Sukses

Lifestyle

Berawal dari Perkenalan di Dunia Maya, Tercipta Komunitas Membantu Sesama

Kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Kocok-Kocok Ceria ini sangat menyentuh hati. Berawal dari perkenalan yang bermula di dunia media sosial, akhirnya terbentuklah komunitas untuk membantu sesama.

***

Aku mengenal sebuah grup jual beli pakaian dan peralatan rumah tangga di situs pertemanan Facebook sejak awal tahun 2015. Saat itu, keuangan gadis semester akhir yang masih ditopang keluarga ini sedang benar-benar macet, seret. Padahal uang untuk Praktik Kerja Lapangan harus segera diusahakan dengan nominal yang lumayan. Berawal iseng, aku yang memang doyan browsing internet, membuka aplikasi Facebook lalu mencari grup untuk menjual pakaianku yang masih layak namun jarang dipakai untuk menambah uang bekal.

Singkat cerita, aku bergabung dengan grup ini, grup jual beli barang bekas khusus perempuan. Mulai menawarkan pakaian dengan keterangan lengkap. Panjang baju, lingkar dada, minus pakaian, dan tempat pengiriman barang adalah beberapa keterangan yang harus dilengkapi oleh si penjual dalam postingannya. Alhamdulillah, ikhtiarku menghasilkan uang yang lumayan untuk membantu persiapan PKL. Sejak saat itu hingga kini, aku masih tergolong anggota grup yang aktif menjual juga membeli. Kami cukup dekat satu sama lain, bahkan beberapa dari anggota grup menjadi kenalan baik, hingga ada yang memutuskan kopi darat secara langsung dan menjadi kawan baik di kehidupan nyata.

Berkenalan dengan banyak orang baru di dunia maya./Copyright pixabay.com

Aku kurang tahu kapan awalnya, salah satu anggota grup kemudian memulai sebuah proyek yang disebutnya ‘Proyek Akhirat’. Beliau dengan inisiatif sendiri menawarkan pakaian bekas kami bukan hanya untuk dijual namun juga dikoordinir untuk diserahkan ke beberapa orang yang membutuhkan. Bahkan beliau yang setahuku memiliki karier yang baik di lembaga pemerintahan, bersedia menjual barang-barang brandnya dan hasilnya diserahkan 100% untuk membantu di beberapa panti asuhan dengan tentu diiringi pertanggung jawaban berupa foto dan keterangan yang bisa dibuktikan. Begitu pun saat beberapa kali bencana alam menimpa negara ini. Beliau dengan sigap membuat postingan menanyakan siapa anggota grup kami yang berada di dekat tempat kejadian dan bersedia menyalurkan bantuan, juga mengajak seluruh anggota grup untuk ikut membantu semampunya

Sejak melihat sepak terjangnya dalam bidang kemanusiaan, aku yang dikenal boros ini mulai merasa tercubit. Beliau juga membuat beberapa proyek seperti Arisan Anti Riba dan sebagainya. Namun saat itu, aku belum tergerak untuk ikut serta. Aku mengagumi beliau dalam diam tapi egoisme nyatanya juga masih tumbuh subur di hatiku. Aku masih takut dengan kemampuan keuanganku yang belum seberapa, bagaimana mungkin aku bertahan dengan uang untuk memenuhi kebutuhan namun juga harus membantu orang-orang?

Selain menjadi teman dalam grup, aku juga berteman dengannya di Facebook personal. Di situlah hatiku mulai tergerak dengan berbagai status yang beliau bagikan. Tentang betapa pentingnya bersedekah, tentang kisah orang-orang yang mendapat bantuan dari berbagai proyek yang dilakukan. Mulai dari seorang janda, keluarga kecil yang hampir diusir dari kontrakan, anak-anak kecil yang membutuhkan bantuan biaya pengobatan, kecelakaan seorang kepala keluarga yang tidak lagi bisa menopang kebutuhan keluarganya. Aku menangis dan merasa sangat kecil. Betapa egoisnya aku, merasa selalu kekurangan sedang di luar sana ada banyak orang yang jauh lebih membutuhkan.

Tergerak melakukan sesuatu yang positif./Copyright pixabay.com

Ketika beliau pada tahun lalu membuat sebuah proyek baru, aku tanpa menunggu lama langsung segera mendaftar. Gerakan itu bernama Sedekah Seribu Sehari yang disingkat S3, ya singkatnya proyek ini mengingatkan kita untuk melakukan sedekah setidaknya seribu sehari. Bukan hanya aku, ternyata berbondong-bondong orang juga menyambut baik dan mendaftar program itu. Hingga kemudian diputuskan S3 akan dikoordinir oleh masing-masing wilayah asal. Karena aku berasal dari Lampung, maka aku segera masuk ke Grup What'as App S3 Lampung yang telah memiliki Koordinator Wilayah. Anggota grup S3 Lampung hingga saat ini berjumlah 43 orang dan tersebar dari dari berbagai Kabupaten.

Lewat S3 Lampung lah aku kemudian mulai belajar menginfakkan sedikit kemampuan finansialku untuk kemudian disalurkan kepada yang membutuhkan. Cara kerjanya, dimulai dari satu dari anggota grup memposting mengenai target yang akan mendapat dana. Siapa orangnya, bagaimana latar belakangnya, apa yang terjadi padanya, hingga foto kediaman dan keadaan terkini target harus dipaparkan dengan jelas dan dikomentari oleh anggota grup. Jika semua sepakat, kas yang terkumpul lalu akan ditransfer ke anggota terdekat dengan target untuk disalurkan. Nantinya dana itu bisa diserahkan berupa uang atau barang-barang lain yang dirasa penting untuk dimiliki. Begitu seterusnya.

Alhamdulillah hingga hari ini, hingga tulisan ini sampai ke pembaca, grup ini masih hidup dan masih amanah dalam menjalankan visi dan misi. Anggota kami pun kadang melakukan kopi darat terutama saat proses menemui target yang akan mendapat bantuan. Tidak jarang tempat pertemuan kami adalah selasar rumah sakit atau jalan yang penuh lumpur menuju rumah di pedalaman.

Bagiku, girl’s squad ini adalah perkumpulan impianku. Tempat aku berkaca diri betapa masih kurang berbagi sekaligus pengingat diri untuk tidak tamak dan mengingat bahwa sejatinya, harta terbaik adalah yang kita sedekahkan selain yang kita nikmati untuk tujuan beribadah kepada Sang Pencipta. Semoga cerita ini memberi inspirasi baik bagi penulis maupun pembaca. Mari bentuk kumpulan yang bukan hanya membuat kita bahagia namun juga bermanfaat untuk sesama.





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading