Sukses

Parenting

Akhiri Kekerasan Pada Anak dan Lagu Sherina di Masa Kecil Saya

Selamat Hari Anak Nasional..

Masih ingatkah kamu pada masa di mana semua hal adalah permainan? Waktu kecil dulu, saya selalu ingin cepat tumbuh dewasa, karena menjadi orang dewasa tampak menyenangkan, bisa memberi perintah ini dan itu, punya uang sendiri sehingga bisa membeli apapun sesuka hati. Tapi setelah saya dewasa, saya justru ingin kembali menjadi anak-anak yang selalu mempertanyakan banyak hal dari sisi lugu, tidak takut mencoba ini dan itu, punya banyak impian dan optimis kelak akan menjadi perempuan dewasa yang keren banget.

Saya selalu iri dengan anak-anak kecil di sekitar saya, walaupun ada banyak hal yang saya kasihani dari mereka. Berbahagialah saya yang dulu tumbuh bersama lagu-lagu Sherina, Trio Kwek-Kwek, Joshua dan sebagainya. Saya mendengarkan lagu dari mereka yang seumuran dengan saya, dengan lirik yang ceria dan optimis khas anak-anak. Sedangkan anak-anak di masa kini, mau tidak mau, mereka harus mendengarkan lagu dengan dirty lyrics yang seringkali abai dari pengawasan orang tua. Fenomena Lelaki Kardus saya rasa hanya satu dari ribuan lagu lain yang sebenarnya tak layak didengarkan apalagi dinyanyikan oleh anak-anak. Bukan anak-anak yang harus disalahkan, karena apa yang tersaji untuk mereka hanya lagu-lagu "orang dewasa", tidak ada lagi lagu anak yang seharusnya menjadi hiburan di masa kecil mereka.

Maka berbahagialah saya yang tumbuh dengan lagu-lagu seperti ini..

Sumber: youtube.com/annisa4482

Oh tentu saja, saya adalah penggemar Sherina kecil. Bahkan sampai sekarang, saya masih sering memutar ulang album Andai Aku Besar Nanti dan Petualangan Sherina. Ah.. andai di masa kini, ada Sherina-Sherina kecil lain yang bisa menghibur anak-anak Indonesia dengan lirik dan musik yang terkonsep dengan luar biasa cemerlang. Lagu Andai Aku Besar Nanti adalah salah satu penyemangat agar kelak kita bisa membahagiakan kedua orang tua. Bandingkan dengan lagu anak-anak masa kini yang dengan mudah memaki orang tua dengan kata-kata tak pantas atau tema lagu seputar cinta yang seharusnya masih jauh dari masa kecil mereka.

Ya, saya kasihan dengan anak-anak di masa kini. Jika kelak saya memiliki anak-anak, mungkin saya akan bingung akan memperdengarkan lagu seperti apa. Mungkin saya akan mengulang kembali lagu-lagu Sherina kecil untuk mereka, entahlah..

Lalu Apa Hubungannya Lagu Anak dan Kekerasan Pada Anak?

Saat saya membaca tema Hari Anak Nasional 2016 adalah "Akhiri Kekerasan pada Anak", saya makin menyadari bahwa permasalahan tentang anak-anak di Indonesia tidak hanya sekedar minimnya lagu yang khusus diciptakan untuk mereka, tetapi juga kekerasan pada anak. Tapi mari saya jabarkan bahwa ada benang merah antara lagu anak dan kekerasan pada anak. Lagu adalah proyeksi perasaan, sebuah  gambaran apa yang terjadi pada masyarakat kita.

Kamu tentu masih ingat dengan lirik lagu Lelaki Kardus, di mana sang penyanyi cilik berkeluh kesah bahwa ayahnya tidak setia dan menikah lagi. Yang menyedihkan, sang penyanyi cilik melihat ibunya sering dipukuli. Miris memang, tapi saya yakin ada banyak anak di Indonesia mengalami hal serupa. Mereka terpaksa melihat kekerasan di dalam rumahnya sendiri, dari orang tuanya sendiri. Rumah yang seharusnya nyaman, orang tua yang seharusnya memberi rasa aman, justru membuat anak terluka secara mental.

Kekerasan Pada Anak Tak Sekedar Kekerasan Fisik

Lagu Lelaki Kardus mau tidak mau memberi kita gambaran bahwa anak yang sering dianggap tidak tahu apa-apa dan tidak merasakan apa-apa justru menjadi orang yang paling rentan untuk terluka dan trauma. Kali ini saya tidak membahas luka fisik, tetapi luka di dalam hati dan psikis anak, luka yang seringkali membekas hingga mereka dewasa. Tanpa mengesampingkan luka fisik yang dapat sembuh total, luka psikis pada anak justru sering tak tampak dan tak tersembuhkan hingga mereka dewasa. Ini yang harus diingat para orang tua.

Saya lupa kutipan di bawah ini berasal dari siapa, tapi saya setuju.

Anak tidak mendengarkan apa yang kamu katakan.

Mereka akan meniru apa yang kamu lakukan.

Bayangkan apa yang terjadi pada seorang anak yang melihat orang tuanya tak setia. Sangat mungkin anak akan berpikir bahwa ketidaksetiaan adalah hal biasa. Sangat memungkinkan kelak, sang anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang tak setia pada pasangannya atau berpikir bahwa diduakan itu hal biasa sehingga rela mengalaminya. Walaupun ada juga kasus sebaliknya, teman saya pernah mengatakan "Dulu aku melihat ayah selingkuh dan ibu setiap hari menangis, aku tidak mau seperti ayah, aku akan setia dengan pasanganku,". Namun, tetap saja, teman saya masih memiliki trauma dan beban berat dari masa kecilnya.

Foto: copyright babyradio.gr

Itu baru masalah ketidaksetiaan, bayangkan bagaimana jadinya jika anak berkali-kali melihat kekerasan dalam keluarganya. Ayah yang memukul ibunya, atau ibunya yang berkata kasar kepada ayahnya. Trauma ini bisa sangat membekas. Jika tak tertangani dengan serius, anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah. Anak akan menjadi orang dewasa yang mudah memaki siapa saja. Andai ini terjadi, maka siklus yang sama bisa terulang pada anak-anaknya kelak. Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggung jawab?

Kita. Tentu saja kita.

Tidak perlulah membawa-bawa pemerintah, urusan mereka banyak. Kitalah yang harus menghentikan siklus ini. Kelak, saat saya dan kamu memiliki anak (atau mungkin sekarang kamu sudah memiliki anak), ingatlah lagi kutipan yang saya tulis dalam kolom biru di atas. Jika diibaratkan, anak adalah spons dan apa yang kamu lakukan adalah air. Ada kutipan dari puisi Dorothy Law Nolte, Ph.D. berjudul Children Learn What They Live yang saya rasa bisa menjadi PR besar untuk para orang tua di masa kini, khususnya di Indonesia.

 Foto: copyright slidesharecdn.com

Sekali lagi, anak tidak mendengar apa yang kamu katakan, mereka meniru apa yang kamu lakukan. Okelah, kita terima saja kenyataan tak ada lagi lagu anak-anak sebagus di masa kecil kita, tapi setidaknya kita bisa menjadi contoh yang baik untuk mereka. Kelak, semoga contoh baik yang kita berikan bisa membuat mereka menyanyikan lagu Andai Aku Besar Nanti, bukan Lelaki Kardus. Bukankah sebuah pencapaian luar biasa jika kelak, anak-anak kita, dengan bangga menyanyikan sebait lirik dari lagu kesukaan saya dahulu (hingga sekarang):

Andai aku telah dewasa

Apa yang kan kukatakan

Untukmu idolaku tersayang, ayah..

Andai usiaku berubah

Kubalas cintamu bunda

Pelitaku, penerang jiwaku dalam setiap waktu

Menjadi contoh yang baik memang tidak semudah saya menulis konten ini. Tetapi saya yakin, kita semua bisa. Perempuan Indonesia harus menjadi contoh terbaik, bukankah perempuan adalah tiang negara? Sebab dari tangan perempuanlah masa depan anak-anak kita tergambar.

Selamat Hari Anak Nasional

Semoga semua anak-anak Indonesia berbahagia.

 

    

(vem/yel)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading