Sukses

Lifestyle

Jiwa Sosial Sang Putri Keraton (I)

Vemale.com - Hari-hari putri sulung dari Keraton Yogyakarta, GKR Pembayun (Gusti Kanjeng Ratu) Nurmalitasari ini dilalui dengan social activity. Ia membawahi Karang Taruna, Pedagang Pasar, kelompok ibu-ibu usaha Mikro di Yogyakarta. Ia memang lebih memilih kegiatan yang bersifat sosial ketimbang bisnis, ia mengaku jiwanya lebih sosial sebab apa yang ia kerjakan berdasarkan rasa sayang. Hal ini pulalah yang membuat ia enggan terjun ke dunia politik mengikuti jejak kedua orang tuanya. Ditemui di pendopo rumahnya yang luas, perempuan yang kerap disapa Pembayun ini begitu santai dan ramah dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Sikap down to earth-nya terlihat dari cara ia bertutur dan berpenampilan. Pertanyaan pertama yang kami lontarkan adalah mengenai kesibukannya yang tentu saja padat. Kegiatan yang banyak menyita waktunya adalah social activity. Mengapa? "Kebetulan saya sendiri bukan orang yang berjiwa bisnis. Kalau bisnis saya nggak bisa, sebab saya tidak bisa hitung-hitung duit, tapi lebih bisa ngasih. Nah, daripada usahanya bangkrut mending tidak usah saja, ha ha ha ha...." jawabnya tertawa lepas sembari menambahkan bahwa ia sudah pernah menjajal berbisnis namun setelah ia jalani ia merasa tidak sreg. Lanjut ia menambahkan alasannya memilih membantu membuat program usaha mikro masyarakat DIY, seperti penjualan emping. Usahanya ini meliputi mendirikan koperasi, unit produksi, galeri, membantu menjual produk dari masyarakat yang mengalami kesulitan untuk menjual, kemudian pameran. Semua kegiatan inilah yang ia sukai. Beralih pada sosok seorang Pembayun di masa transisinya ketika ia lulus kuliah, ia juga seperti perempuan lainnya yang ingin bekerja di tempat orang lain. Merasakan tantangan dalam berkarir, dimarahi jika berbuat salah. Namun karena ia tidak mendapatkan exit permit dari sang Ayah Sultan Hamengku Buwono X, untuk keluar dari Yogyakarta, maka ia pun merintis karier dengan bekerja di perusahaan keluarga. Usaha keluarga yang merupakan rintisan yang pernah didelegasikan oleh orang tuanya (sebelum menjabat sebagai Gubernur DIY) yakni Pemberdayaan Ulat Sutra. "Saya tidak telaten jika disuruh duduk di depan meja, menghitung rugi laba. Dan sejujurnya, saya sendiri geli sama Ulat. Lama-kelamaan saya merasa tempat saya tidak di sini, saya lebih senang membantu dalam pameran, ikut jualan, istilahnya yang langsung terjun. Makanya kalau usaha yang berbentuk PT malah saya delegasikan ke adik, saya memilih yang social activity," cerita anak pertama dari lima bersaudara ini panjang lebar. Based Sayang dan Mellow Perempuan yang hobi berenang dan menari Jawa ini menuturkan posisinya sebagai putri sulung Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini tidak mendapatkan keistimewaan ataupun kemudahan dari keluarganya. Ia dan keempat adiknya yang semua perempuan dididik keras, sama seperti anak lelaki. Sejak SMA ia dan adik-adiknya dikirim sekolah ke luar negeri. "Meski sekolah di luar negeri, namun kita selalu diingatkan untuk tidak hidup ke-barat-baratan melainkan tetap ingat bahwa kita orang Timur." Ia juga mengatakan bahwa Sultan Hamengku Buwono X, selaku bapak, berpesan bahwa jangan berharap akan mendapat warisan, tapi beliau hanya bisa memberikan pendidikan dan itu akan menjadi bekal untuk kami. "Jelas sudah ada garis, kalau kami tidak boleh mendapatkan kemudahan. Seperti ikut tender milik Pemda tidak boleh. Kalau mau membuat usaha misalnya PT saja kami harus mengikuti prosedur yang ada." Ketika ditanya bagaimana jika ia bukan seorang anak raja, melainkan orang biasa, ia langsung cepat menjawab lebih senang menjadi orang biasa, karena menurutnya apa pun yang ia lakukan (putri Sultan HB XI) selalu disorot. Bahkan kadang-kadang berlaku tulus saja disalahartikan. "Contohnya sekarang-sekarang ini, berbuat baik malah dipertanyakan. Ya, saya sadar karena menjelang PEMILU dan semenjak bapak saya mendeklarasikan diri sebagai Calon Presiden. Pengaruhnya besar sekali, dan oleh karena itu saya pun mengurangi kunjungan lapangan." katanya dengan mimik serius. Lalu bagaimana dengan politik? "Saya nggak ngerti Politik dan belum tertarik, karena saya belum tahu dan belum bisa. Di politik kan kita tidak tahu mana kawan dan mana lawan. Kalau di politik kan sayang-sayang, padahal di belakang tidak, nah hal seperti ini saya belum bisa. Apa yang saya komunikasikan dengan orang masih dengan perasaan. Based rasa sayang, Jadi kalau terjun ke politik, belum siap. Meski saya melihat dan tahu, cuma kalau untuk mendalaminya saya belum mau." Rasa sayang yang ada dalam dirinya menurutnya timbul karena kebiasaannya bertemu dengan banyak orang, tulus membantu masyarakat yang didasari rasa sayang yang ia punya. "Semuanya masih rasa sayang, jadi saya belum bisa jika disakiti," ujarnya seraya berkelakar. Smooth dan Cuek Hidup bagi seorang Pembayun dijalani dengan santai dan seimbang. Kesibukan berkecimpung dalam kegiatan sosial tak membuatnya lupa akan kodrat sebagai ibu dari dua anak. Smooth dan fleksibel adalah gambaran hidupnya. Smooth yang dimaksud adalah menjalani hidup harmonis antara kegiatan luar dengan keluarga. “ "Karena anak terus beranjak besar jadi saya harus membatasi waktu demi mereka. Sehingga ada porsi juga untuk anak-anak saya. Saya ada kegiatan dan bisa banyak waktu untuk memantau anak-anak saya. Buat saya keluarga nomor satu namun perlu keseimbangan," terang Pembayun yang mengaku tidak bisa memasak ini. Begitu pula cita-cita dalam hidupnya tak jauh dari keluarga. Menjadi ibu rumah tangga yang baik. Hal ini karena ia pernah merasakan memiliki orang tua yang sangat sibuk sehingga waktu berkumpul dengan keluarga sedikit dan susah. Sehingga kini, sebagai ibu ia mencoba sebanyak mungkin bersama anak-anaknya di rumah. "Selama ini pun saya belum menjadi ibu yang baik, karena masih sering meninggalkan mereka. Jujur saya masih kesulitan mencari waktu untuk anak. Untungnya saya dan suami, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Wironegoro, saling berbagi, terutama dalam hal mengantar dan menjemput sekolah anak. Sebisa mungkin saya dan suami sendiri yang melakukannya." Kemudian bagaimana pendapatnya tentang penampilan? Bukankah perempuan selalu mementingkan hal ini?! Namun Pembayun punya alasan tersendiri untuk ini. Sebagai seorang perempuan ia tidak begitu peduli dengan penampilan. Hal ini terlihat saat wawancara, seorang Pembayun tampil apa adanya hanya lipstik tipis warna bibir dilapisi oleh bedak tipis yang hampir tak terlihat pada wajah manis khas Jawa ini. "Saya orangnya open dan apa adanya, jauh dari jaim. Dalam berbusana simple dan santai karena saya lebih banyak bergerak dan ke lapangan. Soal penampilan saya memang cuek. Justru yang gemas ibu dan adik nomor dua saya. Karena menurut saya yang penting adalah kehidupan saya berharga dan pengabdian saya dihargai tulus itu saja!" Lalu untuk perawatan tubuh, ia mengaku tidak telaten. Luluran di rumah ia lakoni jika ingat saja, sebab ia malas jika harus mengunjungi tempat spa. Ke salon pun hanya untuk potong rambut dan ia pernah ditelepon oleh ibunya GKR Hemas karena sudah berapa bulan tidak creambath. "Tampilan saya apa adanya karena saya tidak bisa dandan, pakai eye shadow aja nggak biasa, walaupun sudah belajar tetap aja nggak bisa. Hidup saya penuh dengan kecuekan, ha ha ha ha ha...." Perihal penampilan, ia menambahkan bahwa ibu dan adiknya yang punya andil besar. Dari sekian banyak barang perempuan yang ia pilih kali pertama adalah baju. Buatnya dalam berbusana yang penting matching, baju dan aksesoris senada. "Kalau tas dan lain-lain saya lebih sering dibeliin sama ibu. Sampai sekarang beliau tahu kalau tas saya sudah jelek terus dibelikan. Kalau baju, belum tentu baju yang ada di butik cukup untuk saya ha ha ha ha." candanya. Selanjutnya (vem/oya/meg)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

    What's On Fimela
    Loading