Sukses

Lifestyle

Jodoh Bisa Datang Begitu Cepat Saat Hati Sudah Benar-Benar Siap

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Siapa sih yang tak ingin cepat lulus kuliah dan wisuda tepat waktu serta mendapatkan pekerjaan sesuai bidangnya setelah lulusan? Manusia boleh berencana tapi Tuhan yang menentukan hasilnya. Asalkan ada usaha harapan takkan ke mana.

Usai dinyatakan lulus dari perkuliahan, saya mencoba mencari pekerjaan sesuai dengan bidang yang sudah saya tekuni di kampus. Hingga sampai diterima menjadi guru di salah satu sekolah dasar swasta dekat rumah. Kuliah saya yang memang mengambil jurusan pendidikan tepat sekali dengan pekerjaan saat itu. Ayah adalah penentu jurusan kuliah saya dulu. Meski saya juga ikut berdiskusi tentang cocok tidaknya pilihan ayah untuk saya. Mencoba meyakinkan dalam hati dan berusaha menjalani perkuliahan dengan baik hingga bisa terselesaikan dengan hanya 7 semester dan mendapat nilai cumlaude.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Awal mulai mengajar pada tahun 2012 tepatnya di bulan September. Saya diterima sebagai guru pendamping kelas 1. Namanya masih 'fresh graduate' jadi masih banyak groginya saat menghadapi anak-anak di kelas. Butuh sedikit waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja. Terkait menyampaikan pelajaran, bersahabat dengan anak-anak, bergaul dengan para guru sampai dengan wali murid masih banyak masukan dari teman-teman. Mencoba menjalani dengan sepenuh hati hingga akhirnya saya dipercaya menjadi guru di kelas 1 lagi. Di tahun ke-3 dan ke-4 saya dipercaya menjadi wali kelas 1. Alhamdulillah dengan pengorbanan dan pelajaran banyak hal yang saya dapatkan.

Tidak hanya bisa menikmati saat di kelas saja dengan anak-anak, saat bergaul dengan para guru dan wali murid juga semakin hidup. Hingga salah satu wali murid ada yang menganggap saya sudah menikah karena begitu keibuan jadi nyambung sekali dengan anak-anak. Begitulah mata, hanya bisa memandang tanpa tahu kebenaran yang ada. Ternyata saat itu saya masih single.

Hobi terpendam saya juga bisa tersalurkan saat menjadi guru. Selain hobi menulis artikel saya juga suka mengabadikan momen dengan memotret. Selain tetap bekerja dan menghasilkan uang, saya juga bisa memotret acara-acara yang diadakan di sekolah dan terkadang saya kirimkan artikel kegiatan di media online dan surat kabar lokal.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Tiga tahun berlalu begitu cepat. Saya yang sebelumnya tidak begitu menikmati pekerjaan sekarang justru begitu mengasyikkan. Sampai mendapatkan reward karena bisa selalu berangkat lebih awal dari teman guru lainnya.

Uang dapat, teman dapat, pengetahuan dapat, kesempatan menyalurkan hobi pun saya dapatkan saat bekerja. Hingga sampailah disatu titik 'kejenuhan' karena rutinitas tersebut. Entah dari mana dorongan itu begitu kuat. Sampai diri ini tak kuat menahan. Padalah saat itu semua yang saya lakukan terasa mengasyikkan. Bertambah hari semakin mengganggu pikiran. "Apakah saya akan seperti ini terus? Sampai kapan?” tanya saya dalam hati.

Hingga di tahun ajaran baru saya mencoba menguatkan untuk tetap melanjutkan mengajar. Dalam hati pun ada sedikit keraguan. Tetapi tetap saja saya lanjutkan. Di akhir semester satu, gejolak jiwa terus memuncak tak kuat ditahan. Akhirnya saya sampaikan maksud hati untuk keluar dan tidak lagi menjadi guru di sekolah tersebut. Dan saya beranikan diri untuk menyampaikannya kepada kepala sekolah. Dan jawaban kepala sekolah jelas sekali tidak memperbolehkan keluar. Disarankan untuk menunggu sampai akhir tahun ajaran. Diskusi begitu alot namun pada akhirnya saya bisa keluar dengan baik-baik.

Apa yang akan saya lakukan setelah keluar? Terlintas jelas pikiran seperti itu dari awal akan keluar. Tetapi rasanya begitu lega bisa terlepas dari rutinitas menjadi guru dan bisa keluar dari 'zona aman'.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Semakin bertambah umur, keberagamaan seseorang pastilah akan semakin bertambah pula. Jiwa yang sehat dan hati yang bersih pasti menginginkan dari yang baik menjadi semakin baik. Begitu pula dengan saya waktu itu. Saya sudah berjilbab sedari usia SMP. Di perkuliahan dan kerja berjilbab bukanlah sesuatu yang berat bagiku. Beruntung saya sering berkumpul dengan mereka yang juga berjilbab meski umumnya masih menggunakan 'jilbab gaul'. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk berjilbab yang lebih longgar.

Banyak yang menyayangkan keputusan yang salah ambil. Teman-teman guru, wali murid, bahkan ada siswa yang juga menyayangkannya. Beberapa kerabat juga ikut menyayangkan keputusan saya waktu itu. Tapi saya coba sampaikan baik-baik bahwa ini memang sudah menjadi jalan saya. Ada yang bisa menerima ada yang tidak. Tapi inilah jalan hidup saya. Berani berbuat harus berani menanggung resikonya. Itu namanya tanggungjawab. Mereka hanya bisa menyayangkan hal-hal yang sifatnya duniawi semata.

Teman-teman seusia saya sudah banyak yang menikah. Bahkan ada yang sudah memiliki dua anak. Karena memang secara umur juga sudah matang. Tetapi saat itu saya masih juga sendiri. Hampa rasanya tidak ada teman berbagi cerita dan cinta. Tetapi harus mengadu kemana? Orangtua hanya bisa mendoakan, teman-teman hanya bisa jadi curhatan. Memang benar hanya Tuhan yang mampu beri ketenangan.

Mencoba menyingkirkan segala keraguan. Bukan uang atau teman. Bukan jabatan ataupun gelar. Memang diri ini haus akan kebenaran. Agar kebaikan demi kebaikan ku dapatkan. Saya coba untuk berhijab lebih longgar dari sebelumnya. Mengikuti kata hati yang semakin hari semakin kuat berbisik lirih di pikiran. Awal mengenal hijab hanya bisa mencela dalam hati dan membenci. Tapi kini dorongan hati justru berbalik rapi. Saya yang dulu begitu benci kini malah mencintai.

Sejak keluar dari pekerjaan saya merasakan hidup dari nol kembali. Mencari pekerjaan dan teman-teman yang satu paham dan satu tujuan. Saya bulatkan tekad untuk berhijrah dari yang sebelumnya baik menjadi lebih baik lagi. Semangat dan tekad kuat membuahkan hasil. Tidak sampai satu bulan saya sudah dapatkan pekerjaan kembali. Memang tidak seperti sebelumnya yang harus berbaju seragam rapi serta bersepatu dan membawa tas. Pekerjaan kali ini cukup memberi motivasi keagamaan kepada pasien rawat inap di salah satu rumah sakit swasta di daerah Banyumas. Kebetulan rumah sakit tersebut mau menerima wanita berhijab seperti saya.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Pekerjaan yang begitu menguras waktu karena jam kerja lebih banyak dibanding saat menjadi guru. Mencoba beradaptasi kembali dengan lingkungan kerja yang baru. Dengan pengalaman kerja sebelumnya, saya cukup cepat beradaptasi dengan rekan-rekan perawat dan petugas disana.

Basic perkuliahan yang memang pendidikan cukup mendukung pekerjaan kali ini. Namun karena berada di bidang kesehatan, saya tidak banyak tahu bagaimana menjaga diri agar tetap bisa fit meski berbaur dengan banyak pasien yang sakit. Akhirnya belum genap dua bulan bekerja saya positif terkena TB Paru. Mungkin karena saya kurang hati-hati saat bersama pasien akhirnya tertular.

Batuk-batuk dan sesak napas sering saya alami saat awal pengobatan. Tapi karena tekat saya ingin sembuh saya coba berjuang dengan berobat disela-sela waktu kerja. Apalagi saya termasuk orang yang tidak pandai minum obat tablet. Sebelum minum obat harus menggerus tiga butir tablet yang berukuran cukup besar. Selesai menggerus pun harus berjuang lagi meminumnya belum lagi rasa pahit yang akan dirasakan. Bagi sebagian orang hal seperti ini mungkin cukup mudah. Tetapi bagi saya butuh banyak pengorbanan.

Perjuangan belum berakhir. Selesai minum obat efek mual dan tidak nafsu makan segera saya rasakan. Tubuh saya yang sudah kurus kini makin kurus. Sabar sabar. Hanya bisa mencoba menghibur diri. Saya yakin saat seseorang berhasil melewati ujian akan dapat keistimewaan dalam hidupnya.

Memasuki bulan ke-2 pengobatan, saya sudah bisa menelan obat tablet secara langsung. Saya coba dengan sekuat tenaga akhirnya berhasil tertelan. Kini tidak lagi harus menggerus terlebuh dahulu. Nafsu makanku mulai membaik dan berat badan juga bertambah 6 kg.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Tuhan memang perencana yang baik. Sebelum tuntas pengobatan TB yang harus dilakukan 6 bulan penuh itu hadiah sudah menanti. Beberapa kali saya nadhor (perkenalan dengan melihat langsung) dengan lelaki yang datang ke rumah tetapi tidak sampai ke tahap yang lebih serius. Kesempatan nadhor datang kembali. Kali ini berjalan begitu mulus saat perkenalan pertama sang lelaki langsung akan mengkhitbah (melamar) saya dan dia sampaikan saat itu juga. Jantungku rasanya berhenti mengalir sejenak. "Benarkah ini jodoh terbaikku?" tanya saya dalam hati.

Lelaki itu menepati ucapannya. Satu minggu kemudian dia datang bersama orangtuanya untuk melamar saya. Dan satu bulan kemudian ijab qobul di depan penghulu terucap menjadi pengikat tanda status lajangku berubah menjadi istri. Beruntung suami saya adalah orang yang satu paham dengan saya.

Bulan terakhir pengobatan TB, saya langsung mendapatkan kejutan dari-Nya yaitu positif hamil. Lengkap sudah keluarga kecilku hampir sempurna. Inikah kado terindah perjuanganku? Inikah hadiah terindah hijrahku? Inikah kejutan dari-Nya? Atau inikah memang jalan hidupku?

Mencoba menjalani rutinitas baru menjadi istri dan calon ibu sekaligus tetap bekerja hingga usia kandungan saya tua. Dan saat yang membahagiakan pun datang. Saya dan suami bisa bertemu dengan putra kecil kami dengan persalinan normal dan kondisi bayi saya pun sehat. Dan sekarang si kecil sudah tumbuh menjadi anak yang sehat. Dia lah pelipur lara dan penat serta menjadi penyemangat rutinitas kami sekeluarga.

Bukan karena materi diri ini berhijrah, bukan karena jodoh diri ini berhijrah, dan bukan karena duniawi diri ini berhijrah. Jika karena materi jelas masih menjanjikan saat menjadi guru. Bila menginginkan dapat jodoh, saat menjadi guru jelas lebih meyakinkan karena banyak kenalannya mulai dari teman guru atau wali murid. Atau mungkin karena menginginkan kehidupan dunia yang begitu indah jelas tidak mungkin karena gaji ku dipekerjaan kali ini jauh berbeda dari yang dulu. Tetapi jika kita memilih akhirat maka dunia akan mengikutimu.

Semoga saya bisa tetap istiqomah menjalani kehidupan ini. Agar tetap indah dan istimewa karena semua ini bukan kebetulan atau tebak-tebakan. Tetapi harus berlandaskan kebaikan dan ketulusan dalam menjalani hidup.

Ayo berhijrah menjadi yang lebih baik. Dan jangan takut sengsara dengan keputusanmu. Beranikan diri karena rezeki sudah ditetapkan jadi jangan ragu menggapai kehidupan yang lebih baik. Terus belajar dan berjuang agar mendapatkan yang terbaik.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading