi denganku. Karena belum memprioritaskan membeli dua HP untuk keperluan ini, akhirnya memang kedua nomor itu harus dipakai bergantian. Karena sudah tidak banyak yang harus dibicarakan dengannya, aku tidak keberatan dengan kondisi ini.

Sampai Suatu Hari Aku Menerima Telepon

Lalu suatu hari, di pagi Ramadan yang basah karena hujan lebat, aku pun memandang rinai hujan dari jendela. Aku beranjak saat mendengar handphoneku berbunyi. Panggilan dari Mas Alif. Aku mengucap salam sambil tetap memandang rinai hujan di luar.“Wa’alaikumsalam," suara berat menyahut. Aku tertegun, ini bukan suara Mas Alif yang renyah. “Maaf, ini dengan siapa?” aku bertanya heran.“Mbak keluarga pemilik handphone ini? Saya dari Kepolisian Sumenep. Pemilik handphone ini kecelakaan, meninggal di tempat."Polisi tadi masih mengucapkan beberapa kalimat yang seolah terdengar dari kejauhan. Aku gemetar, rinai hujan di luar berpindah ke kedua mataku. Ketetapan Allah telah dijatuhkan, insya Allah ini yang terbaik. Aku meyakinkan diri sendiri bahwa Allah selalu menyembunyikan hikmah di balik setiap peristiwa. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa Mas Alif dan memberikan balasan terbaik bagi setiap amal shalihnya. Semoga aku menjadi muslimah yang ikhlas menjalani ketetapan Allah dan selalu istiqamah menjalankan perintah-Nya. - Surabaya, 10 Ramadhan 1437 H

-oOo-

LOMBA KISAH RAMADAN VEMALE.COM

Mengulang sukses Lomba Kisah Ramadan Vemale.com 2015, kami kembali mengajak para sahabat untuk membagi kisah inspirasi. Kisah ini bisa tentang suka duka ketika memutuskan memakai hijab, kisah seru di bulan Ramadan, bagaimana rasanya menjadi istri pada puasa pertama, bagaimana rasanya jauh dari keluarga saat Lebaran atau kisah apapun yang meningkatkan sisi spiritual dan kedekatanmu dengan Allah SWT.

Kirim kisahmu melalui email ke redaksivemale@kapanlagi.net 

Subjek email: KISAH RAMADAN VEMALE

Hadiah Lomba:

  • 20 kisah yang ditayangkan akan mendapat koleksi hijab Ria Miranda.
  • 5 kisah terbaik akan mendapatkan koleksi hijab dan koleksi busana muslim dari Ria Miranda.

Kami tunggu kisahmu hingga tanggal 5 Juli 2016. Pemenang akan kami umumkan tanggal 13 Juli 2016.

Contoh kiriman pembaca pada Lomba Kisah Ramadan Vemale.com 2015:

Allah Akan Mengabulkan Doa di Waktu yang Tepat, Bukan di Waktu yang Kita Inginkan

6 Tahun Pacaran Beda Keyakinan, Perpisahan Menjadi Jawaban Dari Allah SWT

Kutemukan Hijab Setelah Terpuruk Dalam Dosa Duniawi

Dari satu kisah, kamu bisa menjadi inspirasi bagi jutaan wanita Indonesia.

Share your story :)

[pos_1]

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading