Sukses

Parenting

Dian Sastrowardoyo Komitmennya Sebagai Ibu

Sejak menjadi Ibu, kehidupan Dian Sastrowardoyo (30) otomatis berubah. Setiap hari memandikan anak menjadi rutinitas pagi yang Dian tunggu. Turun ke dapur hingga berjam-jam juga menjadi kesenangan barunya. Kepada GH, istri dari Maulana Indraguna Sutowo ini bercerita tentang kehidupan barunya sebagai Ibu dari Shailendra Naryama Sastraguna Sutowo, rencana masa depan, dan mimpinya membuka usaha sendiri.

Anak Pertama Adalah Prototype

Menjadi ibu artinya banyak hal yang harus dikuasai dengan cepat. Mulai bagaimana cara memandikan anak, memberi makan, memberi susu, sampai bagaimana cara mendidik yang baik. “Beruntung sekarang referensi mudah didapat, dari buku sampai internet semua informasi tersedia,” ujar Dian yang sudah rajin mencari referensi sejak anaknya masih dalam kandungan. Ia mengagumi kisah Amy Chua dalam Battle Hymn of Tiger Mother, buku yang menceritakan bagaimana kerasnya seorang ibu dalam mendidik seorang anak.

Anda sendiri tipikal ibu yang seperti apa?

Saya lumayan keras karena saya punya cita-cita besar buat anak saya. Di buku yang saya baca itu memang ibu yang galak jadi bermusuhan dengan anak-anaknya, tapi kalau dilakukan atas dasar cinta akhirnya didikan itu berbuah manis. Anak-anak itu berhasil.

Apakah Anda tega memarahi anak?

Saya jelas sayang sekali padanya, kalau bisa dipegang oleh saya, ya tidak perlu suster. Saya usahakan setiap hari selalu ada kontak mata dan kontak fisik dengannya. Tapi saya rasa anak tetap perlu ibu yang tegas, untuk tahu apa yang boleh dilakukan dan tidak. Shailendra anak pertama. Anak pertama harus benar karena dia adalah prototype, agar nanti adiknya mengikuti.

Anda punya cara agar anak tidak merasa terbebani?

Ya, saya akan mendampinginya. Itu salah satu komitmen menjadi orang tua. Kalau ingin performa anak maksimal, kita harus mendampinginya sendiri. Menunggui ia latihan, membantu membuat PR, dan sebagainya. Kalau dilepas, janganlah berekspektasi lebih. Maka daripada menyewa guru les, lebih baik saya sendiri yang belajar dan mengajari anak. Saya sekarang baru belajar piano salah satunya agar nanti bisa mengajari anak.

Saat mencari pengasuh, Anda menerapkan syarat tertentu?

Tentu. Saya pernah bekerja di konsultan human resources. Jadi saat mencari pengasuh, saya seperti melakukan rekrutmen untuk perusahaan. Saya mewawancara 20-an orang dari 7 yayasan. Sampai akhirnya dapat yang cocok.

Sekolah, Modal Usaha

Menjadi Ibu tidak menyurutkan langkah Dian untuk kembali ke bangku sekolah. “Saya belum puas kalau saya cuma segini saja. Idealnya sebelum menikah dan punya anak saya menyelesaikan pendidikan sampai puas,” tutur Dian. Namun tidak ada kata terlambat untuk tetap meneruskan pendidikan. Ia mendaftar ke UI. Tahun ini seharusnya ia sudah mulai kuliah S2 di UI, namun mengingat karena anaknya masih kecil, ia mengundurkan waktu hingga Februari tahun depan.

Sepenting apa pendidikan menurut Anda?

Pendidikan itu modal untuk sukses. Saya memiliki rencana untuk membuka bisnis sendiri. Itu sebabnya saya memilih untuk mengambil kuliah di bidang keuangan untuk mendukung impian saya. Pembukuan bukan hal sepele. Kalau tidak menguasai hanya akan buang modal. Memang kita bisa sewa orang untuk mengurusi hal itu, tapi kita juga harus mengerti.

Bisnis apa yang menarik Anda minati?

Saya belum memutuskan, mungkin katering atau bakery. Sekarang saya punya hobi baru bikin kue. Bisa sampai enam jam sehari di dapur kalau lagi asyik. Tapi saya belum memutuskan bisnis apa, mungkin juga mengelola production house, tapi saya lihat-lihat dulu potensinya, sekarang belajar dulu sajalah.

Bagaimana dengan rencana pendidikan untuk anak?

Saya sudah merencanakan anak saya kuliah di mana. Itu penting untuk tahu di mana SMA yang tepat. Kalau SMA ingin unggulan, SMP juga harus unggulan.

Perubahan Prioritas

Bergesernya kepentingan juga dialami Dian pasca menjadi ibu. Meski aktivitasnya di dunia hiburan masih bersinar (saat ini ia membintangi banyak iklan mulai produk kecantikan hingga perawatan bayi), pemeran Cinta dalam Ada Apa dengan Cinta ini mengaku tidak keberatan jika kini waktu tak lagi miliknya sendiri, melainkan juga milik suami dan anaknya. Ia mengaku sudah cukup menikmati dunia entertainment, dan sudah siap akan perubahan aktivitas setelah memiliki anak.

Aktivitas apa yang berubah?

Waktu untuk baca buku mulai jarang. Kalau dulu pulang bekerja ya belajar atau ikut les, tapi sekarang waktu saya harus dibagi untuk anak dan suami. Bahkan kadang twitter-an saja pun sudah tidak sempat. Tapi saya enjoy saja. Orang jadi stres biasanya yang belum siap. Masih ingin bergaul, dan lebih banyak waktu dengan teman-teman. Tapi saya sudah siap dengan itu.

Tidak merasa ada yang hilang?

Saya tidak merasa kehilangan apapun. Toh, teman-teman saya sekarang sudah jadi ibu-ibu juga. Tapi waktu berkumpul dengan teman tetap ada, cuma polanya berbeda. Kalau tidak bawa anak, ya paling kalau anak sedang tidur, saya pergi sebentar ke tempat yang dekat dengan rumah.

Apakah hobi belanja menyusut juga?

Sejak punya anak memang lumayan berkurang banyak. Saya terakhir beli baju saat mau ke Perancis, itu juga sesuai keperluan saya. Setelah punya anak, saya juga tidak terlalu mengikuti tren atau mode. Sehari-hari biasanya saya mengenakan jeans dan kaos, atau kemeja. Saya jarang ‘tampil’ kalau tidak ada acara khusus.

Anda berencana punya anak berapa?

Maunya tiga atau empat. Terbayang sih, repotnya, tapi rasanya masih bisa diatur. Rencananya untuk anak yang pertama dan anak kedua mungkin jarak usianya dekat, tapi yang terakhir, jaraknya harus agak jauh, deh. Nanti kalau kakak-kakaknya sudah kuliah atau menikah, yang paling kecil bisa menjadi teman di masa tua.

[initial]

Source: GoodHouseKeeping, Edisi Oktober 2012, Halaman 83

(GH/gil)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading