Sukses

Parenting

Ayah, Terima Kasih.. Demi Tas Baruku, Engkau Rela Menjual Pohon di Kebun

Sebuah kisah nyata yang ditulis oleh seorang wanita yang begitu sayang dan sangat berterima kasih kepada sang ayah. Wanita ini ingat betul bagaimana 10 tahun yang lalu sang ayah rela menjual pohon di kebun untuk membelikannya tas. Wanita ini ingat betul bagaimana sang ayah selalu mendidiknya untuk menjadi anak yang disiplin, mandiri dan pekerja keras. Wanita ini ingat betul bagaimana sang ayah telah menjadi pahlawan hidup untuknya dan keluarganya. Terima kasih, ayah.

 

***

 

Ayah adalah pahlawan dalam hidupku. Banyak sekali hal-hal dalam hidup ini yang ayah telah berikan padaku. Ayah berjuang dengan butir keringat yang ia punya demi memenuhi kehidupanku. Masih teringat jelas dalam pikiranku, saat aku duduk di bangku SMP, di mana saat itu aku sebagai anak ABG yang sangat suka dengan perabotan sekolah yang bagus dan banyak sedangkan kenyataannya aku tak punya. Ayah, dengan penuh semangat dan keikhlasan selalu berusaha memenuhi keinginanku untuk memiliki perabot itu.

Saat SMP, aku hanya punya satu tas yang sudah sobek. Dan kalau kena hujan, bukunya pun basah. Sedih rasanya mengingat akan hal itu. Karena tasku robek, aku pun berusaha meminta pada ibu. Tapi, ibu tidak membelikanku tas baru untukku.

Aku pun berinisiatif untuk pinjam tas teman yang tidak satu sekolah denganku. Tujuanku sebenarnya sederhana, aku hanya ingin agar teman-teman yang satu sekolah denganku tidak tahu kalau tas itu tas pinjaman. Hari pertama saya pinjam tas teman rupanya sukses. Tapi, di hari kedua, saat mau berangkat sekolah dan berpamitan dengan ayah, ayah bertanya padaku, tas siapa yang aku bawa. Dan aku pun menjawab bahwa itu tas milik teman. Aku meminjamnya.

Gilang dan ayah | Photo: Copyright Doc Gilang Setyandhini

Darrr... saat itu juga ayah marah dan memarahiku. Masih jelas aku ingat, ayah membentakku dan minta aku untuk mengembalikannya pagi itu juga. Tak mau kalah dengan ayah, aku pun marah sekali dan menangis sejadi-jadinya saat itu juga. Aku benci sekali pada ayah. Benci, ya, aku benci ayah. Meski aku sudah menjelaskan temanku tak apa-apa tasnya aku pinjam dan ibu tidak membelikanku tas baru, ayah tetap memarahiku dan menyuruhku untuk segera mengembalikan tas itu.

Karena kejadian itu, aku pun memilih diam, ngambek bahkan tak bertegur sapa dengan ayah. Selang tiga hari dari kejadian itu, tepatnya hari minggu, ayah mengajakku untuk membeli tas baru. Ya, meskipun tas yang dipilihkan ayah untukku tidak terlalu bagus apalagi mahal.

Dibelikan tas oleh ayah, rasanya senang sekali hatiku. Saking senangnya, aku tak berpikir dari mana ayah dapatkan uang untuk membeli tas. Aku sangat egois, mungkin saat itu ayahku pontang-panting cari uang tambahan untuk membelikan aku tas. Dan benar, ibuku bilang padaku saat itu ayahku memang menebang kayu yang ada di kebun kemudian dijual ke tukang potong kayu. Mulai saat itu, aku merasa bangga dan senang pada ayah. Aku juga merasa kasihan dan terharu. Berkat ayah, aku tumbuh dengan baik. Berkat didikan ayah yang disiplin pula, kini aku tumbuh menjadi pribadi yang mandiri.

Ya, selama ini, ayahku selalu menempatkanku pada kedisiplinan yang tinggi. Ayah selalu mengontrol jam berangkatku ke sekolah dan mengontrol tugas-tugas sekolahku. Ayah pun berkata kepadaku, "orang yang menghargai waktu, dia akan menghargai setiap kesempatan hingga dia tidak pernah ketinggalan peluang. Lihat saja orang yang disiplin pasti akan mencapai tingkat kesuksesan yang lebih dibanding mereka yang tidak."

Kini, aku pun merasakan manfaat didikan ayahku yang disiplin. Aku dapat menyelesaikan studi kuliahku tepat waktu. Aku mendapatkan kerja lebih cepat dari pada teman sebayaku. Kini, aku pun tahu tragedi 10 tahun yang lalu, tragedi di mana ayahku sangat marah atas tas yang kupinjam dari temanku. Ternyata, orang tua khususnya ayah, akan merasa sangat bersalah jika ia tidak mampu memberikan apa yang anaknya minta.

Sebenarnya, saat itu ayahku kecewa pada dirinya sendiri karena aku mencari sendiri apa yang aku mau. Ayah, maafkan sikap anakmu ini, aku sungguh menyesal karena pernah marah denganmu tanpa aku tau alasan kenapa engkau memarahiku saat itu. Sekarang aku mengerti betapa sayangnya dirimu padaku. Aku memahami betapa engkau berusaha untuk selalu membahagiakanku. Ayah, engkau sungguh pria yang luar biasa.

Ayah, aku sangat sayang padamu, pada ibu dan pada keluarga kita. Ayah, terima kasih untuk semuanya selama ini. Terima kasih ayah.  

 

***

Kisah nyata ini dikirim oleh Gilang Setyandhini untuk mengikuti Lomba Menulis Vemale.com Kisahku dan Ayah. Kamu juga bisa mengirimkan kisah tentang ayah dan berkesempatan memenangkan hadiah spesial dari kami berupa batik Negarawan lho Ladies. Tunggu apa lagi, segera kirim tulisanmu sebelum terlambat ya. ^___^

(vem/mim)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading