Sukses

Lifestyle

Curhat Cinta: Calon Ibu Mertua Tidak Suka Saya, Hubungan Makin Menggantung

 

Dear tim Vemale,

Nama saya T, usia saya 24 tahun.

Saya ingin bercerita soal kehidupan cinta saya. Saya punya seorang kekasih, bernama SR usia 33 tahun. Kami kenal sudah 2 tahun, 1 tahun berteman, 1 tahun berpacaran. Kami bertemu di tempat kerja, saat itu dia adalah manager yang menginterview saya. Kemudian kami melakukan pendekatan, akan tetapi dia tiba-tiba saja menghilang dan tidak melanjutkan PDKT dengan saya. Alasannya karena dia belum merasa sreg dengan saya. Lalu disaat yang bersamaan dia berhenti bekerja karena ada proyek yang harus diselesaikan di organisasinya.

Berbulan-bulan kemudian saya berpacaran dengan kakak ipar sahabat karib saya, bernama T. Kami menjalani hubungan hanya 6 bulan. Hubungan jarak jauh akhirnya memisahkan kami, sebab saya tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh.

Tetapi saat saya masih pacaran dengan T, saya didekati lagi oleh SR. Dia tiba-tiba datang dan ingin bersama saya kembali. Saya masih menyimpan rasa yang mendalam pada SR, akhirnya setelah sebulan putus dengan T, saya menjalin hubungan dengan SR

Di awal, hubungan kami menyenangkan, bahagia dan kami ingin segera menikah. Saya merasa dia memang orang yang tepat untuk saya. Dia sangat mengerti saya, dewasa, humoris, dan selalu ada untuk saya. Hari-hari kami diisi dengan kenyamanan, dan menyenangkan, walaupun sekali-kali kami pernah terlibat pertengkaran, tapi tak pernah berlangsung lama.

Pada awal tahun 2014, kami mulai mendapat cobaan. SR sakit sampai harus dibawa ke rumah sakit. Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Biaya yang dikumpulkan untuk pernikahan kami terpaksa dipakai untuk membayar rumah sakit. Kemudian masa-masa sulit lain mulai menghampiri kami. SR yang sebelumnya mengurusi hotel keluarganya, tiba-tiba tidak mengurus bisnis itu lagi, pendapatannya mulai berkurang. Usahanya pun mengalami penurunan karena terbengkalai akibat sakit saat dirawat di rumah sakit. Tetapi, kami bisa mengatasi hal tersebut, dan uang tidak menjadi masalah bagi kami.

Kemudian hal yang tidak terduga datang kepada kami, ayahanda SR wafat. SR mengalami pukulan yang berat dengan kepergian ayahandanya. Dia adalah anak bungsu dari 2 bersaudara. Kakaknya telah lebih dulu menikah dan mempunyai anak 2. Ibundanya selama ini tinggal bersama ayahanda. Dengan kejadian tersebut, segalanya berubah. Karena SR adalah anak bungsu dan belum berumah tangga, otomatis apa yang menjadi keperluan ibunya, baik secara finansial ataupun sekedar menemani ibunya pergi, menjadi tanggung jawab SR sekarang. Ibundanya sudah berumur 50 tahun ke atas, tetapi masih sehat. Hanya saja, ibundanya masih belum bisa menerima kepergian suami tercinta.

Kemudian suatu hari, ibu SR mengajak saya bertemu, dengan SR tentunya. Kami makan dan mengobrol. Lalu tiba-tiba saat SR pergi untuk salat Ashar, ibundanya mengatakan sesuatu yang sangat menyakitkan hati. Isi perkataannya bukan hinaan atau cacian, tapi inti dari perkataannya adalah pengandaian jika ternyata saya tidak berjodoh dengan SR, saya harus bisa tetap menjadi keluarga atau adik bagi SR. Sungguh di luar dugaan perkataan dari ibundanya tersebut.

Saya shock dan rasanya ingin menangis. Yang ada di benak saya adalah apakah ibunda SR tidak setuju dengan saya? Kemudian setelah SR selesai salat, dia melihat perubahan wajah saya, lalu dia bertanya tetapi saya tidak menjawab.

Keesokan hari, saya meminta putus darinya. Karena emosi, saya mengatakan apa yang telah ibunya katakan pada saya. Kemudian ia bersama ibundanya pergi ke rumah saya untuk bertemu mama saya. Saya bingung sekali saat itu, maksudnya apa mereka datang ke rumah saya. Tetapi mama saya berkata bahwa ibunda SR ingin menjelaskan maksud perkataannya pada saya. Tetapi bukan penjelasan yang didapat, yang ada hanya pembelaan ibunda SR dan penghinaan kepada saya secara tidak langsung. Beliau mengatakan saya seperti tidak pernah belajar agama, bertindak tanpa dipikir dan saya mengumbar emosi saja.

Lalu mama saya berkata kepada saya untuk mengalah dan meminta maaf. Karena walaupun begitu, ibundanya sudah tua dan kita sebagai anak muda harus mengalah. Akhirnya saya pun meminta maaf dan memperbaikinya, serta tidak mengungkit kembali masalah tersebut dengan ibunda SR.

Setelah kejadian itu, tidak ada keganjilan dalam hubungan SR dan saya, kami masih bersama. Akan tetapi ada banyak perubahan yang terjadi, seperti waktu intensitas pertemuan kami lebih sedikit sebab SR tidak bisa pulang malam ataupun pergi bebas karena menjaga ibunya. Kami seperti hidup masing-masing. Kami tak lagi pergi bersama, lebih banyak saya pergi tanpa dia. Kami pun jadi jarang berkomunikasi.

Obrolan tentang pernikahan semakin tidak ada. Pernah ada obrolan sedikit, mengenai tempat tinggal kami setelah menikah. Awalnya SR sudah membeli rumah untuk kami tinggali, akan tetapi dia mengatakan untuk tinggal bersama ibundanya. Walaupun hati kecil saya berkata tidak setuju, tapi saya mengiyakan karena saya pikir tidak apalah, saya bisa mengurus ibunya juga. Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi.

Kami jarang sekali membicarakan hubungan pernikahan. Padahal saya sudah memesan baju pengantin, belanja untuk seserahan, dan mensurvey vendor-vendor pernikahan. Awalnya kami akan melangsungkan pernikahan akhir tahun ini. SR sudah berbicara pada mama saya bahwa ia sanggup menikahiku akhir tahun ini. Sebelum ayahandanya meninggal, SR sempat berbicara seperti itu pada mama saya. Bahkan keluarganya akan melamar setelah Lebaran. Tetapi keadaan semakin berubah. Kami seperti menjauh.

Pada suatu saat saya mengatakan putus untuk yang kedua kalinya karena tidak tahan dengan keadaan menggantung seperti sekarang. Kita sempat cekcok dan ia berkata sejujurnya bahwa keadaan finansialnya sedang kacau, ia memang tidak dapat memberikan kepastian saat ini. Ia takut dengan keadaan ekonominya sekarang ia tidak dapat menafkahi saya. Apalagi ia berkata bahwa saya adalah anak tunggal, tulang punggung keluarga saya. Padahal pada kenyataannya, alhamdulilah orang tua saya tidak terlalu bergantung pada saya. Justru orang tua sayalah yang selalu mendukung saya untuk cepat menikah dan berumah tangga.

Berbanding terbalik dengan ibunda SR yang berkata untuk tidak menikah segera karena keadaan finansial yang masih tidak menentu. Setelah ditelaah, penghasilan SR ternyata tidak terlalu kurang. Bahkan jika dibandingkan beberapa orang teman saya yang sudah berumah tangga, mereka bisa bertahan dengan keadaan ekonomi yang kurang dan pas-pasan.

Saya bingung, apa yang saya harus lakukan, apakah tetap menunggu atau tidak?

Dari beberapa pengalaman aneh dengan ibundanya, saya merasa ibundanya tidak terlalu suka dengan saya. Perlakuannya terhadap saya selalu cuek dan saat kami putus untuk yang kedua kali, beliau tidak berkata apa-apa. Bahkan beliau cenderung mendukung keputusan untuk berpisah, lalu berkata bahwa jodoh tidak akan kemana. Sedangkan mama saya sangat terpukul dan kaget, apalagi mama saya menaruh harapan besar kepada SR untuk menikahi saya karena dia sudah berjanji. Apa yang harus saya lakukan? Di satu sisi saya merasa jengah dan jenuh dengan keadaan tidak pasti seperti sekarang.

Terima kasih tim Vemale,

Salam hangat,

 

(vem/yel)

Jawaban Dari Dating Coach Indonesia

Jika kamu memang percaya dengan ungkapan "kalau memang jodoh pasti tidak akan kemana", mestinya kamu tak perlu merasa gundah. Setiap manusia sudah ditetapkan oleh Tuhan siapa pasangan jiwanya. Perasaan antara masih sayang dan ragu muncul karena status yang menggantung dan jadi dilema panjang. Status yang menggantung sebenarnya terjadi karena si korban hanya menunggu kepastian dari orang lain dan tidak memberikan kepastian pada diri sendiri.

Antara masih sayang dan ragu karena akhirnya status malah menggantung mungkin menjadi dilema yang tak berkesudahan, status yang menggantung terjadi karena si korban hanya menunggu kepastian, dan bukan memberi kepastian pada dirinya sendiri.

Jika kamu merasa dia memang jodoh yang tak akan kemana, maka coba buat keputusan untuk menyudahi atau terus melanjutkan hubungan dengannya. Jangan ragu memilih, sebab setiap pilihan selalu ada risikonya. Kebahagiaanmu jauh lebih penting, ingat itu. Jika kekasihmu ragu-ragu untuk menikahimu lantaran masalah financial, berarti dia ragu akan kemampuan kalian berdua dan kemampuan Tuhan dalam mencukupi rezeki setiap makhluk yang ada di Bumi dan di langit.

Foto: copyright Satria Utama

Terkadang kita harus bisa melepaskan sesuatu yang kita anggap berharga, demi mendapat pengganti terbaik yang telah Tuhan siapkan untuk kita. Tanyakan pada dirimu apakah kamu memang layak untuk bahagia, dengan atau tanpa dia? Jika jawabanmu "YA", maka kamu tidak akan ragu untuk memilih untuk tetap bersama atau cut sampai di sini saja dan membuka hati pada seseorang yang lebih baik dan lebih tegar dari kekasihmu sekarang.

Cinta butuh kepastian, dan kepastian itu tak perlu ditunggu. Kamu yang harus memutuskan untuk memberi kepastian pada diri dan hidupmu sendiri, bukan orang lain. Manusia hanya bisa berupaya dan Tuhan-lah yang memutuskan. Jika kekasihmu sudah berjanji pada orang tuamu untuk menikahimu, namun saat ini dia ragu, berarti Tuhan punya rencana lain untuk hidupmu.

Semoga jawaban saya bermanfaatnya untukmu. Terima kasih.

 

 

Satria Utama (@Satria_cs)

Dating & Relationship Coach Indonesia

Website: satriautama.tumblr.com

Informasi pendaftaran private coach:

082125998332 (No SMS)

Kamu juga punya masalah cinta dan ingin curhat pada pakar cinta Satria Utama dari Dating & Relationship Coach Indonesia? Kirim email dengan subject email: CURHAT CINTA ke redaksivemale@kapanlagi.net. Kalau curhat ke teman malah bikin galau, curhat ke Vemale.com saja ;) 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading