Sukses

Lifestyle

Resign-ku Ditentang Ortu, Tapi Pekerjaanku Sekarang Lebih Bahagia

Resign dari perusahaan besar sering membuat pertentangan, apalagi sampai adu argumen dengan orang tua. Kisah nyata ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis: My Life, My Choice.

***

Nekat dan gila. Itulah yang selalu dikatakan orang-orang di sekitarku tentangku. Aku adalah anak pertama dari 4 bersaudara, kami semua perempuan jadi orangtuaku sangat protektif. Ketika aku diterima di salah satu universitas negeri di bilangan Depok, ayahku sempat berat melepaskanku untuk kos. Saat akhirnya beliau melepaskanku untuk kos, rasanya mau bikin selamatan saja saking bahagia mendapat kepercayaan.

Lulus kuliah aku segera diterima di bank swasta. Saat itu pandangan teman-teman dan saudara-saudara sudah luar biasa padaku terlebih bank itu adalah bank asing. Tapi aku merasa di sana dengan jobdesk yang ada aku tidak akan berkembang, orang-orang di sana bergaya tidak sesuai dengan pendapatannya alias besar pasak daripada tiang, dan intinya aku tahu bukan ini yang aku inginkan. 3 bulan bekerja di sana aku menyampaikan pada orangtuaku bahwa aku ingin resign.

Tak disangka mereka marah bukan kepalang. Kami bertengkar luar biasa bahkan aku tak mau pulang ke rumah. Mereka bilang kapan lagi bisa bekerja di tempat bagus, mereka bilang jangan suka pindah-pindah perusahaan, mereka bilang zaman sekarang susah cari kerja dll. Tidak heran mereka mengatakan hal tersebut, karena orangtuaku bekerja di perusahaan yang sama sampai puluhan tahun, sangat tipikal.

Tapi aku mengatakan bahwa aku akan tetap resign. Aku akan resign bahkan sebelum aku mendapat pekerjaan baru karena buatku tidaklah etis mencari pekerjaan saat kita masih bekerja di sebuah perusahaan, tidaklah etis jika aku harus berbohong izin sakit padahal aku interview di tempat lain.

Mereka makin marah dengan prinsipku itu, Aku katakan pada mama papa “Ma, pa apakah aku bodoh? Apakah selama aku sekolah aku pernah mengecewakan kalian? Aku hanya butuh kalian percaya padaku, tidak ada yang lebih penting daripada itu. Kalau mama dan papa percaya padaku, aku yakin apapun bisa kuhadapi.” Tidak sampai 2 minggu aku dipanggil sebuah perusahaan makanan cepat saji terkenal untuk sebuah posisi yang memang aku idam-idamkan yaitu HRD. Jelas sekali ini jauh lebih baik daripada pekerjaanku sebelumnya. Kedua orangtuaku mulai menyadari bahwa keputusanku tidaklah buruk.

Setelah 2 tahun bekerja di sana, aku diminta bekerja di sebuah perusahaan asing atas rekomendasi temanku. Kali ini tidak ada perlawanan dari kedua orangtuaku, mereka percaya padaku. Sampai di titik ini, aku yakin orangtuaku sangat bangga padaku, bagaimana tidak anaknya bekerja di sebuah perusahaan asing dengan gaji yang bisa dibilang luar biasa. Bahkan teman-temanku bilang aku ini “lucky bastard”.

Tapi si lucky bastard ini memang selalu mencari apa yang menjadi panggilan hidupnya. 3 tahun di sana, aku sadar bahwa aku mencintai dunia HRD tapi aku sangat ingin menjadi wirausaha muda. Jika saat membaca tulisan ini kau juga mengalami perdebatan batin tentang apa yang menjadi passion-mu, cobalah tipsku ini:

Pergilah ke toko buku dan perhatikan kemana langkah kakimu membawamu. Perhatikan rak mana yang kau kunjungi pertama kali tanpa ragu dan penuh dengan rasa penasaran. Maka itulah passion-mu yang sebenarnya.

Rak buku yang selalu kukunjungi adalah rak HRD dan Wirausaha, tapi yang pertama selalu Kewirausahaan. Aku memang suka berjualan dari sejak kecil, mungkin ini menurun dari ibuku. Aku resign tapi kali ini peristiwa yang sama berulang dimana orangtuaku menentangnya akan tetapi tidak sehebat dulu, mereka mengajakku berbicara layaknya orang dewasa dan kami berbicang. Kukatakan bahwa aku mau menghabiskan stok gagalku di masa mudaku.

Sampai akhirnya mereka pasrah dan mendukungku untuk memulai usaha. Berdagang makanan. Jatuh bangun tak terhindarkan, rugi adalah biasa, lelah tak lagi terasa. Dari yang tadinya hanya ikut bazaar di kantoran dan kampus, sampai akhirnya aku membuka gerai sendiri. Bahagia? Iya sangat bahagia. Bahagia tak terkira saat orang-orang menikmati makanan kami, bahagia melihat wajah mereka.

Kisahku tak berhenti di sana. Suatu hari sahabatku mengajakku untuk mendaftar PNS. Saat itu memang sedang perekrutan PNS cukup besar dan orangtuaku juga mengatakan untuk mencobanya, sesekali dengarkan mama papa kata mereka begitu. Kupikir tidak ada salahnya mengikuti permintaan mereka, hanya tes ini kupikir. Ternyata aku memang lucky bastard (haha) dan luluslah aku hingga proses terakhir. Galau. Harus kuambil atau tidak. Kau tau? Orangtuaku dengan ajaibnya menyerahkan semua padaku. Sempat aku ingin menolak PNS itu tapi teringat betapa berseri-serinya wajah ayahku ketika berita kelulusanku tiba di telinganya membuatku tersadar bahwa ini harus kucoba.

Ya it is fully my choice.

Dan aku bersyukur mempunyai kesempatan untuk memilih dan melakukan apa yang kusuka dan kuyakini. Sungguh hingga hari ini aku menjadi PNS sambil memantau usaha kecilku yang dikelola oleh partner-ku, tidak ada satupun hal yang kusesali. Aku merasa sangat bahagia dengan pilihan-pilihan yang kuambil dalam hidupku. Yang pasti selalu sertakan Tuhan dalam setiap pilihan dan langkah yang kau ambil, itu pesan kedua orangtuaku dan sekarang kusampaikan padamu. Be brave then you will have no regrets!

(vem/yel)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading