Sukses

Parenting

Cacat Fisik Bukan Berarti Cacat Hati, Pokoknya Pak'e Selalu di Hatiku

Kisah ini dikirim oleh Susanti Sela Widyaningrum dan menjadi salah satu pemenang dalam Lomba Kisah Aku dan Ayah. Semoga semua anak bisa menyayangi dan menerima kehadiran ayah mereka, seperti kisah sahabat Vemale ini.

***

Nama saya Susanti Sela Widyaningrum, 20 tahun, biasa dipanggil Shela atau Cella.

Saya punya ayah yang luar biasa. Karena saya berasal dari Jawa, maka aku memanggilnya dengan sebutan Pak'e. Pak'e adalah sosok yang keras dan agak galak. Namun di balik itu, pak'e mudah sekali terharu jika saya mendapat peringkat atau terpilih mengikuti lomba keluar kota.

Saat Kecil, Kaki Pak'e Diamputasi Karena Kejatuhan Pohon Yang Ditebang

Sekilas cerita tentang masa lalu pak'e cukup menyesakkan hati. Sejak bayi, pak'e tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Hal itu terjadi karena saat pak'e lahir, kedua orang tuanya bercerai, kemudian pak'e diadopsi oleh neneknya.

Saat pak'e kelas 2 SD, pak'e mengalami kecelakaan. Kaki kanannya kejatuhan pohon saat beliau sedang asyik bermain di bawah pohon yang sedang ditebang. Akibatnya, kaki kanan pak'e harus diamputasi. Setelah kejadian itu, saat bepergian pak'e harus memakai tongkat atau kaki palsu.

Mungkin karena hal itulah pak'e menjadi sosok yang gampang emosi. Beliau mungkin agak minder dan takut tidak dihargai oleh anak-anaknya atas kekurangan tersebut. Tapi yang harus pak'e tahu, saya sangat menyayangi pak'e apapun yang terjadi.

Di sisi lain, karena kekurangan itu pak'e menjadi pribadi yang peduli terhadap sesama penyandang cacat di daerahku. Pak'e sering mengunjungi para menyandang cacat kemudian membantu mereka mendaftarkan diri ke Dinas Sosial untuk mendapat operasi gratis.

Dulu, mama dan pak'e bekerja bersama di Jakarta, menjahit baju. Tapi karena sudah tua, pak'e tidak kuat dan sekarang tinggal di Pemalang untuk menjaga adikku yang masih kelas 1 SMK. Walau hidup kami tidak berlebih, pak'e yang selalu mendukungku untuk melanjutkan kuliah apapun yang terjadi (ibuku juga tentunya).

Foto: dok. pribadi/Susanti Sela Widyaningrum

Saat saya masuk SMK, selalu pak'e yang datang ke sekolah untuk mengambil rapor karena mama merantau di Jakarta. Ketika mendengar pengumuman bahwa saya juara kelas lagi, spontan mata pak'e berkaca-kaca. Saya selalu memeluknya, saya ingin menunjukkan pada teman-teman di sekolah, ini ayahku. Setiap kekurangan yang ada padanya adalah kelebihan bagiku. Kejadian mengharukan itu sering terjadi setiap semester. Sehingga hampir semua teman dan guruku mengenal pak'e. Mungkin juga keakraban itu karena pak'e adalah sosok yang ramah dan cepat akrab dengan siapapun.

Setelah pengambilan rapor, biasanya saya pulang bersama pak'e. Pak'e selalu menggandeng tanganku, sangat melindungiku. Di moment seperti itu, tak jarang pak'e menanyakan hal yang sama padaku,

"Cella nggak malu punya ayah seperti ini?".

Jika sudah begitu, hatiku terenyuh. Kenapa ada pertanyaan seperti itu, karena pak'e seharusnya tidak perlu menanyakan hal itu. Dan saya menjawabnya..

"Kenapa harus malu? Cella bangga kok sama pak'e, Cella sayang sama pak'e."

Itu adalah moment yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.

Teman-Teman Saya Sering Menghina Pak'e Karena Punya Kekurangan Fisik

Saat kecil, saya sering diejek oleh teman-teman karena memiliki pak'e yang cacat. Saya menangis bukan karena menyesal memiliki ayah yang cacat, saya sakit hati karena pak'e dihina. Kenapa harus pak'e? Kenapa tidak saya saja yang kalian hina? Tidak hanya teman sebaya yang menghina, bahkan para tetangga sering menyebut pak'e dengan julukan yang tidak sepantasnya, yaitu “buntung”. Ok, itu mungkin faktanya, tetapi julukan tersebut sangat kasar, saya sangat sedih jika mendengar itu.

Pak'e sangat rajin beribadah. Saya tahu berdiri dengan satu kaki itu susah, tapi pak'e selalu pergi ke masjid dan sering mengikuti acara ibadah di masjid. Setiap sore kami sering bercengkerama di halaman belakang atau menonton tv bersama. Di sela-sela pembicaraan, kadang pak'e narsis membanggakan hidungnya yang mancung. Kalau sudah begitu kami tak henti-hentinya tertawa.

Bisa dibilang saya adalah anak yang paling disayang, mungkin karena saya yang paling penurut di antara yang lain hehehe.. Pak'e jarang sekali marah padaku, tapi jika ada hal yang salah, saya tetap dimarahi.

Dengan semua pembelajaran dan kejadian di masa kecil, saya jadi lebih menghargai orang lain. Saya selalu sedih saat melihat mereka yang berkebutuhan khusus. Saya tahu mereka pasti punya sisi tidak percaya diri dalam hidupnya, dan saya juga tahu kalau pak'e pasti merasakannya. Karena itulah, saya ingin membuat pak'e bangga, memberitahukan padanya bahwa dia sangat berarti bagi orang lain, yaitu saya dan keluarga saya.

Kami sekeluarga sangat mencintaimu, pak'e :)

Mohon maaf jika tulisan ini dirasa tidak pantas. Saya tidak bermaksud apa-apa, saya hanya ingin menunjukkan bahwa kekurangan bukanlah hambatan untuk berbuat baik. Kekurangan bukan berarti kita tidak berguna. Justru dari kekurangan itu kita bisa terdorong untuk terus berbuat baik dan menjadi sosok yang berarti bagi banyak orang.

Terima kasih, semoga menginspirasi :)

(vem/yel)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading