Sukses

Lifestyle

Keputusanku Menikah Saat Masih Kuliah Malah Memperburuk Keadaan

Mengecewakan hati seseorang yang sudah berkorban banyak untuk kita memang meninggalkan luka sendiri. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini. Ketika ada pengorbanan yang abaikan, keadaan ternyata bisa berubah jadi situasi yang tak pernah kita sangka.

***


Mamah, tak akan habis-habisnya kita membicarakan pengorbanan dari wanita yang satu ini di berbagai belahan bumi manapun. Jasanya tak akan pernah bisa kita balas, tapi ia ikhlas melakukannya. Aneh memang tapi itu kenyataannya. Setelah menjadi seorang ibu barulah aku paham. Barulah aku menangis betapa bersusah payah dan sakitnya melahirkan. Tak sampai hanya melahirkan, merawat, menjaga, mendidik, berusaha memberikan yang terbaik itulah mamah. Walaupun hatinya disakiti oleh anaknya, ia memaafkan dengan lapang. Hatinya seluas samudera.

Mamahku adalah sosok yang banyak berkorban untukku. Tetapi aku hanyalah anak yang tidak bisa memberikan yang terbaik untuknya. Lebih tepatnya mengecewakannya. Hanya bisa mendoakan, "Mamah harus bahagia dan diangkat derajat setinggi-tingginya, dan semoga disiapkan surga tanpa hisab."

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/ckturistando

Tahun 2005 adalah tahun aku lulus sekolah menengah atas. Di tahun itu pula ekonomi keluarga yang sangat terpuruk. Papah dua tahun lalu dirumahkan yang pada akhirnya diputuslah hubungan kerja secara besar-besaran. Sejatinya sebagai seorang anak mengerti dengan kondisi seperti itu, tetapi aku tidak demikian.

Bukannya mencari pekerjaan untuk membantu keluarga tapi aku malah demo tidak makan disebabkan ingin melanjutkan ke bangku kuliah. Aku diterima di PTN yang aku pikir mereka haruslah bangga. Orangtuaku bukan tidak ingin aku kuliah tetapi mereka khawatir jika di tengah jalan terputus karena biaya. Uang awal masuk akhirnya mereka penuhi karena unjuk rasaku. Papah menjual tanah untuk semesteranku kepada bibi dengan cara pembayaran delapan kali per semester.

Beratnya tuh di sini, sehari-hari untuk masuk kelas. Pergi pagi pulang sore hari, ongkos pas-pasan makan bekal dari rumah. Demi anak kuliah, mamah berjualan lotek di dekat sekolah SD pagi hari jualan nasi kuning dan siangnya lotek atau karedok. Aku pun menjajakan jajanan di kampus. Bermodalkan nekat dan tas jinjing aku menawarkan makanan ringan. Hingga akhirnya teman-temanku memanggilku dengan merk coklat pasta, biarlah.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/conner baker

Sampai pada hari sayuran yang dibeli mamah sangat mahal dan loteknya pun hanya ada satu, dua orang yang beli. Tidak ada uang untuk esok hari. Mamah merendahkan diri kembali berjualan sendok yang ada di rumah kepada tetangga di komplek rumahku. Bukan hanya itu, lodor kesayangan nan cantik pun mamah jual. Pengorbanan itu ia lakukan untuk anaknya ini dan keluarganya.

Aku melamar sebagai karyawan part time atau freelance tetapi tidak ada yang menerimaku. Di semester ketiga papah mendapatkan uang pesangon walaupun tidak sesuai dengan perhitungan dan tuntutan. Papah nekat membeli kios di pasar luar kota Bandung, lebih murah katanya. Mamah harus bertanggung jawab melindungi anak-anaknya di sini, mamah sebenarnya keberatan harus berbeda kota dengan papah.

Lamaranku ditolak di mana-mana, tetapi aku menerima lamaran laki-laki. Belum lulus kuliah aku memutuskan untuk menikah. Yang ada di otakku lulus kuliah dengan biaya sehari-hari dari suami. Tanggung jawab orangtua akan terputus karena ini bukan? Papah dan mamah melarang, tidak setuju.

Demo kali ini,aku tidak pulang beberapa hari, aku menginap di salah satu rumah teman sekampusku. Papahku datang ke rumah itu dan mengataka, "Iya sudahlah lakukan apa yang kamu mau." Mamah menangis terus-menerus, malahan tidak ingin melihatku sampai hari akad pernikahan. Beliau berkata, "Tong nepikeun kamu nyanyalah mamah, padah nikahkeun kamu saaya-aya. Euweuh pesta resepsi jiga batur atawa engke adi-adi kamu!"

Aku mendapatkan beasiswa bebas dua semester dan mendapatkan uang saku. Aku mengajukan beasiswa sebelum menikah.  Aku tinggal di rumah mertua, mamah mertua sangat baik kepadaku, hanya saja lebih cerewet. Biaya listrik dan rumah tangga lainnya suamiku yang menanggung. Dia keberatan kalau aku tiap hari ke kampus, dia mengizinkan aku dalam satu minggu tiga hari saja ke kampus. Apa yang pembaca Vemale pikirkan tentang aku sekarang?

Ya, aku salah seharusnya aku mendengarkan apa kata mamah. Aku bertahan dan aku masih melanjutkan kuliah, masih pula menjajakan makan ringan khasku. Masalah datang bertubi-tubi dalam hidup baruku, tapi aku harus lulus kuliah. Walau tersendat, wisuda tidak tepat waktunya, aku bisa dengan bangga lulus dengan cumlaude.

Setelah lulus, aku bekerja dan fokus terhadap keluarga kecilku. Mamahku? Aku jarang ke rumah mamah. Hanya sesekali menitipkan anak, barulah aku ke sana. Bukan tidak ingin, tapi malas mendengar adikku yang selalu berceloteh dia tidak dikuliahkan, dia kuliah dengan hasilnya sendiri, dia bekerja juga untuk keluarga.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/jeremy goldberg
Dari adikku, bahwa pada waktu aku merengek masuk kuliah, mamah membujuk papah untuk memenuhi keinginanku masuk kuliah. Mamah menyimpan harapan besar untukku. Tapi aku? Nyatanya aku malah mengecewakannya.

Jika sudah menikah hanya bisa fokus terhadap keluarga sendiri, tidak bisa berbagi lebih untuk mamah, papah dan adik-adikku. Bukan hanya materi tetapi waktu untuk mereka. Aku kehilangan waktu bersama mereka. Materi dapat dicari dan sedang dicari. Waktu itulah segalanya.

Aku:
Mamah, pengorbananmu tidak henti-hentinya untukku. Selalu aku menyusahkanmu, membuatmu perih tapi engkau masih mendoakan dan berusaha memberikan yang terbaik untukku. Bukan tidak sayang kepadaku, tetapi engkau tahu yang terbaik untukku agar aku tidak menyesal kelak. Maaf, maaf, maaf, maafkanlah aku ini yang tak tahu diri.

Mamah pasti berkata:
Mamah, lapangkan hati untuk dapat selalu merangkul anak-anak mamah. Mamah hanya bisa berdoa anak-anak bahagia dunia dan akhirat. Itulah adalah pilihan hidupmu. Mamah hanya dapat berharap semoga kau tidak pernah menyesal dan tersakiti.

Demikian catatan perasaan ini. Terima kasih redaksi vemale.

Salam hangat,
Kokomala

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading