Sukses

Parenting

Di Balik Kasus Pemerkosaan, Masihkah Manusia Menjadi 'Manusia'?

Perkosaan adalah kejahatan paling keji yang bisa dilakukan oleh manusia terhadap manusia lainnya. Bukan harta atau benda yang dirampok dan diambil paksa, namun kesucian, mental dan harga diri seorang manusia yang dikoyak - koyak, dinodai lalu dilemparkan kembali ke mukanya, mungkin sambil tertawa puas. Menganggap korbannya seolah secarik handuk yang sudah digunakan lalu dibuang begitu saja.

Korbannya seringkali bukan saja mengalami gangguan fisik, seperti luka atau infeksi di sekitar alat reproduksinya, dan terkena penyakit menular hingga bahkan berujung pada kehamilan, namun lebih dari itu. Korban juga mengalami penderitaan karena luka dan trauma psikis yang tak akan tersembuhkan secara total sepanjang hidupnya. Trauma kejiwaan ini bisa dalam berbagai bentuk tergantung masing - masing orang di tiap - tiap kejadian. Namun umumnya dampak psikis bisa dipastikan terjadi pada korban - korban yang diperkosa. Berikut deretan panjang jenis gangguan jiwa dan psikologis yang mungkin bisa dialami para korban perkosaan;

Post-traumatic stress disorder (PTSD) – Depresi - Mimpi buruk, gangguan tidur, gangguan makan dan flashback  – Kelainan jiwa - Rasa bersalah - Was - was dan curiga yang berlebihan - Marah, dendam - Merasa tak berdaya, tak berharga dan kotor - serta lain sebagainya.

Gangguan - gangguan kejiwaan dan penyimpangan perilaku ini bukan sekedar diidap para korban perkosaan dalam hitungan hari, bulan ataupun tahun, namun bahkan mungkin sepanjang hidupnya. Pada intinya, perkosaan akan merubah hidup korbannya seketika itu juga dan tidak akan bisa kembali normal seperti sedia kala.

Beberapa waktu belakangan, kita dikagetkan oleh kejadian nista sekaligus tragis yang terjadi di sudut Provinsi Bengkulu. Sebuah perkosaan terhadap seorang remaja putri berinisial 'Y', yang masih belia oleh belasan remaja laki - laki lain, yang sebagian pelakunya justru adalah kakak kelas di sekolahnya. Tak berhenti di situ saja, saat hajatnya telah terlampiaskan, tubuh lemah terlukanya yang sudah tak berdaya, lalu dihabisi dan kemudian dilempar begitu saja ke dalam jurang tak jauh dari lokasi kejadian. Sadis, biadab, tak bernurani dan tak berperikemanusiaan. Sangat mengerikan jika mengingat korban dan pelaku sama - sama masih berusia belasan, yang sebenarnya sama - sama masih memiliki masa depan yang panjang. Dan peristiwa inipun menjadi sebuah tamparan telak bagi bangsa ini yang belum lama memperingati Hari Pendidikan Nasional.

Walau diyakini bahwa kejadian ini hanyalah 'puncak gunung es' dari sekian banyak kasus - kasus perkosaan di negeri ini, namun tetap saja peristiwa perkosaan di Bengkulu ini membuat semua orang terguncang. Berbagai respon dan tanggapan, beragam keprihatinan dan kutukan dilontarkan. Menarik perhatian para petinggi negeri ini untuk turun tangan mencoba bersimpati dan lalu berjanji akan mengambil tindakan sesuai kapasitasnya sendiri - sendiri. Apapun itu, segalanya telah terjadi. Nyawa gadis kecil 'Y' telah melayang pergi dan tak akan bisa kembali. Meninggalkan keluarganya dalam luka menganga dan tanda tanya besar di hati. 'Kenapa ini bisa terjadi?' Ya, kenapa bisa terjadi? Kenapa remaja - remaja ini sudah sedemikian menghamba kepada libido dan memuja sex sedemikian rupa? Hingga rela melakukan tindakan keji kepada gadis kecil yang tak berdaya yang sehari - hari juga dikenalnya?

Ada beberapa pihak yang mengusulkan untuk 'segera mencari akar permasalahannya', namun ada yang berpendapat 'sudahlah tebang saja dahan yang terlanjur busuk berbenalu' semacam para pelaku perkosaan itu dan hukum mereka seberat - beratnya, dikebiri saja jika perlu. SPINMOTION (Single Parents Indonesia in Motion) mengusulkan satu hal; "Hei para remaja, belajarlah kepada kami, para janda dan duda dalam mengendalikan libido, mengolah hasrat ragawi yang manusiawi ini untuk menjadi 'teman', dan bukan menjadi setan".

Coba belajarlah kepada para suster dan romo di seminari - seminari, yang telah memutuskan dalam keyakinannya untuk melakukan selibat abadi. Menanggalkan nafsu syahwati, berganti jubah keiklasan untuk mengabdi dan melayani. Atau belajarlah kepada para biksu dalam mengendalikan diri, mengontrol panca indra, mengasah naluri dan mengendalikan emosi, dalam 'semedi' mereka dalam hidup mereka sehari - hari. Atau puasalah setiap dua hari sekali, seperti Nabi Daud, jika masih punya keyakinan bahwa semua manusia akan mati dalam hidup sementara yang hanya sekali ini. Dan yang kekal hanyalah di sana nanti. Tempat di mana gadis kecil 'Y' telah mendahului kita semua kembali kepada Sang Pencipta.

Namun jika memang mereka, para hamba libido dan para pemuja seks itu tetap ingin menuruti kehendak hati dan nafsu syahwatinya sendiri, mungkin lebih baik kumpulkan saja mereka dengan para kera. Bebaskan saja mereka, di habitat yang sesuai dengan perilaku mereka. Di mana seks dan pemerkosaan dihalalkan dan menjadi kebiasaan bebas dalam keseharian. Kera-kan mereka, karena pemerkosaan adalah tindakan yang paling sesuai dan cocok untuk dilakukan oleh bangsa kera di hutan belantara sana. Ya, karena 'RAPE is an act of apes and never goes along with humanity'.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/


(vem/wnd)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading