Sukses

Lifestyle

Kisah Kematian Anjing Dan Runtuhnya Kesombongan Manusia

Aku sudah 10 tahun menjadi seorang dokter hewan. Berkali-kali aku menyelamatkan atau mengobati hewan, namun tak ada kejadian seperti saat aku datang ke sebuah rumah yang memelihara anjing yang gagah bernama Belker. 

Belker sakit keras. Aku berusaha mengatasi penyakitnya dan merawatnya dengan metode terbaik yang pernah ada. Namun ia tak bisa ditolong lagi. Belker mengalami sakit kanker dan sorot mata maupun tubuhnya memperlihatkan kalau ia tahu bahwa waktunya tak akan lama. 

Anjing tua itu milik sepasang suami istri bernama Ron dan Lisa, serta anak mereka, Shane. Mereka menghubungiku saat hari akan badai salju dan memohon untuk datang karena Belker begitu berarti baginya. 

Aku menjelaskan pada keluarga kecil itu bahwa Belker sudah terlalu parah kondisinya dan mungkin ia tak akan bertahan hingga besok. Maka Ron dan Lisa mengerti dan memintaku tetap menginap hingga anjing mereka meninggal. Lagipula malam itu badai salju.

Diam-diam aku kagum pada Shane. Anak itu masih berusia 10 tahun, tapi tenang sekali menghadapi masa-masa perpisahannya dengan Belker. Ia memangku anjingnya itu dan mengusap-ngusapnya dengan lembut, seolah saling menenangkan satu sama lain.

Sampai keesokan harinya, Shane masih tampak di dekat perapian bersama Belker. Aku berbincang-bincang dengan Ron yang menceritakan bagaimana ia bisa mendapatkan anjing setia seperti Belker. Beberapa kali anjing itu menyelamatkannya, menyelamatkan Shane dan peternakan mereka.

Tepat pukul satu siang, Belker menutup mata dan berhenti bernafas. Ia telah mati dengan damai dengan diiringi doa dan belaian dari keluarga itu. Di antara mereka, hanya Lisa yang menitikkan air mata. Shane tampak tegar atau mungkin pura-pura tegar.

"Dia sudah tenang, Nak. Doakan saja," kataku. Dia tersenyum dan mengangguk. Shane kelihatan benar-benar ikhlas. "Belker memang sudah waktunya pulang duluan," ujar Shane.

"Kau begitu yakin dan tegar," kataku sambil menggunakan sarung tangan, bersiap membantu mengubur Belker. Tak disangka, Shane menjawab dengan kata-kata yang membuatku melihat kehidupan dengan cara yang berbeda.

"Manusia lahir ke dunia agar mereka bisa belajar bagaimana hidup dengan baik. Seperti mengasihi sesama makhluk hidup dan berbuat baik, iya kan?" ujarnya. Aku mengangguk setuju dengan statementnya, lantas ia menjawab lagi.

"Well, anjing sudah tahu bagaimana melakukan itu, jadi mereka tak perlu hidup di sini terlalu lama," ucap bocah itu.

Aku sudah 49 tahun dan sungguh terperangah dengan apa yang ia katakan. Aku tak menyangka bahwa pandangannya begitu luar biasa dan meruntuhkan kesombongan orang-orang yang lebih dewasa darinya.

Selama ini aku yakin sudah berbuat cukup baik dalam hidup, mengasihi sesama dan berusaha tak menjadi musuh masyarakat. Namun apa yang dikatakan Shane membuatku mengerti, tanpa disadari kadang manusia sombong dalam kebaikan mereka.

Merasa puas dan merasa baik, tak sadar bahwa masih ada umur berarti masih banyak hal yang harus dipahami dan dipelajari. Usia tak menentukan kedewasaan seseorang. Selama masih ada nafas untuk hidup, selama itulah manusia tak berhenti untuk belajar. 

(vem/gil)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading