Sukses

Lifestyle

Katanya Punya Online Shop Itu Enak? Kalian Belum Tahu Deritanya

Sejak adanya internet dan transaksi online, hidup kita benar-benar menjadi selangkah lebih mudah. Mau belanja ini-itu, ingin pesan makanan ini-itu, semuanya bisa dilakukan hanya lewat aplikasi atau messenger. Tinggal transfer, para penjual akan mengepak dan mengemasi pesanan kita. Sejurus kemudian, pesanan kita sudah sampai di depan mata. Betapa mudahnya ya?

Di balik segala kemudahan transaksi yang dijalankan online shop, ada secarik kisah-kisah yang mewarnainya. Pernak-pernik pembeli yang punya sejuta kisah, dari yang punya akal menipu sang penjual lewat editan struk ATM sampai digoda om-om pembelinya, bikin cerita berwirausaha online ini seru. Berikut ini sebagian kisah epik yang dituturkan sahabat Vemale tentang pengalaman tak terlupakan berjualan online yang pernah dialaminya.

Ongkir oh Ongkir

"Saya berjualan ayam bakar yang mana seporsinya dihargai sekitar Rp. 25 ribu. Saya sudah menjelaskan pada flyer promo, harga tersebut belum termasuk ongkir. Suatu hari, ada seorang calon pembeli pesan 2 porsi ayam bakar buatan saya. Setelah ditotal dan ditambah ongkir, jumlahnya sekitar Rp. 58 ribu. Rp. 50 ribu untuk 2 porsi ayam, Rp. 8 ribu untuk ongkir ke lokasi tujuan. Eh saya dimaki-maki, katanya kok harganya gak sesuai di flyer. Saya dibilang ambil kesempatan dalam kesempitan dengan menaikkan harga semena-mena, licik, makan uang haram. Yungalaaaah~ *nenggak bensin*" -- Mida, 35 tahun.

Struk ATM Photoshop

"Memang ada-ada aja caranya kalau mau menipu. Ada calon pembeli yang mengatakan sudah transfer sejumlah uang ke rekening saya untuk pembelian softlens dagangan saya. Saya coba cek di e-banking, uang tersebut belum masuk. Saya minta dia untuk cek, eh malah ngotot dan mengirimkan foto struk ATM. Untung barang belum saya kirim, soalnya jelas-jelas itu foto struk ATM diedit pakai Photoshop. Lha wong ngedit kok namanya nama saya, nomor rekeningnya salah." -- Diah, 26 tahun.

Nasi kotak budget Rp. 3 ribuan, ada?

"Saya menerima katering untuk nasi kotak hajatan. Harga 1 nasi kotak di saya cukup murah, minimal Rp. 10 ribu. Dari sekian calon pembeli, yang paling unik yang satu ini. 'Mbak, saya mau pesan nasi kotak, isi nasi kuning, ayam suwir, perkedel dan sambal goreng kentang ati. Budget per kotak Rp. 3 ribu ya'. Saya pikir saya salah baca. 'Maaf, Mbak, Rp. 30 ribu maksudnya?'. 'Bukan, Mbak, Rp. 3 ribu. Tiga ribu.' Saya curiga, ini orang kayaknya ke masa sekarang naik mesin waktu. Jangan-jangan dia masih terjebak di tahun 90-an. Rp. 3 ribu, minta nasi kotak segitu lengkap. Bayar parkir aja nggak cukup segitu, Mbak~" -- Dyah, 34 tahun.

Alamatnya di mana?

"Ada orang-orang yang mengira kami, para penjual online shop, adalah ahli nujum. Suatu hari, ada seorang calon pembeli yang setelah mbulet bertanya ini-itu, memutuskan memesan 2 buah lipstik pada saya. Setelah saya total harga dan ongkirnya, saya tanya di mana alamat pengirimannya. 1 jam, 2 jam, tidak ada balasan. Hingga akhirnya, 2 hari kemudian ia kembali menghubungi saya ... dengan capslock, "MANA BARANGNYA KOK BELUM DATANG-DATANG JUGA!". Lha gimana mau datang, wong alamatnya aja nggak dikasih hahahaha *elus dada*" -- Mira, 27 tahun.

Gimana sih, niat jualan apa nggak!

"Di semua status BBM dan admin online shop saya, tertulis jelas bahwa saya hanya melayani pemesanan roti di hari Senin-Sabtu. Hari Minggu libur. "Mbak, saya mau pesan rotinya, hari ini diantar ke alamat jalan xxxx, jam 10 ya." Saya jelaskan, hari itu saya libur. Eh, saya disemprot, "Gimana sih, Mbak! Niat jualan apa gak sih, kalo libur melulu mending gak usah jualan!" Duh, rasanya pengen jepit bibirnya pake tutup oven deh." -- Idah, 38 tahun.

Belinya di siapa, komplainnya ke siapa

"Saya kebetulan jualan makanan yang lagi ngehits di kota saya. Ada sekitar 2 sampai 4 seller yang menjual jenis makanan yang sama dengan yang saya buat. Suatu siang, saya mendapat SMS komplain dari seorang 'pembeli': "Gimana sih, Mbak, ini pancakenya keras! Gak enak, saya minta ganti rugi." Saya coba menanggapi dengan kepala dingin sambil mencari data si 'pembeli' ini dari daftar saya. Eh ... kok orang ini gak pernah order di saya ya. Saya cek berulang-ulang, namanya memang tidak terdaftar sebagai pembeli saya. "Maaf, Mbak, Mbaknya yakin beli pancake itu dari saya?" tanya saya, ragu. Ndilalah kok dijawab, "Ya saya nggak tau, pokoknya saya beli pancake mirip sama jualannya situ dan rasanya gak enak!". Saya cuma bisa melongo." -- Shinta, 29 tahun.

Saya cuma pengen ngobrol kok, Dek

"Sebagai penjual online shop yang mengadmini sendiri semua jalur pemesanan via BBM dan Whatsapp, dalam sehari ada lebih dari 10 pemesanan yang harus saya layani. Belum lagi kalau kena calon pembeli yang cerewet-cerewet itu. Duh, rasanya ngetik sambil akrobat deh. Nah, kok bisa-bisanya ada seorang pria paruh baya yang menghubungi akun LINE yang saya gunakan untuk berjualan, bukan buat beli kosmetik yang saya jual, tapi ... 'Saya cuma pengen ngobrol kok, Dek'. Langsung saya block akunnya. Pengen kayang deh rasanya, Om!" -- Mutia, 23 tahun.

Nggak jadi pesan ya, Mbak, saya mendadak gak kepengen

"Sebagai penjual makaroni schotel, saya memastikan semua pesanan pembeli saya diantar hangat-hangat supaya lebih enak disantap. Makanya pemesanan tidak bisa dilakukan mendadak, minimal H-1 lah. Ketika mendadak, seorang calon pembeli menghubungi saya, "Mbak, saya gak jadi pesan makaroninya ya, soalnya saya mendadak gak kepengen." Itu makaroni schotel yang baru saja keluar dari oven, seolah berpandang-pandangan dengan saya dan bilang, 'Kamu yang sabar ya ...'." -- Titi, 31 tahun.

Ada-ada aja ya ulah para calon pembeli ini. Yah, meskipun pembeli adalah raja, tetapi sebaiknya sebagai pembeli kita juga bisa memahami kesulitan para penjual ini dengan gak berlaku atau berucap seenaknya. Ah, apakah kamu punya pengalaman dan cerita unik lainnya sebagai penjual online shop, Ladies?

(vem/wnd)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading