Sukses

Lifestyle

Kocok-Kocok Arisan Lebih Berkah dengan Indahnya Berbagi

Tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Kocok-Kocok Ceria ini memberikan sebuah pesan positif. Sebuah pesan untuk membuat hidup lebih bermakna dengan memberi lebih banyak manfaat.

***

Hari Jum’at sudah berada di ujung senja. Tinggal beberapa jam lagi hari pun berganti. Berganti menjadi hari Sabtu pastinya. Hari itu adalah hari yang selalu dinanti-nati oleh empat orang wanita single yang sudah sukses berkarier. Nina Ainun Nisa, seorang dokter anak yang cantik dan berprestasi di sebuah rumah sakit ternama di Banda Aceh. Kemudian Reyna Fadlun, pemilih butik besar yang sudah terkenal di Banda Aceh, toko onlinenya yang selalu ramai orderan. Putri Amanda, sekretaris berbakat di sebuah perusahaan travel ternama di Banda Aceh. Dan yang satu lagi Nur Balqis Hasanah, Asisten Manajer sebuah perusahaan property di Banda Aceh. Di hari kerja, mereka mencurahkan segenap hati, pikiran, jiwa dan raga mereka untuk pekerjan. Tapi Sabtu dan Minggu menjadi hari balas dendam atas kelelahan mereka. Terutama akhir bulan.

Setiap hari Sabtu di akhir bulan adalah waktu mereka mengundi siapa yang akan mendapat giliran mendapat BONUS CETAR JEDAR. Itu adalah nama beken arisan mereka. Arisan yang sudah berjalan sejak mereka duduk di bangku kuliah. Kemudian uang itu mereka gunakan untuk shopping dan hang out bareng. Kadang-kadang mereka juga traveling ke luar kota bahkan ke luar negeri. Maklum, belum ada tanggungan.

Masih ba’da Isha, usai shalat, Nina Ainun Nisa yang akrab dipanggil Nina sibuk membongkar lemarinya. Memilih dan memilah pakaian mana yang cocok dipakainya besok. Sementara itu, masih di kota yang sama namun di rumah yang berbeda, Reyna, Putri dan Balqis juga tengah melakukan hal yang sama. Ya, begitulah seorang cewek, banyak selera dan banyak sekali pilihan. Kalau belum habis pakaian di lemari terbongkar, belum puas rasa hatinya.

Hari ini jadwal Nina mencari tempat nongkrong yang hits dan nyaman. Makanya gadis bermata sipit itu sudah lebih dulu menunggu. Kali ini dia memilih sebuah kafe yang sederhana. Letaknya di pinggiran jalan kota tapi tetap nyaman dan tetap jadi tongkrongan hits anak muda. Hal itu karena kepiawaian sang pemilik dalam mendekorasi tempat. Sehingga jadi buruan anak muda untuk sekadar jeprat-jepret foto untuk di-upload di medsos.

Lama juga dia menunggu. Tapi teman-temannya belum menampakkan batang hidung mereka. Nina berusaha menyapu pandangan ke kanan dan kiri. Alih-alih mendapatkan wajah temannya, dia malah melihat sebuah pemandangan menyedihkan. Seorang anak yang kira-kira berusia tujuh tahun keluar dengan wajah murung dari kafe yang tidak jauh dari tempat Nina duduk. Hanya selang beberapa detik saja, muncul seorang wanita paruh baya di belakang anak kecil itu. Tampak wajahya yang tidak bersahabat. Sepertinya wanita itu adalah sang pemilik kafe.

Menunggu di kafe./Copyright pixabay.com

Merasa terpanggil hatinya, Nina beranjak dari tempat duduknya dan mengejar anak kecil dengan gitar lusuhnya itu.
“Adek, tunggu!” teriak Nina dari jarak yang tidak terlalu jauh. Kemudian anak itu menghentikan langkahnya. Dari wajahnya tergambarkan rasa takut dan bingung. Dia tampak ingin menghindar dan melanjutkan lagi langkahnya yang terhenti. Tapi Nina segera mencegahnya.
“Tunggu, tunggu dek, jangan takut. Kakak Nggak mau marahin kamu kok.”
Anak itu masih membisu. Dalam pikirannya berkecamuk berbagai tanya.
“Nama kamu siapa, Dek?” masih Nina yang berbicara. Hening. Tak ada jawaban. Tapi Nina tetap tersenyum. Memberikan kesan baik dan isyarat membutuhkan jawaban.
“Dodi,” jawabnya singkat. Wajahnya masih takut-takut.
“Jangan takut ya, kakak cuma mau tanya, kamu ngapain tadi kok sampai diusir ibu itu?”

Anak kecil itu hanya menunjukkan gitar lusuhnya. Tapi itu sudah cukup memberikan jawaban bagi Nina. Kemudian sayup-sayup terdengar ada yang memanggil Nina. Dia melihat ke belakang. Tampaklah tiga orang wanita berhijab melambaikan tangannya. Nina kemudian mengeluarkan uang Rp100 ribu dan diberikannya secara paksa kepada pengamen kecil itu.

“Ambil ya, Dek. Kapp...,” belum sempat Nina menghabiskan kata-katanya, anak kecil itu sudah lari begitu saja.
“Kapan-kapan kita jumpa lagi ya, Dek!” teriak Nina sekencang-kencangnya. Berharap anak itu masih dapat mendengar suaranya.
Nina kemudian menghampiri teman-temannya dengan napas yang ngos-ngosan.

“Ayuk, hhh... duduk, ini bangku yang... hhh... udah kupesan,” katanya dengan terputus-putus.
Reyna, Putri dan Balqis menuruti ajakannya dengan mengerutkan dahi keheranan. Kemudian Balqis menyodorkan air putih yang ada di atas meja kepada Nina. Tanpa pikir panjang Nina langsung meminumnya.

“Hhhhhh. Alhamdulillah,” katanya usai menyeruput air.
“Sebenernya kamu kenapa sih? Terus ngapain tadi di ujung sana?” tanya Putri dengan wajahnya dipalingkan ke arah Nina dan pengamen kecil tadi berbincang.
“Nggak kenapa-kenapa, ayo mana kocokannya? Nggak sabar nih pengen tau siapa yang dapet Bonus Cetar Jedar,” katanya mengalihkan pembicaraan.

Reyna yang tugasnya membuat kocok-kocok undian langsung mengeluarkan stoples kaca berukuran mini berisi kertas-kertas. Putri seketika menyambarnya dan mengocok isi stoples kemudian menjatuhkan satu kertas dari dalamnya. Kini Nina yang tak sabar, langsung diambilnya kertas itu dan dibukanya perlahan-lahan ala-ala slow motion gitu. Semua mendekatkan kepalanya ke arah tangan Nina yang memegang kertas. Tapi Nina jahil, saat tulisan hampir terlihat, ditutupnya lagi lipatan kertas itu.

“Iiihh, Ninaaaa!!” serempak mereka bertiga menyoraki Nina.
“Iya iya... hehe,” gelaknya.
Dibukanya lagi lipatan kertas itu dan tertulislah nama Balqist di dalamnya.

“Yeeee... yuhuuu!” sorak Balqis kegirangan. Sementara yang lain melepaskan napas sambil berkata, “Yaahhh,” serempak. Kemudian amplop yang sedari tadi diletakkan di  atas meja langsung berpindah ke tangan Balqis.

Makanan dan minuman sudah terhidang di depan mereka. Semuanya tampak cantik dan menggugah selera. Tak lupa jepretan lensa kamera mengabadikan momen dan mengudara di dunia maya. Keseruan menyelimuti masa single mereka.

Namun kejadian pengamen cilik tadi mengusik pikiran Nina. Kemudian dia mulai membuka cerita.
“Eh... kalian ngerasa bosen nggak sih? Kayaknya kita gini-gina aja deh,” kata Nina.
“Gini-gini aja gimana sih maksudnya?” Putri agak bingung.
“Yah gini-gini aja, kayak nggak ada manfaatnya, kita cuma foya-foya aja, kalian ngerasa nggak sih?” ungkap Nina.

“Iya sih, aku juga ngerasa gitu, padahal kan kita kerja susah payah untuk ngedapetin uang ini,” kata Reyna menyetujui pendapat Nina.
“Tadi, aku ketemu sama anak kecil, mungkin usianya tujuh tahunan, tapi jam segini itu kan masih jamnya sekolah, tapi dia malah ngamen, dan sayangnya lagi, dia tadi diusir gitu sama pemilik kafe. Kasihan banget tahu.”
“Anak tujuh tahun? Wah, sayang banget nggak sekolah. Aku pikir di daerah kita ini nggak ada yang kayak gitu,” Putri keheranan mendengar pernyataan Nina.
“Nah aku punya ide nih. Gimana kalau arisan kita ini kita gunain untuk kegiatan sosial, ya daripada untuk shopping kan?” usul Nina lagi.
“Boleh tuh. Kita bantu anak-anak yang nggak punya kesempatan untuk sekolah aja gimana? Kayak adik pengamen yang Nina Temui tadi?” tambah Putri.
“Oke, setuju!” jawab mereka serempak.

Melakukan hal positif bersama./Copyright pixabay.com

Sambil menunggu bulan selanjutnya tiba, Nina dan teman-temannya berusaha mencari pengamen cilik yang pernah ia temui waktu itu. Sudah dua minggu lebih mereka mencari. Di emperan toko sore hari, malam hari di dekat jembatan dan lampu merah, di jam sekolah pada hari sabtu di dekat-dekat tempat umum, tapi tak kunjung jumpa.

Agenda mencari pengamen yang pernah ditemui Nina ini membuka lebar mata mereka, bahwa banyak anak yang tak seberuntung mereka dulu bisa mengenyam pendidikan yang layak. Sembari menemukan pengamen yang pernah dijumpai Nina, mereka menemukan dan merekrut belasan anak jalanan yang putus sekolah untuk nantinya mereka didik dan mereka fasilitasi belajar. Usianya masih sangat belia. Semuanya hanya karena satu alasan, yaitu kondisi ekonomi. Itu batu terjal yang sampai ini belum dapat mereka lewati.

Nina, Reyna, Putri dan Balqis sampai meneteskan air mata melihat wajah asli Kota Banda Aceh. Kota tempat mereka berpijak yang mereka pikir sudah cukup makmur. Selama ini mereka hanya melihat Kota Banda Aceh dari luarnya saja. Tanpa mereka sadari ada sedikit cacat di wajah Kota mereka tercinta itu.

Satu bulan sudah terlalui. Ini adalah hari Sabtu akhir di bulan ini. Namun Dodi si pengamen cilik yang pernah dijumpai Nina tak kunjung jumpa. Tapi ada atau tidak si Dodi itu, kegiatan sosial yang sudah direncanakan dengan matang ini harus tetap berjalan.

Reyna mengeluarkan benda ajaibnya, yaitu stoples kocok. Mereka masih menggunakan sistem kocok ini, tapi bukan untuk menentukan kepemilikan uang, melainkan untuk menentukan siapa yang akan menjadi ketua dan penanggung jawab kegiatan di bulan ini.

Mulailah Putri mengeluarkan satu kertas dari dalam stoples dan muncul nama Nina pada kertas itu. Dengan begitu Nina lah yang akan bertanggung jawab atas kegiatan di bulan ini. Mereka akhirnya memulai kegiatan perdana mereka di ruang kosong lantai tiga sebuah gedung apartemen milik teman Balqis. Buku-buku dan alat tulis lainnya dibagikan kepada anak-anak itu.

Di tengah suasana belajar mereka, Nina melihat ke arah pintu ada seorang anak mengintip. Tapi hanya sekilas, kemudian menghilang. Dia penasaran sekali, kemudian Nina mencoba lebih dekat ke arah pintu. Dan benar saja, seorang anak memang tengah mengintip. Mungkin dia sudah mengikuti mereka sejak awal. Dan anak itu adalah Dodi si pengamen cilik yang pernah dijumpai Nina. Nina memaksanya masuk dan bergabung dengan teman yang lainnya.

Bahagia sekali mereka rasakan dapat berbagi dengan yang lain. Melihat anak-anak itu tertawa, dan antusias belajar, serasa mengisi kembali jiwa mereka. Kegiatan itu pun terus mereka jalani dengan rutin.

“Rey... rasanya lebih menyenangkan daripada refreshing ya. Aku merasa happy dan lebih bersyukur kepada Allah,” kata Nina sambil melihat tawa riang anak-anak dari jauh.

“Iya, kenapa hal ini nggak pernah kita pikirkan dari dulu ya,” balas Reyna dengan senyum terukir di wajah.

Empat wanita single itu berdiri menatap wajah-wajah yang selama ini mereka abaikan. Ada sedikit rasa lega bercampur syukur di hati muslimah-muslimah cantik itu. Seakan Kota Banda Aceh memberikan kesempatan bagi mereka menikmati hidup yang lebih berkah dengan berbagi.





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading