Sukses

Lifestyle

Kisah Perjodohan: Ternyata Ibumu Benar, Kaulah Jodohku

Di jaman teknologi maju ini masih musim perjodohan? Yang benar saja! Itulah kalimat yang muncul dari benakku saat itu. Saat di mana aku tak tahu, bahwa ternyata kau adalah tulang rusukku yang hilang...

Kisah ini diceritakan oleh Steven Davidson dan Alexandra Nogueira. Kisah di mana mereka sama-sama memiliki orang tua penderita kanker, dan pada akhirnya mereka menyadari bahwa perjodohan itulah cara mereka bisa bertemu satu sama lain. Seperti diceritakan Steven, dikutip dari rd.com, inilah bagaimana mereka bisa bertemu dan akhirnya menikah.

Ayahku telah menikah lagi. Ia memiliki sebuah rumah yang disewakan karena kami tinggal di rumah yang lebih besar sekarang. Hari itu telepon berdering dan kudengar ayah berbincang-bincang dengan seorang wanita tentang rumah tersebut.

Kuketahui beberapa hari kemudian, mereka bertemu untuk menunjukkan lokasi rumah kami. Ayahku begitu senang karena penyewa rumahnya kali ini sangat ramah dan mereka cepat akrab. Bahkan mereka sudah saling bercerita tentang hal-hal pribadi mereka, termasuk tentang diriku yang di usia nyaris 30 ini belum memiliki pasangan.

Kudengar, wanita yang mengaku bernama Nadia itu juga memiliki seorang anak wanita seumuranku, dia juga belum menikah. Bertandang ke rumahku untuk membicarakan tentang rumah sewaan lebih lanjut, Nadia akhirnya berkenalan denganku dan menyapaku. "Hi, namaku Nadia. Aku adalah ibu mertuamu di masa depan nanti." Aku terkejut dengan cara perkenalan yang dilakukannya. Sepulangnya ia dari rumahku, aku protes pada ayahku, yang tanpa sepengetahuanku diam-diam ingin menjodohkanku dengan anak ibu Nadia. Aku kesal.

***

Hari itu ayah memintaku membantunya berberes rumah yang akan disewakan. Benar. Masih segar dalam ingatanku bahwa di sana banyak barang-barang milik kami yang belum dipindahkan. Ibu Nadia tak berkenan menyimpan barang-barang tersebut karena ia lebih nyaman dengan miliknya. Alhasil, kami yang harus berbenah karena ia dan keluarganya akan pindah hari ini juga.

Aku cukup kaget, karena ternyata ada anaknya yang datang lebih awal bersama kakak lelakinya. Aku baru menyadari bahwa ini adalah usaha mereka menjodohkan kami.

Sedikit lega karena kuketahui bahwa Alexandra juga mengajak mantan kekasihnya. Kutangkap dari gelagatnya ia juga kurang suka dengan perjodohan ini. Alexa akhirnya memintaku untuk pulang, karena ia bisa membereskan rumah ini sendiri bersama bala bantuan yang dibawanya. Nyaris emosi, karena sebenarnya aku juga tak ingin berada di sana waktu itu, namun kemudian kakak laki-lakinya yang menyapaku ramah memintaku untuk tinggal.

Sungguh, aku tak dapat membayangkan kalau pada hari itu aku mengikuti emosiku, aku akan menyesal seumur hidup.

***

Tampaknya acara perjodohan tersebut telah direncanakan secara matang oleh mereka. Berminggu-minggu lamanya kami terpaksa sering bertemu karena masih ada saja hal yang perlu dibereskan di rumah tersebut. Ayahku sendiri ngotot bahwa itu masih menjadi tanggung jawab kami, dan mengutusku untuk menyelesaikannya.

Dengan bujuk rayu ayah dan ibu tiriku, akhirnya kamipun berkencan. Alexa sendiri mengaku sebenarnya ia ingin membuktikan bahwa pendapat ibu dan kakaknya salah tentang aku.

Kamipun mulai berkencan, dan menyadari bahwa pendapat keluarga kami tidak salah. Kami memiliki banyak kecocokan satu sama lain.

***

Ibunya meninggal karena kanker payudara yang dideritanya. Dan aku bisa merasakan kepedihan yang sama karena ternyata ayahku didiagnosa menderita kanker pankreas.

Mungkin untuk alasan itu pula kami saling dipertemukan. Di sini kami bisa saling mengerti tanpa harus berbicara. Di sini kami bisa saling mendukung satu sama lain, saat salah seorang dari kami merasa down.

Merasa cocok dan nyaman satu sama lain. Kamipun menikah atas restu dan dukungan keluarga kami.

Dan Alexandra... ibumu benar. Kaulah separuh hati dan jiwaku. Engkau adalah jodohku.

 

(vem/bee)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading