Sukses

Lifestyle

Latah, Refleks Dan Refleksi Yang Ada Dalam Hati

Berkerumun bersama para 'macan ternak' (mama cantik, anter anak) yang kali ini sedang menjemput para anak - anaknya yang pulang dari les tambahan mengaji, memang kadang berasa asyik dan unik walau kadang juga ada rasa jengah nan menggelitik. Hanya sedikit memang, para ayah, para paman atau kakek yang bersedia atau harus menjemput anak - anak. Jumlah yang sedikit ini berasa seperti masuk ke dalam pesta dengan 'dress code' yang keliru alias salah kostum. Namun seiring rutinitas harian dalam mengantar-jemput anakjengah menjadi hilang, malu tak lagi membayang.

Di tengah kerumunan 'macan ternak' yang duduk bergerombol di bawah pohon karena kepanasan, tampak seorang 'malucan' (mama 'lumayan' cantik) dengan dandanan dan pakaian yang meriah. Gaya bicaranya semeriah penampilannya, hingga mendominasi pembicaraan, bagai mentor motivasi yang sedang beraksi di acara TV. Kedua tangannya tak kalah sibuk beraksi, bak peserta lomba deklamasi. Mendadak sontak dia melonjak dan berteriak demi merasakan sesuatu jatuh dari atas pohon menimpa pundak. "Aaaa...ko****...kon***..kont**...!!!"

Sekonyong - konyong, ia bangkit dari duduknya, berlompatan sambil berusaha mengibaskan 'benda' yang baru saja menimpa pundaknya. Ternyata hanya daun kering yang memang sudah waktunya untuk gugur meninggalkan tangkainya. Tentu saja kegaduhan ini menarik perhatian semua yang berada disekelilingnya. Para 'macan', para ayah, para paman dan kakek, serta beberapa guru dan murid yang kebetulan menyaksikan dan turut mendengarkan. Menyadari bahwa 'hanya daun' yang menimpanya, lalu mengingat kata - kata latah yang sebelumnya dengan refleks terlanjur dilontarkannya, serta mempertimbangkan aksi akrobat karena gerak refleksnya yang disaksikan berpuluh pasang mata, semburat malu kontan menyeruak memerahkan mukanya dan spontan dia menutup mulutnya. Membuat kata 'maaf' menjadi tak begitu terdengar lagi oleh yang lainnya. Segera dia beringsut meninggalkan lokasi, pamit dengan alasan lalu menghilang begitu saja.

Gerak refleks yang spontan bisa dikatakan adalah sistem pertahanan diri yang dianugerahkan oleh Tuhan untuk makhluk hidup ciptaan-Nya. Gerak refleks bertujuan untuk menghindarkan diri dari bahaya yang datang mendadak. Gerakan atau tindakan spontan dari setiap organ atau bagian tubuh yang telah menerima stimulus. Hal ini terjadi tanpa kesadaran apapun dan langsung seketika itu juga terjadinya. Dan gerakan refleks diyakini, telah banyak menyelamatkan manusia dari bahaya. Misalnya gerakan refleks tubuh mengelak saat pantat menduduki paku payung atau saat tak sengaja tersentuh bara, misanya.

Lalu bagaimana dengan latah? Anugerah kah? Refleks juga kah? Ada perbedaan pendapat dari para ahli mengenai apakah latah adalah sebentuk refleks, kondisi, sebuah penyakit ataukah budaya yang bisa dianggap wajar - wajar saja. Berbagai macam penelitian dan kajian yang telah dilakukan hanya memperpanjang perdebatan saja tentang latahnya manusia, terutama dalam berkata - kata secara spontan dan seketika itu juga. Namun setidaknya ada satu pemahaman yang pasti diamini setiap orang: jikalau ada buahnya pasti ada benihnya, jikapun penyakit pasti ada obatnya dan jikapun budaya pasti bisa diubah dan diperindah.

Andai saja kata yang keluar dari bibir si 'malucan' (mama 'lumayan' cantik) tadi adalah satu kata yang baik artinya dan bagus maknanya, tentulah kejadiannya akan terlihat indah. Apalagi jika mengingat kejadian berlangsung di halaman sekolah yang tiap hari murid - muridnya berlatih mengasah lidah dengan kata - kata indah. Setidaknya setiap hari, para murid diharuskan menghafal doa - doa, berjamaah Dhuha di pagi hari dan bersholat Dzuhur di siangnya. Namun apa mau dikata, refleks dan latahnya telah menunjukkan 'siapa dirinya'. Ya, latahnya menguak rahasia pribadinya, karena konon dalam kaidah Ilmu Psikologi, latah terjadi akibat represi konflik internal dalam diri sang penderitanya. Menunjukkan amarah atau sifat agresif, ingin menarik perhatian, dan melawan posisi terpojok dirinya.

Namun apapun latah itu, bagaimanapun bentuknya, dan darimanapun asal muasalnya, hendaknya persiapkan diri dengan melatih lidah sesering mungkin untuk hanya berkata - kata indah. Pinggirkan kata - kata tak senonoh dan tak sepatutnya dari perbendaharaan kamus virtual anda. Biasakan diri sendiri dan anak - anak Anda untuk menggunakan ungkapan - ungkapan yang diajarkan agama untuk mengawali kalimat, ditengahnya atau saat menutup pembicaraan dan mengakhirinya. Bagi anda yang Muslim, "Masya Allah", "Allahu Akbar" atau sekedar "Allah" jauh lebih indah dari celetukan latah yang menggambarkan alat genital atau ujaran - ujaran kekinian yang tak jelas maknanya. Terakhir, dalam rangka meng'indah'kan latah, lihatlah dan dengarkanlah hanya yang baik - baik dan patut saja. Seperti pada pesan yang terkandung dalam kalimat modifikasi dari sebuah pepatah populer berikut ini:

"Hear no EVIL, See no EVIL, so you'll talk no EVIL"

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/

(vem/wnd)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading