Sukses

Lifestyle

22 Tahun Jadi Budak, Nelayan Ini Akhirnya Bisa Pulang Dan Bertemu Ibunya

Berbicara mengenai perbudakan, masak iya di zaman serba canggih dan modern ini masih ada yang namanya perbudakan? Mungkin kita tak akan pernah percaya akan hal ini, namun kenyataannya sungguh mencengangkan. Perlu kita tahu, masih banyak orang-orang di luar sana yang dijadikan budak, pembantu dan disiksa oleh tuannya.

Kali ini, kisah haru datang dari seorang nelayan asal Myanmar yang selama 22 tahun harus menjadi budak dan hidup menderita di Indonesia. Nelayan tersebut bernama Myint Naing (40). Kisahnya terbongkar dan menjadi perbincangan berbagai media di seluruh dunia setelah ia diselamatkan atau di-repatriasi pemerintah Indonesia dari Tual, Maluku, menyusul adanya penyelidikan Associated Press yang mengetahui bahwa ada penyiksaan buruh dalam industri perikanan Asia Tenggara.

Myint yang pulang ke rumah dan dimandikan air khusu yang telah diberi doa | Photo: Copyright emirates247.com

Myint sendiri merupakan 1 dari sedikitnya 800 budak yang hidup menderita dan disiksa danĀ  dipekerjakan secara paksa serta dengan upah yang sangat minim di Indonesia oleh kapten kapal dari Thailand. Hampir separuh hidupnya, ia telah merasakan kejamnya menjadi budak, disiksa serta tidak mendapatkan perlakuan baik dari tuannya.

Dilansir dari laman emirates247.comdan berbagai sumber lain, kisah haru Myint ini berawal sejak tahun 1993. Saat itu, pria asal Burma Myanmar ini didatangi seseorang yang mengaku sedang mencari tenaga kerja dan akan mengajaknya bekerja di sebuah pabrik di Thailand. Berbekal kenekatan, Myint pun berangkat ke Thailand.

Namun sayang,

sebulan kemudian, ia menyadari bahwa dirinya tidak sedang berada di Thailand. Ia berada di sebuah kapal besar yang mengapung di tengah lautan. Dan 15 hari kemudian, sampailah ia di Tual, Maluku, Indonesia dimana tempat ini adalah salah satu tempat penghasil ikan terbesar di Dunia.

Kapten kapal yang membawa kapal Myint seorang berkebangsaan Thailand mengatakan bahwa Myint telah dijual sebagai budak dan harus bekerja di kapal pemancingan miliknya tersebut. Selama bertahun-tahun, di kapal inilah Myint bekerja sebagai budak dan hanya diberi upah USD10 atau setara 133 ribu rupiah saja perbulan.

Myint mengaku sempat kabur dari kapal dan ditolong oleh penduduk Indonesia yang merasa iba padanya. Penduduk menampungnya dengan baik, memberinya makan, tempat tinggal dan juga pekerjaan. Meski hidupnya sudah cukup lebih baik, ia pun memutuskan untuk kembali pulang ke negaranya.

Hingga pada tahun 2001, Myint mendengar kapten kapal tempatnya bekerja dulu akan memulangkan para nelayan jika mereka bekerja kembali. Ia pun kembali ke laut dan berharap hidup yang lebih baik serta bisa pulang. Tapi sayang, hidupnya justru makin buruk dan ia pun kembali menjadi budak dengan siksaan yang lebih berat.

Myint mengangis di depan rumahnya | Photo: Copyright emirates247.com

Dan setelah bertahun-tahun menjadi budak, disiksa serta hidup menderita, akhirnya, pada bulan April lalu ia bersama rekan-rekannya diselamatkan oleh pemerintah Indonesia. Myint akhirnya dikirim kembali ke negaranya oleh pemerintah Indonesia. Ia pun bisa bertemu kembali dengan sang ibu yang sudah cukup tua. Ia juga bertemu dengan adik perempuannya yang kini sudah tumbuh dewasa.

Meski merasa cukup asing dengan tempat asalnya, Myint mengaku sangat bahagia karena akhirnya ia bisa kembali berkumpul dengan keluarganya. Ladies, semoga apa yang menimpa Myint tak menimpa orang lain siapa pun itu ya. Dan semoga kasus perbudakan seperti ini bisa diberantas dan tidak terjadi lagi.

(vem/mim)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading