Sukses

Lifestyle

Capek Terus Ditanya Kapan Kerja, Tapi Kuyakin Rezeki Tak Tertukar

Kisah nyata ini ditulis oleh Tira, salah satu Sahabat Vemale yang mengikuti Lomba Menulis #StopTanyaKapan. Ia menceritakan soal pengalamannya yang terus ditanya "kapan kerja".

-oOo-

Dear Vemale,

Aku mau share tentang pengalamanku ditanya "kapan".

Nah Vemale, saat ini aku sedang menghadapi pertanyaan "kapan kerja" dari orang-orang sekitarku. Untuk wanita seusiaku, 26 tahun memang wajar sepatutnya aku sudah bekerja. Tapi apa daya aku baru lulus kuliah tahun ini.

Awalnya aku menempuh jenjang pendidikan diploma atau D3 lalu setelah lulus jenjang pendidikan diploma aku transfer ke S1 sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menikmati kelulusan. Dan ketika lulus, baru aku sadari bahwa dunia kerja amat kejam yang mana dalam perekrutan karyawan mempunyai berbagai syarat seperti usia yang dibatasi biasanya maksimal 25 tahun, dan punya pengalaman kerja. Di sinilah aku merasa sedih karena berbagai syarat itulah aku sulit mendapat pekerjaan. Aku pernah sih mendapat panggilan wawancara kerja tapi mungkin belum rezeki jadi aku masih menganggur sampai sekarang.

Dari situlah akar pertanyaan kapan kerja bermunculan. Banyak yang berkomentar dan bertanya “Kok belum kerja padahal lulusan universitas, kok kalah sama lulusan SMA," ada juga yang nyinyir, “Si A anak Bu C aja cuma lulusan SD, SMP udah kerja udah punya usaha bla, bla, bla.” Awalnya aku merasa malu dan minder banyak yang berkomentar seperti itu, apalagi membawa gelar pendidikan yang mana mereka mendoktrin percuma kuliah mahal-mahal kalau ujung-ujungnya menganggur, malahan yang tingkat pendidikannya rendah sudah bekerja. Hal itu kadang membuat aku down.

Aku tidak ambil hati kata-kata mereka tapi aku merasa berdosa dan malu pada orang tua yang mana sudah mengeluarkan banyak biaya dan support untuk pendidikanku tapi aku belum bisa membalas mereka.


Tapi suatu hari perasaan itu hilang karena perkataan Ayahku dan membuat aku tetap bersemangat dan merdeka dari pertanyaan "kapan kerja". Ayahku berkata, “Wajar orang mempunyai pendapat seperti itu karena mereka punya perspektif sendiri, Nduk. Ada yang punya perspektif orang yang sukses adalah yang bisa menghasilkan banyak uang dan mapan, tapi Ayah punya perspektif sendiri yaitu selagi anak ayah sanggup dan menikmati apa yang dia kerjakan dan lakukan ayah sudah bahagia. Bagi Ayah, bisa menyekolahkan anak sampai jenjang pendidikan yang tinggi melebihi pendidikan ayah merupakan kebanggaan bagi ayah. Jadi jangan merasa bersalah belum bisa kerja saat ini karena Ayah yakin Tuhan sudah mengatur rezeki hamba-Nya masing-masing jadi jangan menyerah ya, Nak."

Mendengar kata-kata ayahku, kepercayaan diriku kembali. Dan aku mulai cuek dengan pertanyaan-pertanyaan mereka baik saudara, tetangga dan orang sekitarku yang menanyakan kapan kerja. Aku yakin dengan diriku dan bagaimana kehidupanku ada di tanganku bukan berdasarkan komentar atau pertanyaan orang lain.

Dan walaupun karierku kalah dengan yang lulusan SD atau SMP dan SMA, paling tidak gelar sarjanaku juga merupakan kebanggaanku karena belum tentu setiap wanita dapat meraihnya dan untuk meraih gelar ini amatlah tidak mudah. So, bagi para fresh graduate tetap semangat juga ya, karena dengan tidak patah semangat dan terus berusaha impian kita pasti terwujud jadi tidak usah terlalu baper mengahadapi komentar orang lain.

Wonogiri, 30 Agustus 2016


(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading