Sukses

Lifestyle

Kutunggu Kau di Persimpangan Hatimu

Oleh: Agatha Yunita

Namaku Aulia. Usiaku 23 tahun dan dianggap sebagai wanita yang cukup umur untuk menikah (setidaknya demikian kata ibu dan teman-temanku). Bagiku, sebenarnya pendidikan masih jauh lebih penting ketimbang pernikahan. Aku masih ingin melihat luasnya dunia. Aku masih ingin menjelajahi tanah Indonesia. Aku ingin mencicipi lezatnya masakan di ujung kepulauan Indonesia. Dan impianku sekejap punah karena aku dikirim ke rumah Budhe di Jogja untuk diperkenalkan pada Mas Bayu, calon suamiku.

Lulus kuliah, aku tak diijinkan mencari kerja. Aku diminta tinggal bersama Budhe dengan alasan menemani beliau. Padahal, setahuku Budhe adalah orang yang mandiri dan tidak suka merengek manja. Bagi beliau hidup sendiri sudah dijalani selama 10 tahun ini. Semenjak Pak De meninggal karena penyakit kanker paru-paru dulu, Budhe memutuskan untuk tetap sendiri dan menjalankan usaha kerajinan tangan keluarga.

Mas Bayu. Aku tak tahu apa-apa tentang dirinya. Yang kutahu ia sudah dijodohkan denganku dan akan segera dinikahkan setelah semua dipersiapkan.

Di jaman modern ini, masih saja ada perjodohan?

Aku menghela nafas setiap kali pertanyaan itu terlintas di benakku. Namun, jujur saja, untuk menentang kemauan orang tuaku, aku tak berani. Aku termasuk anak penurut yang takut kualat apabila perkataan orang tua tak dituruti. Sebenarnya, orang tuaku sendiri termasuk orang yang modern. Pemikiran mereka cukup maju hingga menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat perguruan tinggi. Selama ini, aku juga tak pernah merasa dikekang dalam pergaulan maupun aktivitasku. Aku diberi kebebasan, kebebasan yang sangat aku hormati, kecuali pernikahan.

***

"Ini demi kebaikan dirimu juga, nduk. Sekarang ini mencari suami itu susahnya bukan main. Apalagi mencari suami yang punya kepribadian baik dan bagus. Kami rasa, Bayu adalah pendamping yang cocok buatmu. Kami telah mengenal keluarganya sejak kami masih remaja dulu..." ungkap ibu sambil mengelus kepalaku.

Aku terdiam tak bicara. Aku hanya menikmati kasih ibu yang aku tahu itu tulus sekalipun satu hal ini sengaja dipaksakannya kepadaku.

Pikiranku buntu. Aku tak tahu harus berbuat apalagi selain menuruti kemauan dua orang tuaku.

Untungnya saat itu aku tengah sendiri. Tak punya kekasih, tak ada gebetan. Yang kumau sebenarnya hanyalah berpetualang. Mencicipi bagaimana sulitnya bekerja pada atasan yang tak mau disalahkan, terjun pada pekerjaan yang sesuai dengan bidang kuliahku, berkenalan dan mungkin berselisih paham dengan rekan kerjaku. Sayangnya semua tinggal bayangan saja. Besok pagi, aku sudah tak tinggal di rumahku lagi dan menghirup udara Jogja.

***

"Nduk, Lia... aduh, cantiknya kamu sekarang. Sudah berapa lama sih Budhe tidak bertemu kok kamu sangat berbeda ya. Budhe kangen!" sambut Budhe dengan ramah dan langsung menghujaniku dengan pelukan dan ciuman.

Budhe memang orang yang sangat keibuan dan penyayang. Untuk itu pula aku sedikit merasa tentram, karena aku tahu aku tak akan kehilangan kasih sayang dan perhatian. Ada Budhe yang akan menjagaku. Ada Budhe yang akan sedikit meringankan kegalauan hatiku.

Setelah beristirahat, Budhe mengajakku makan malam di pendopo belakang rumah. Kulihat hiruk pikuk beberapa orang sedang menyiapkan masakan. Layaknya seperti ada tamu besar yang akan datang.

Kucuri dengar, tampaknya Bayu dan keluarganyalah yang akan datang.

Apakah secepat itu?

Jantungku langsung berdegup kencang. Kaki lemas tak berdaya. Belum usai kegalauan hatiku, tiba-tiba aku akan dihadapkan pada calon suamiku.

Dalam bayanganku, akan dikenalkan sosok lelaki berkumis dengan tubuh kurus dan lemah. Orang yang dalam pikirannya hanya bekerja sehingga ia lupa memperluas pergaulan dan menikah. Yah, mungkin untuk itulah aku dijodohkan dengannya. Agar ia cepat menikah dan punya keturunan.

Ahh... susahnya jadi wanita.

***

Disiapkan baju kebaya modern oleh Budhe yang segera kukenakan dan ukurannya pas. Kuacungi jempol untuk Budheku, karena beliau punya selera yang bagus dalam hal fashion. Aku jadi merasa seperti sedang memakai kebaya desainer terkenal. Hebat juga Budhe dalam menyenangkan hati dan menghiburku. Sedikit membuatku tenang dan mengumpulkan keberanianku.

Aku melangkah ke pendopo dan buru-buru duduk di dekat Budhe tanpa memperhatikan sekelilingku. Aku lebih banyak duduk, dan kudengar Budhe serta seorang wanita lain terkikik melihatku. "Rupanya anaknya pemalu ya, Mbakyu..."

Berakhir dengan kalimat itu, kamipun melanjutkan makan malam kami dengan Budhe yang lebih banyak berbicara. Rupanya ia tahu hatiku gelisah dan tak nyaman. Aku diberi kebebasan untuk diam dan menunggu makan malam selesai.

Yang tak kusangka, aku ditinggal di pendopo bersama seseorang yang sedari tadi sepertinya memperhatikanku. Aku tak berani mengangkat kepala dan melihatnya.

"Perkenalkan, namaku Bayu. Kamu pasti Aulia kan?" sapanya sopan.

Aku beranikan mendongakkan kepala dan melihat wajahnya. Aku tak ingin dicap sebagai wanita yang tidak sopan, apalagi aku belajar banyak tata krama dan berpendidikan.

"Iya, perkenalkan, namaku Aulia."

Kujabat erat tangannya yang hangat. Dan seketika itu rasa gugupku lumer oleh kehangatannya.

Ia tak seperti bayanganku. Mas Bayu lebih seperti kakak-kakak tingkat yang dewasa dan sudah punya pengalaman kerja. Usianya memang 6 tahun di atasku. Ia pria matang yang mungkin didambakan semua wanita seusiaku.

Jujur aku terkejut. Tak kusangka ia akan semuda itu. Kupikir, ibu dan ayahku sudah kelewat batas menjodohkan aku dengan seorang lelaki tua yang mendambakan keturunan.

Kamipun terkikik dan larut dalam perbincangan seru. Demikianlah malam perkenalanku.

***

Mengenal Mas Bayu yang menyenangkan, di sebagian sisi hatiku masih merasa tak terima dengan aku dijodohkan. Mungkin hal itu disebabkan karena teman-teman yang selalu kasak kusuk soal kata 'perjodohan'. Menurut mereka, di jaman modern hendaknya sudah tak ada lagi perjodohan.

Dibakar api emosi, aku sedikit membatasi diri dan komunikasi dengan calon suamiku. Aku dilema, aku bingung, apakah aku harus lari atau menjalani rencana keluargaku ini.

"Aku tahu kekhawatiranmu. Dan aku juga paham bagaimana kamu merasa tidak nyaman dengan cara kita dipertemukan," kata Mas Bayu sore itu.

Genap tiga bulan kami bertemu, masih saja aku merasa tak nyaman dan kuungkapkan keberatanku pada Mas Bayu.

"Iya. Maaf mas, tetapi memang caranya itu yang aku tidak nyaman. Aku merasa seperti tidak diberi kebebasan. Sebagai wanita, aku ingin tetap diberi kesempatan mencicipi ini itu. Aku ingin bepergian. Aku ingin merasakan bekerja di sini dan di situ. Aku ingin berbagi cerita suka dan duka seperti teman-temanku lainnya. Aku hanya ingin hidup normal!" kataku penuh emosi.

Mas Bayu terpekur melihatku. Terdiam beberapa saat.

"Aulia... pertama kali aku mendengarkan namamu, hatiku bergetar. Pertama kali melihatmu, jantungku serasa berhenti berdetak. Aku jatuh cinta. Dengan cara konyol yang kita sebut perjodohan tadi. Dan apabila kamu memang masih ragu... ijinkan aku menunggumu di persimpangan hatimu. Sampai kau merasa cukup yakin akan melangkah bersamaku. Akan kuberi kau kebahagiaan dan kebebasan itu, sekalipun kita terikat dalam sebuah pernikahan. Pernikahan, Aulia... bukan perjodohan yang harus menjadi fokus pemikiranmu..."

Kalimatnya tidak terlalu panjang. Tidak ngotot, tidak emosi. Dan menenangkan.

Iya, aku terlalu terbeban dengan kata perjodohan. Yang padahal keadaannya juga tak seburuk seperti yang ada di film-film. Sekalipun dikenalkan melalui perjodohan, ia orang yang mengagumkan. Ia bukan sosok pria tua yang telah kehilangan kesempatan untuk menjalin asmara. Ia adalah sosok pria idaman dan impian banyak wanita. Dan... mungkin diam-diam aku juga jatuh cinta padanya.

***

Menunggu di persimpangan hatiku, dalam dilema dan kegundahanku. Tiga bulan berikutnya kami menikah dengan ketulusan dan kemauan hati kami berdua. Aku tak lagi merasa dijodohkan. Aku berterima kasih karena Mas Bayu dengan sabar mau menungguku. Mau mengerti dilemaku.

Yang aku paham sekarang, kau tak akan pernah tahu bagaimana cara dipertemukan dengan seseorang yang akhirnya kau pilih menjadi pasangan hidupmu. [initial]

BACA JUGA:

Cinta Itu Datangnya Tak Bisa Ditebak

Kisah Cinta Romantis Pak Dahlan Iskan dan Istrinya

Memeluk Orang Yang Kita Cintai Bikin Tubuh Lebih Sehat

5 Cerita Pendek Kisah Romantis

7 Cara Agar Pria Jatuh Cinta Pada Anda

Pria Ini Layak Diberi Kesempatan Kedua

5 Video Lamaran Paling Romantis

 

(vem/bee)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading