Sukses

Lifestyle

Ibu, Hanya Kau Satu-Satunya Orang yang Ingin Kupeluk Selamanya

Seribu kata tak akan cukup untuk menceritakan seorang wanita yang kita panggil Ibu. Sosok ibu pasti memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan setiap anaknya. Seperti yang diceritakan oleh seorang pembaca setia Vemale Indy Paula ini. Dalam kisahnya, ada begitu banyak ketulusan cinta dan rasa sayang yang terungkap. Terima kasih Indy sudah membagi inspirasinya kepada kami.

***

Bulan Desember tak jauh ibaratnya dengan bulan penuh nuansa damai. Bulan ini banyak perayaan, Natal dan Tahun baru setelahnya, dan tak terkecuali Hari Ibu. Saya Indy, umur 26 tahun, saya anak terakhir dan perempuan sendiri dari anak-anaknya Ibu Bapak. Dan saya punya kisah istimewa yang saya persembahkan khusus untuk wanita yang melahirkan saya.

Ketika menceritakan tentang Ibu, terkadang untuk mengungkapkan rasa atau berkata secara langsung membuat air mata saya langsung tumpah ruah. Saya dan Ibu sangat dekat. Ibu adalah sahabat yang paling mengerti, yang tak suka menghakimi. Ia sahabat yang menerima segalanya tentang saya.

Foto: dok. Indy Paula

Segala sesuatu yang saya lakukan semuanya saya ceritakan kepada Ibu. Ibu berumur 61 tahun, tapi menurut pandangan yang saya lihat Ibu belum terlalu tua untuk wanita yang seumur itu, seolah masih berusia 50-an. Entah itu hanya pandangan saya sebagai anak atau banyak orang lain juga yang berpikiran sama seperti itu, karena beberapa rekannya jika bertemu selalu mengatakan ia awet muda. Saya selalu berpesan agar Ibu selalu ceria supaya tidak cepat terlihat terlalu tua. Jadi  ketika nanti saya menikah, Ibu masih terlihat muda dan cantik. Walaupun bagi saya ketika tua pun, Ibu tetaplah wanita tercantik di seluruh dunia.

Ibu dan saya selalu kompak di setiap kesempatan. Kami seperti layaknya kakak dan adik, suka bertukar baju, tas, dan sepatu. Ibu tak pernah risih dengan omongan orang yang katanya kami hampir seperti seumuran. Saya sangat bersyukur karena memiliki Ibu yang sangat luar biasa. Ibu adalah pejuang yang sangat gigih di keluarga kami. Bukan hanya berjuang ketika hamil 9 bulan membawa-bawa saya kemanapun beliau bergerak, tidak hanya ketika menahan sakit ketika melahirkan saya, tapi semasa saya hidup sampai detik ini, Ibu tak pernah berhenti berjuang untuk membuat semuanya baik.

Foto: dok. Indy Paula

Pernah suatu saat, saya menanyakan kepada Ibu, "Bu, dulu ketika Ibu melahirkan saya, apa yang Ibu rasakan dan pikirkan?" Dengan senyumnya yang selalu menghangatkan, Ibu menjawab dengan lembut, "Dulu Ibu berpikir kamu laki-laki, karena kedua kakakmu laki-laki. Jadi ibu pikir mungkin akan lahir lagi seorang laki-laki. Tapi ketika suster menyerahkan bayi mungil Ibu yang ternyata perempuan manis, Ibu sangat bersyukur. Ibu merasa keluarga kita semakin lengkap. Kamu akan  menjadi putri kecil Ibu yang mendamaikan di tengah keluarga kita. Itu doa pertama Ibu untukmu, rasa sakit yang ibu rasakan  yang seolah mengumpulkan nyawa seribu menjadi satu nyawa hilang seketika saat mendengar suara tangismu. Ibu ingin kembali segera sehat dan segera melihat kamu tumbuh menjadi wanita yang kuat," petikan cerita itu tak pernah saya lupakan, kalimat per kalimat itu sangat mengena di otak saya.


Ibu saya berprofesi sebagai seorang bidan di desa. Ketika saya masih kecil, bidan desa tidak membantu wanita melahirkan di ruang prakteknya. Tapi berbeda dengan ibu. Ibu rela datang ke rumah wanita yang akan melahirkan. Jam berapapun, lelah seperti apapun, dalam kegiatan apapun, jika ada pasien yang meminta tolong untuk melahirkan bayinya, Ibu tak pernah menolaknya. Meski menempuh puluhan kilometer dengan medan jalanan yang sulit dilalui, Ibu tetap gigih melewati semuanya. Tidak hanya itu, karena perekonomian orang di desa kebanyakan menengah ke bawah bahkan banyak tergolong dalam kalangan tidak mampu, ada saja yang tak membayar jasa ibu.

Ada yang hanya membayar dengan pisang atau beras beberapa kilo saja. Saya ingat suatu hari ada kejadian di mana ada seorang bapak datang ke rumah dan menemui Ibu. Rupanya bapak tersebut datang untuk membayar jasa Ibu, tapi bukan dengan uang melainkan tiga sisir pisang. Lebih mengherankan lagi adalah Ibu mau saja dibayar dengan buah pisang. Saya menghampiri Ibu dan bertanya, "Kenapa diterima Bu? Dia kan cuma bayar pakai pisang? Dia nggak tahu bagaimana lelahnya Ibu nggak tidur semalaman menunggu istrinya melahirkan? Nggak ngerasa apa kalau rumahnya jauh banget, ke sananya aja susah karena jalanan berlumpur dan nggak bisa dilewati motor," saya sedikit kesal dengan kejadian itu.

Tapi jawaban Ibu sungguh membuatku semakin terharu. Ia menjawab, "Nduk, Ibu ikhlas lahir batin. Manusia dilahirkan di dunia ini nggak melulu untuk bersikap egois sama urusannya sendiri, tapi juga untuk berbagi dan menolong sesama. Kalau kita ikhlas nanti yang bales Tuhan, Nduk. Lagian membantu sesama tidak akan mengurangi harta kita sedikitpun." Malunya saya dengan jawaban Ibu yang begitu menyentuh. Ibu benar-benar sosok yang luar biasa. Dari kejadian itu, saya belajar bagaimana kita harus ikhlas dan dan rela menolong sesama tanpa pamrih.

Foto: dok. Indy Paula
Ibu adalah wanita nomor satu yang selalu ada ketika saya berada dalam masa-masa berat. Ibu adalah benteng pertahanan dalam hidup saya. Ketika saya patah hati untuk pertama kalinya yang waktu itu umur saya masih sangat belia, dengan bijaknya Ibu selalu menemani saya. Ia mencari cara agar saya tidak lagi menangis, memberi dukungan agar saya bangkit lagi. Ketika saya gagal dalam ujian lomba menari yang merupakan impian saya, saya sangat kecewa karena saya sangat berharap saya bisa menang dalam kompetisi itu. Tapi ternyata saya gagal dan Ibu dengan sigapnya memeluk saya, mengatakan banyak cerita jenaka agar saya tersenyum kembali.

Ketika saya tidak kunjung menyelesaikan pendidikan saya, dimana kakak dan Bapak saya yang selalu mendesak untuk segera lulus, Ibu punya caranya tersendiri menyemangati saya. Ibu menasihati saya dengan kalimat lembut, dengan belaian dan pelukan yang hangat. Tak lupa dengan motivasi tinggi, hingga akhirnya saya bisa menyelesaikan itu semua. Sampai hari ini ketika saya sudah bekerja dan belum menikah, Ibu selalu berada tepat di belakang saya mendukung apapun hal positif yang saya lakukan.

Ibu, maaf saya belum bisa membuatmu bangga seperti yang kau impikan. Saya belum bisa sepenuhnya menjadi pembawa damai di dalam setiap peristiwa. Tapi, saya akan selalu berusaha, selalu berusaha menjadi seperti apa yang Ibu impikan.

Terimakasih Bu, perjuanganmu yang tak kunjung usai, menjadi pelajaran berharga untuk saya kelak, untuk saya juga yang nantinya pasti akan menjadi seorang istri dan Ibu juga. Semoga kelak, saya juga bisa segigih, sekuat, sesabar, dan sebaik Ibu.

Terimakasih juga untuk Bapak, yang sampai hari ini masih dengan setia menjaga malaikat tanpa sayap milik keluarga kita.

Lafalan doa tak pernah kunjung usai untukmu Ibu. Ibu selalu menjadi tema utama saya ketika saya berbincang dengan Tuhan.

Jaga kesehatan terus ya Bu. Jangan pernah kalah dengan rambut putihmu. Jangan pernah malu dengan kulit keriputmu. Jangan pernah kurang percaya diri dengan tenagamu yang tidak sekuat dulu. Jangan pernah menyerah dengan sisa tenagamu. Meski semuanya telah berubah, rambut putih, kulit keriput, tenaga yang melemah, tapi Ibu tetap pancaran kecantikan selalu ada dalam dirimu.

Cinta dan Peluk untukmu,
Anak Gadismu.



(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading