Sukses

Lifestyle

Dibutakan Cinta dan Menikah Tanpa Restu, Hidupku Berakhir Luka

Kisah berikut ini merupakan kiriman sahabat Vemale, Ninda, untuk mengikuti Lomba Kisah Ramadan 2016. Ia menceritakan sebuah episode dalam hidupnya yang berkaitan tentang cinta, pernikahan, dan restu orang tua. Ada banyak luka yang ia alami tapi hidup masih terus berjalan. Dengan kepingan hati yang tersisa, ia coba membuka lembaran baru.

***

Ramadan tahun ini tidak lagi diwarnai dengan kebersamaan dan keceriaan. Semudah membalikkan tangan, Allah dapat mengubah hati dan hidup seseorang dalam sekejap. Itulah yang saya alami saat ini. Memang harus saya akui bahwa kesalahan ini seharusnya dapat saya hindari apabila saya tidak terlalu angkuh dan menilai rendah orangtua saya.

Awal Kisah Saya dan Dia

Saya dan dia bertemu di pergantian tahun 2011 ke tahun 2012. Sahabat lama saya mengajak untuk hangout bersama teman-temannya pada malam tahun baru itu. Saya akui ini kali pertama saya untuk keluar malam dan saya bertemu dengan dia malam itu. Awalnya tak terbersit rasa apapun di hati ini ketika bertemu dengannya. Namun, ternyata saya salah dan malam itu mengubah hidup saya.

(vem/nda)

Transformasi Perilaku

Saya tadinya adalah anak rumahan yang sebagian besar waktu saya habiskan bersama orangtua. Namun, setelah malam itu, saya menghabiskan sebagian besar waktu saya dengannya. Saya lupa segalanya, bahkan saya seringkali meninggalkan sholat lima waktu yang dulu saya selalu kerjakan. Mabuk cinta, itulah tepatnya.

Bantahan dan cacian saya lontarkan ke orangtua ketika mereka melarang saya berhubungan dengan dia. Mereka beralasan kalau mereka tidak sreg melihat orang itu, yang katanya tidak selevel dengan saya. Saya selalu berpikir kalau orangtua saya tidak rela kehilangan saya dan trauma dengan masa lalu kakak saya. Sedikit flashback tentang masa lalu kakak perempuan saya yang berhubungan dengan beberapa pria tidak baik. Salah satu di antaranya ternyata pecandu narkoba dan penipu yang telah memanipulasi ayah saya untuk menanamkan saham puluhan juta rupiah di suatu lembaga keuangan.

“Mama matre, mama cuma pikirkan uang, uang, dan uang!” itulah salah satu kalimat yang saya teriakkan ketika mereka tidak merestui hubungan saya. Sebenarnya saya sudah mengetahui pendidikan dan pekerjaannya yang memang sepertinya tidak akan dapat mencukupi kehidupan keluarga. Namun, saya tidak peduli dan tetap ingin melanjutkan niat saya untuk menikah dengannya.  

Saat itu saya bertekad untuk memperjuangkan cinta saya. Uang! Itulah yang terlintas dalam pikiran saya untuk menyelesaikan masalah ini. Saya berjuang dalam kurun waktu satu tahun mengumpulkan uang untuk biaya pernikahan kami. Saya mengajar di sekolah international dengan posisi jabatan yang mumpuni juga di tempat les, dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Namun, saya tak menyadari mengapa saya hanya berjuang seorang diri, tanpa usaha dari calon suami saya.

Hari Pernikahan Kami

13 Oktober 2013, selang satu tahun lebih setelah pertemuan kami, akhirnya kami menyelenggarakan akad nikah dan resepsi yang boleh dibilang agak megah di sebuah restoran elit.

Setelah saya mengultimatum orangtua bahwa saya tidak akan pernah menikah apabila saya tidak diizinkan untuk menikah dengannya, akhirnya orangtua saya merelakan saya untuk menikah dengannya walaupun dengan sangat terpaksa. Saat itu saya bangga dan bahagia karena saya berhasil membujuk orang tua dan bahkan dapat menyelenggarakan pernikahan ratusan juta rupiah dengan uang dan usaha saya sendiri. Tidak sedikit pun saya sadari bila orangtua menangisi kepergian anaknya.

Neraka itu Datang

Dalam tiga bulan pernikahan kami, apa yang ditakutkan orangtua saya akhirnya terjadi. Suami saya memukul dan mencekik leher saya. Ini terjadi karena saya tidak suka apabila mobil saya selalu dipakai untuk antar jemput keluarganya dan saya juga menagih hutang keluarganya ke saya. Saya menangis dan meratapi nasib saya. Namun, saya berpikir kalau saya tidak boleh kalah dan orangtua tidak boleh tahu. Saya dekati dia dan meminta maaf.  

Maaf, maaf, dan maaf itu yang selalu saya katakan setiap kali kami berselisih pendapat. Saya merendahkan diri di hadapan dia dan keluarganya walaupun secara keseluruhan biaya rumah tangga dibebankan ke saya.

Kemudian, kami memutuskan untuk punya anak ketika dia sudah didesak kedua orang tuanya. Kami berusaha dan sampai akhirnya saya mengandung.

“Plak!” pukulan itu menghantam saya kembali pada saat saya sedang hamil. Apa sebabnya? Karena saya menanyakan sampai kapan kakaknya dan keluarganya tinggal menumpang di rumah kami. Saya beranikan bertanya setelah dua bulan mereka tinggal di rumah kami. Saya memang tipe orang yang membutuhkan privasi ketika seharian bekerja dan tidak terbiasa untuk tinggal dengan banyak orang di rumah kecil tipe 36.

“Maaf,” itu kata yang saya sampaikan setelah dia memukul saya. Saya terlalu takut untuk jujur ke orangtua saya.

Kelahiran Anak Kami

Saya selalu beranggapan kelahiran anak dapat mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Namun, sepertinya saya belum cukup siap untuk menjadi seorang ibu yang baik. Bahkan, saya tidak bisa menggendong bayi saya sendiri karena saya tidak punya pengalaman sama sekali tentang merawat bayi.

Saya sangat kecewa ternyata janji mertua saya untuk merawat bayi saya ternyata hanya harapan palsu karena mereka bahkan tidak tahu bagaimana merawat anak dengan baik. Bahkan, suami saya masih terlihat lebih cekatan daripada mereka. Akhirnya suami saya memutuskan untuk tinggal di rumah untuk merawat bayi. Bagaimana dengan pekerjaan suami?  Dia sudah tidak digaji dua bulan dan selama itu saya yang menanggung biaya perjalanan dia dari rumah ke kantornya yang sangat jauh itu.

Selang satu tahun usia anak kami, terjadi lagi kembali pertengkaran hebat itu. Dia memutuskan meninggalkan rumah dan memaksa saya memberitahu orang tua saya. Saya sangat takut dan terbebani atas ancamannya.

Karena desakan itu dan kebingungan siapa yang akan mengasuh anak saya ketika saya bekerja, saya memutuskan untuk memberitahu orang tua saya. Saya terhenyak ketika mereka mengakui apabila mereka mengetahui neraka rumah tangga saya padahal selama ini saya selalu merahasiakan dari siapapun juga.

Berbagai peristiwa memang telah terjadi sepanjang kehidupan rumah tangga kami, ketidakberuntungan selalu saya alami. Mulai dari kejadian-kejadian tidak menyenangkan di kantor, di rumah, maupun di perjalanan. Peristiwa terakhir yang sangat saya sesali adalah ketika saya membentak orangtua saya ketika menelpon saya dan menanyakan apakah selama ini dia memperlakukan saya dengan baik. Mama saya menceritakan kalau beberapa malam belakangan ini papa saya selalu menangis setelah shalat malam dan selalu terbayang wajah saya dan suami. Dan, selang beberapa hari kemudian saya, suami dan anak saya mengalami kecelakaan mobil beruntun yang menyebabkan mobil baru saya hancur.

Ya, orangtua saya kecewa dan terlebih lagi karena saya membiayai keluarga suami saya dengan membayarkan hutang mereka. Sedih dan terpukul, ya, karena mereka lebih mementingkan uang dan janji saya untuk membantu mereka dengan jalan kekerasan dan mengancam untuk melaporkan saya ke polisi dengan alasan yang tidak mempunyai dasar hukum itu. Saya pun terpaksa pindah dari rumah yang saya tinggali sekarang.

Inilah Saya Sekarang

Orangtua saya mendukung saya untuk berpisah dengan suami. Ironis, saya tidak bisa lagi berjuang atas nama cinta. Ketika logika harus berbicara, saya harus merelakan semua termasuk merelakan anak saya untuk diasuh oleh kedua orangtua di lain kota sementara saya harus menata kembali hati dan kehidupan saya. Selain itu, untuk antisipasi bila sewaktu-waktu keluarga suami saya datang untuk merebut anak saya.

Kini, saya harus menempuh 450 km dalam dua minggu sekali untuk menemui anak saya yang berumur satu tahun dan masih sangat bergantung kepada ASI. Tak hentinya saya menyesali keegoisan dan keangkuhan pada masa lalu yang akan mempengaruhi masa depan anak saya.

Maaf, hanya satu kata itu yang bisa saya sampaikan kepada orangtua dan anak saya. Semoga bulan yang penuh berkah ini dapat membuat saya lebih dekat kepada Allah SWT dan untuk selalu percaya bahwa segalanya tidak akan berjalan lancar tanpa adanya restu dan ridha dari orangtua.

Dari seorang anak yang pernah durhaka,
Ninda (bukan nama sebenarnya)
- BSD City

-oOo-

LOMBA KISAH RAMADAN VEMALE.COM

Mengulang sukses Lomba Kisah Ramadan Vemale.com 2015, kami kembali mengajak para sahabat untuk membagi kisah inspirasi. Kisah ini bisa tentang suka duka ketika memutuskan memakai hijab, kisah seru di bulan Ramadan, bagaimana rasanya menjadi istri pada puasa pertama, bagaimana rasanya jauh dari keluarga saat Lebaran atau kisah apapun yang meningkatkan sisi spiritual dan kedekatanmu dengan Allah SWT.

Kirim kisahmu melalui email ke redaksivemale@kapanlagi.net 

Subjek email: KISAH RAMADAN VEMALE

Hadiah Lomba:

  • 20 kisah yang ditayangkan akan mendapat koleksi hijab Ria Miranda.
  • 5 kisah terbaik akan mendapatkan koleksi hijab dan koleksi busana muslim dari Ria Miranda.

Kami tunggu kisahmu hingga tanggal 5 Juli 2016. Pemenang akan kami umumkan tanggal 13 Juli 2016.

Contoh kiriman pembaca pada Lomba Kisah Ramadan Vemale.com 2015:

Allah Akan Mengabulkan Doa di Waktu yang Tepat, Bukan di Waktu yang Kita Inginkan

6 Tahun Pacaran Beda Keyakinan, Perpisahan Menjadi Jawaban Dari Allah SWT

Kutemukan Hijab Setelah Terpuruk Dalam Dosa Duniawi

Dari satu kisah, kamu bisa menjadi inspirasi bagi jutaan wanita Indonesia.

Share your story :)

[pos_1]

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading