Sukses

Parenting

Rahasia Keuangan Keluarga II

Rahasia Keuangan Keluarga I

Keluarga Fifi dan Vincent Kebahagiaan dalam Bentuk Lain.

“Saya dan suami, bukan pekerja kantoran. Tidak pernah punya tanggal tetap untuk pay day. Kami tidak punya gaji atau penghasilan tetap yang kemudian bisa diatur untuk ini dan itu,” begitu Irfita Karina Karamoy membuka cerita.

Istri entertainer, Vincent Rompies ini menambahkan bahwa jumlah penghasilan yang diperoleh pun tidak pernah tetap. “Daripada deg-degan terus tiap bulan mikirin apakah strategi finansial keluarga sudah benar atau belum, akhirnya kami sepakat memakai jasa financial planner,” kata penyiar radio ini.

Sebelumnya , Fifi pernah mencoba belanja investasi dan asuransi dalam berbagai bentuk. “Tapi, kok rasanya tiap bulan keluar uang dalam jumlah besar untuk  bayar asuransi dan investasi, tapi return-nya tidak memuaskan. Nyoba juga step-step keuangan untuk membenahi alokasi keuangan kami, tapi tetap tidak yakin. Setelah punya planner, saya merasa lebih aman. Setidaknya tidak merasa sendirian, ada pihak lain yang profesional dan sudah ahli dibidangnya yang menjaga uang kami. Lucunya, setelah di-check up, kami menyampaikan niat nonton konser di Singapura yang sudah lama ditunggu-tunggu. Planner kami justru menyarankan untuk pergi.” Memang seorang planner tidak selalu menyarankan penghematan besar-besaran.

Fifi menyadari dirinya termasuk easy going dalam hal keuangan. “Suami termasuk orang yang tidak mau pusing mengenai masalah keuangan. Ia menyerahkan semuanya ke saya.”

Kelahiran anak kedua, Gahan Adriel Rompies, dua tahun lalu, menjadi titik balik bagi Fifi dan Vincent untuk mulai membenahi keuangan keluarga. Kini, yang terpenting bagi mereka adalah dana darurat, dana pendidikan anak-anak, pensiun, kesehatan saat pensiun, kesehatan orang tua, serta dana haji untuk orang tua. Semua ditabung dalam bentuk investasi yang harus dibayar per bulan, atau karena penghasilan tidak tetap, setiap kali Vincent menerima uang, segala pembayaran langsung dilunasi.

Untuk keperluan sehari-hari, mereka berusaha lebih tertib mengikuti pos-pos yang sudah dibuat detail oleh financial planner. Mulai dari belanja bulanan, biaya tagihan air, listrik, telepon, pulsa handphone dan internet, TV kabel, biaya parkir, biaya tol, bensin, dan lain-lain. Kartu kredit hanya untuk keperluan membayar listrik dan telepon. “Dulu pernah lumayan rugi karena membayar asuransi unit link dengan car auto debit dari kartu kredit. Ternyata hasil return-nya tidak seberapa, padahal kena bunga juga,” cerita Fifi. Belajar dari pengalaman itu, Fifi dan Vincent yakin akan lebih nyaman jika hidup tanpa kartu kredit. Mereka belanja sesuai dana yang ada di rekening. Kalau ada sale tapi tidak ada dana, tidak akan dipaksakan. Kalau sangat menginginkan sesuatu, mereka harus menabung dulu. Tapi balik lagi, jika uang sudah terkumpul, selalu investasi lagi yang didahulukan.

Fifi yang dulu punya kebiasaan jalan-jalan ke mal bersama keluarga setiap weekend, merasa terbantu karena jadwal Vincent sangat padat. “Kami jarang pergi ke mal atau makan di luar. Ini sangat membantu untuk berhemat. Kami malah lebih memilih pergi ke rumah teman. Di sana, kami bikin kegiatan yang menyenangkan untuk anak-anak, misalnya berenang. Atau kami juga sering berkunjung ke rumah orang tua. Anak-anak senang bisa bermain bersama sepupu-sepupu.”

Pada akhirnya, kebiasaan baru ini justru lebih memberi kebahagiaan tersendiri bagi Fifi dan keluarga. Terutama saat melihat buku tabungan dan uang masih utuh tersimpan, yang artinya mereka telah berhasil tidak menghambur-hamburkan penghasilan untuk hal yang tidak penting.

Farrel Legolas Rompies, atau yang biasa dipanggil Lego, putera pertama Fifi dan Vincent juga merasakan dampak positif dari gaya hidup baru kedua orangtuanya. “Dulu ia mengira, jika orangtuanya tidak punya uang, maka cuma tinggal ambil di bank saja. Lebaran kemarin, ia menerima THR dari sanak keluarga. Saat itulah ia baru paham bahwa uang adalah hasil jerih payah yang kami kumpulkan.”

Melihat puteranya sudah mulai paham konsep uang, dengan cara sederhana Fifi mengajarkan cara mengelola uang dengan baik. Berapapun uang yang Lego punya, harus dibagi dua. Sebagian untuk dibelanjakan, sisanya ditabung. Fifi pun tidak membiasakan memberikan uang atau barang pada Lego dengan begitu saja. “Ia harus menabung supaya bisa lebih menghargai uang, juga bisa menjaga barang yang dibelinya dengan uang sendiri. Kecuali pada waktu-waktu tertentu, misalnya saat berulang tahun atau Lebaran, saya dan sanak saudara memberikan sesuatu yang istimewa buatnya. Ia akan mengingat terus momen bahagia itu, mengingat apa saja yang didapatnya pada hari itu, dan orang-orang yang memberikan,” tutur Fifi dengan nada ceria.

Keluarga Widi dan Dwi Tidak Semua Bisa Dibeli Dengan Uang

Sebagai seniman, Widi Mulia Sunarya, tumbuh dengan pemahaman bahwa segala sesuatu bisa didapat hanya dengan bekerja keras. Hasilnya, dipakai untuk memenuhi keinginan. Beruntung Widi memiliki ibu yang selalu mengingatkannya untuk berhemat. “Saya punya penghasilan sendiri sejak SD, dan sejak itu pula ibu selalu bawel agar saya tidak menghamburkan uang,” kata Widi yang tahun ini menginjak usia 32 tahun.

Sebelum menikah, penghasilan Widi dibagi dua. Sebagian dikelola sang ibu, sebagian lagi dikelola sendiri. Saat duduk dibangku SMA, Widi mulai mengerti perhitungan dan perencanaan keuangan. Tapi sayangnya kesadaran itu dikalahkan berbagai keinginan. “Sudah banyak maunya, sudah kenal merek. Belanja terus, tapi kaget kalau penghasilan habis,” kata Widi tertawa.

Widi merasa “ditampar” ketika kuliah di Universitas Indonesia, ibunya memberikan kunci rumah. Ternyata rumah itu dibeli dari penghasilan Widi yang dikelola beliau. “Sementara yang saya kelola sendiri berwujud  mobil, sepatu, tas dan jeans. Sisanya sampah,” selorohnya.

Sejak itulah, Widi berubah serius dalam mengelola keuangan. Ia ingin keuangannya terencana dengan baik. Termasuk saat menikah dengan pemain film, Dwi Sasono tahun 2007. “Dwi orangnya santai tapi optimis.”

Menabung adalah salah satu cara mengelola uang keluarga. Untuk operasional dan dana belanja yang aktif, Widi punya tabungan khusus. Hampir separuh penghasilan, bahkan lebih, diinvestasikan dalam macam-macam model. Untuk dana darurat mereka investasikan dalam bentuk rekasadana jangka pendek-menengah. Dana pendidikan Dru Prawiro Sasono, 3, dan Widuri Putri Sasono, 1, hingga SMP, juga menggunakan reksadana. Untuk SMA dan kuliah, pilihannya reksadana campuran. “Kami juga mulai investasi dalam bentuk emas sedikit demi sedikit.”

Sejak kecil, anak-anak sudah ditanamkan pemikiran bahwa tidak semua hal bisa dibeli dengan uang. “Memberikan sesuatu yang bernilai tidak selalu dengan membeli. Jika ingin sesuatu, anak saya sudah mengerti, biasanya yang bisa dibuat ibu-bapaknya, makanan atau mainan. Sesekali kami belikan barang juga sih, tapi tidak pernah jadi kebiasaan. Pergi berlibur, Dru diberi pengertian bahwa untuk membayarnya diperlukan sejumlah uang yang didapat melalui kerja keras. Bapak dan ibunya kerap pulang hingga dini hari atau bepergian jauh selama beberapa waktu, juga demi pekerjaan itu,” jelas wanita yang sedang mengumpulkan keberanian untuk berwirausaha ini.

Source: Goodhousekeeping, edisi November 2011, halaman 46- www.goodhousekeeping.co.id

(vem/tik)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading