Sukses

Lifestyle

Merantau Bukan Perkara Sederhana, Tapi Aku Tetap Berjuang demi Keluarga

Apa resolusimu tahun ini? Apakah seperti resolusi sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba New Year New Me ini?

***

Aku mengemas barang-barangku dengan terburu-buru. Selalu seperti ini. 2 jam sebelum keberangkatan aku bahkan masih tiduran di kasur kamarku yang akan kurindukan setiap malam. Bukan karena aku manusia lelet atau tidak bisa melihat jam dengan benar. Tapi inilah kebiasaanku saat hari di mana aku harus kembali ke perantauan, aku tak pernah bersemangat. Ya, kuakui aku paling rapuh kalau soal berpisah dengan keluarga. Padahal orang bilang, kita pergi untuk kembali, dan hari esok juga masih panjang. Kejarlah dahulu kariermu.

Liburan sudah berakhir. Rasanya seperti mimpi. Hanya sekejap. 4 hari jatah cuti plus tanggal merah dan libur kerja sudah aku habiskan di sini. Di rumah bersama mama papa dan kedua adikku. Tapi kenapa harus berat hati untuk kembali ke Jakarta?

Membayangkan daily activity yang bukan zona nyaman bagiku untuk saat ini. Menjadi karyawan baru di sebuah perusahaan asing di Jakarta tidak seindah ekspektasiku dulu. Sangat sulit bagiku untuk beradaptasi dengan orang-orang yang teramat cuek di sana. Aku mengingat lagi saat hari-hariku yang membosankan di kantor seharian tanpa mengerjakan apapun. Bosku yang super sibuk bahkan seperti tak mau berbagi tugas denganku. Apa aku terlalu bodoh? Ah, itu juga yang membuatku tidak ingin cepat-cepat kembali ke sana.

Padahal kebanyakan orang bersemangat setelah liburan. Memulai tahun baru dengan wish-wish an di social media, dan dengan sederet daftar resolusi mereka untuk tahun ini.

Kembali ke perantauan terasa berat./Copyright pexels.com

Berbeda denganku, ini justru saat-saat paling down. Aku merasa belum menghabiskan quality time dengan keluargaku. Aku merasa belum memberi apapun untuk keluargaku ini. Belum bisa membuat mama papa bangga. Belum bisa membawa adik-adikku liburan ataupun sekadar jalan-jalan menghabiskan waktu.

15.30 WIB. Aku akhirnya harus berpamitan. Aku melihat tatapan adikku yang seolah berkata, “Lebay banget sih Kak, kayak nggak ada semangat hidup aja.” Aku tahu itu. Adik-adikku jauh lebih kuat dan pemberani dari diriku. Saat itulah aku merasa aku pun harus kuat. Karena tidak ada gunanya kan aku menangis.

Setelah mencium tangan kedua orang tua dan memeluk adik-adikku, saat itu aku berjanji dalam hati tahun ini aku akan pulang lagi dengan suasana yang berbeda. Entah kenapa saat itu aku tiba-tiba jadi bersemangat, seakan-akan ada motivasi baru yang menguatkan hatiku.

Memutuskan untuk lebih baik./Copyright pexels.com

Aku menarik napas panjang saat pesawat yang kutumpangi perlahan-lahan meninggalkan Sultan Syarif Kasim II Airport. Kali ini tak ada tangis seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku tiba-tiba berpikir, mau sampai kapan aku cengeng? Hidupku tidak akan berubah kalau aku seperti ini terus. Bagaimana aku bisa membanggakan keluargaku kalau aku tidak sukses berkarier? Dan bagaimana karierku bisa sukses kalau aku diam di kantor tanpa bekerja dan berinovasi?

Saat itulah aku bertekad pada diriku aku harus berubah.

First day at work in 2018. Kuberanikan diri menghampiri bosku. “Pak, saya hari ini ngerjain apa ya?” tanyaku. Dan dia pun memberiku beberapa tugas yang harus diselesaikan. Setelah tugas itu selesai, aku tanya lagi dan lagi. Aku tak mau diam dan mungkin itulah yang bosku harapkan dariku. Sampai hari-hari selanjutnya dia memberiku banyak tugas yang belum pernah ku kerjakan sebelumnya. Tapi aku senang karena di situlah aku belajar, dan itulah yang aku inginkan.

Aku percaya, memang sulit untuk memulai suatu perubahan. Tapi mulai sekarang aku harus berani dan tidak akan membiarkan waktuku terbuang sia-sia. Karena hidup di perantauan, jauh dari orang-orang tersayang, mengajarkanku, bahwa waktu sangat berharga dan keluarga adalah segalanya.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading